Prolog

430 102 262
                                    

Kita tidak pernah tahu rencana-Nya untuk mempertemukan kita bagaimana. Entah itu ketika kamu terikat hubungan dengan yang lain atau terjebak dalam perasaan yang lalu.
-A

*****

Pagi ini tak secerah wajah tampan yang dimiliki Yoga. Ntah apa yang membuatnya begitu bersemangat berangkat di pagi yang mendung ini.

Yoga keluar dari kamarnya dengan baju seragam yang sengaja tidak dia masukkan ke dalam celananya, juga rambut yang ia biarkan acak-acakan tak tersisir.

"Yoga, sarapan dulu ya, sayang. Mamah udah masak buat kamu sarapan. Mamah ada meeting penting pagi ini. Mamah berangkat dulu yah, nak." Perintah mamahnya dengan terburu-buru dan pergi. Yoga hanya bisa melihat pundak mamahnya yang perlahan hilang tertelan pintu.

Yoga tak menuruti perintah mamahnya. Yoga berjalan untuk mengambil perlengkapan berkendaranya. Dan kembali ke garasi dan melajukan motornya di bawah derasnya hujan.

Sementara di seberang sana. Fitri sedang menunggu kendaraan umum di pinggir jalan dengan tangan kiri memegang payung dan tangan kanannya ia masukkan ke dalam saku jaket yang ia gunakan. Tak dapat dibohongi, cuaca pagi ini sangat dingin.

Jalanan begitu sepi. Fitri menikmati hujan yang deras dengan angin yang membuatnya semakin sempurna. Tetiba saja motor dengan kecepatan penuh melewat membuat Fitri basah karena genangan tepat di hadapannya.

"Woi babi!!" teriak Fitri kesal. "Seenak nya lu anjiiiiir!!" sambungnya dengan menaikan satu oktav suaranya. Fitri menduga suaranya tidak akan terdengar. Takdir berkata lain, sirat cahaya lampu motor berbalik ke arah Fitri dan berhenti tepat di hadapannya.

Fitri sudah memasang wajah marah dengan tatapan mata yang terbakar api kekesalan.

"Lu sebut gue apa?" tanya cowok itu. "BA BI?" Ia memastikan.

"Iya!" Fitri membenarkan. "Gak punya O TAK!" sambungnya dengan tekanan pada kata otak.

Cowok itu tampak kesal akan kalimat yang Fitri lontarkan. Cowo itu membuka helmnya dan mengacak-acak rambutnya yang berantakan.

"Lu punya otak?" tanya cowo itu meremehkan.

"Oh tentu!" jawab Fitri dengan entengnya.

"Coba gue lihat!"

Fitri terdiam, seakan kehabisan kata-kata ketika menerima permintaan seperti itu.

"Um.." Fitri nampak berfikir. "Lu punya Tuhan?" tanyanya. "Boleh gue ketemu?" Sambungannya tanpa berfikir panjang.

"Adanya Tuhan untuk diyakini, bukan dipertanyakan keberadaannya." Ucap cowo itu membuat Fitri terdiam untuk ke dua kalinya.

"Gue bego, begooooo. Kenapa malah jadi terpojokkan gini. Ahhh, Fitri bego." Ucap Fitri pada dirinya sendiri.

"Kalahkan lu?" ledek cowo itu. "Makanya, jangan bawa bawa pencipta gue, kalau lu ada urusannya sama gue." Sambungnya dengan senyuman tidak simetris.

"Kaga!" Fitri meepis. "Adanya otak gue untuk digunakan, bukan untuk ditunjukkan." Balas Fitri tak mau kalah.

"Tapi, lu bertanya 'Lu punya Tuhan? Boleh gue ketemu?' Seakan lu gak punya Otak!" ucap cowok itu sambil mengikuti gaya bicara Fitri tadi.

Tak ingin memperpanjang perdebatan yang tidak penting, Fitri mengalah.

"Songong lu anjir," kesalnya. "Awas aja kalau gue ketemu lu lagi." Ancam Fitri sembari meninggalkan cowok itu.

PrayogaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang