Alica Seandita, ia sedari tadi menatap benda pipih yang diletakkan di atas selimut berwarna biru laut. Menunggu layar hitam itu berubah menjadi bercahaya. Sedari tadi benda itu tak kunjung membuahkan hasil. Rasa rindu sudah sangat menguasai dirinya, ingin rasanya ia menyusulnya ke sana, namun apalah daya.
Ia membenarkan kaca mata yang bertengger di hidungnya. Buku yang dari tadi ia bolak-balik tidak membuat ia tenang. Biasanya ketika ia membaca buku, semua masalahnya mendadak menjadi sebuah bayangan yang tak terlihat dan terabaikan. Namun berbeda kali ini, perasaannya masih sama, pikirannya masih ke satu tujuan. Menanti kabar Yoshua Bimaputra, kekasih yang sudah bersamanya selama dua tahun belakangan ini, bahkan sebentar lagi hubungan mereka menginjak 3 tahun. Jarak ini membuat mereka harus menunggu dan selalu merasakan rindu.
"Astaga, Bang Yo belum ngabarin juga." Cia-nama panggilan dari Alicia Seandita- berkali-kali mengecek benda pipih berwarna hitam tersebut.
Cia melepas pita rambut yang ia kenakan tadi dan menidurkan kepalanya di atas boneka big tedy pemberian kekasihnya saat anniversary pertama mereka.
"Tedy, bang Yo aman kan? Apa dia lupa kalau masih ada aku yang nunggu kabar dia ya? Apa dia gak tau kalau Cia menanti kabar dari dia?" Cia memainkan pin berbentuk love yang sengaja di pasang di bagian tangan boneka.
"Jangan-jangan Bang Yo-"
Benda pipih yang dari tadi menghitam kini berubah menjadi terang benderang. Bak kilat, Cia menyambar ponsel tersebut dengan ekspresi harap-harap cemas.
Yoshua Bimaputra ❤️ is calling ...
"Huaaa akhirnya," ucap Cia antusias sembari menggeser layar ponselnya.
"Bang Yo lama banget ngabarinnya, udah gak jadi long weekend masa pesiar aja gak kabarin!" omel Cia langsung setelah menjawab telpon dari Yoshua, sang kekasih.
"Assalamualaikum cantik," jawab Yoshua dari seberang sana. Cia hanya tersenyum mendengar jawaban Yoshua. Betapa lucunya mereka itu.
"Iya, iya maaf, assalamualikum."
"Waalaikumsalam, gitu kan enak. Untung tadi aku gak tuli, kalau tuli gimana nasib telingaku ya." Cia memajukan bibir kecilnya kesal.
"Yaudah sih Bang, maaf."
"Hehehe, gak mau turun nih? Di luar dingin loh, bisa mati kedinginan kalau gini."
Cia mengerutkan keningnya bingung.
"Bang Yo? Di-"
"Huaaa." Cia segera berlari menuju balkon kamarnya. Betapa terkejutnya, ketika ia melihat sosok pria tinggi, berpakaian khas taruna dengan se-bucket bunga di tangannya sedang berdiri di depan pintu rumah.
Yoshua melambaikan tangannya dan mengisyaratkan agar Cia segera turun menemuinya. Dengan langkah cepat, Cia menuruni anak tangga, kakak Cia, Alika Seandita menatap bingung ke arah adik bungsunya. Cia hanya tersenyum kecil, ia ingin cepat-cepat membuka pintu dan menemui seseorang yang sudah ia rindukan.
Ceklek
Yoshua tersenyum setelah seorang gadis menampakkan dirinya dari balik pintu. Senyum bahagia terpancar dari sana. Dengan air mata bahagia, Cia memeluk tubuh Yoshua dengan erat. Yoshua hanya tersenyum melihat betapa manis gadisnya ini.
"I miss you," ucap Yoshua. Namun, tiba-tiba Cia mencubit pinggang Yoshua dan mendahului Yoshua untuk memasuki rumah. Yoshua hanya geleng-geleng kepala melihat sisi manja dari kekasihnya ini.
Di ruang tamu, Alika dan Miko-suami dari Alika- menatap bingung ekspresi wajah sang adik. Yoshua memasuki rumah dan langsung diberi tatapan bertanya-tanya dari sang kakak. Yoshua hanya tersenyum dan mengangkat bahunya sedikit.
Yoshua duduk di sebelah Cia dengan terus menatap kekasihnya yang masih cemberut.
"Bang, dulu waktu masih pendidikan Kak Lika gini juga gak sih Bang?" tanya Yoshua kepada Miko. Miko yang mulai mengerti sebab dari adik iparnya cemberut hanya tertawa.
"Oh jadi ada yang kangen?" ledek Lika dengan alis yang sengaja di naik turunkan.
"Gak."
"Kamu tau Dek? Mungkin kalian gak pernah tau kalau kita di sana rindunya setengah mati, tapi kembali lagi, untuk apa kita ke sana? Untuk apa kita rela sakit-sakitan di sana?" Miko menjeda sebentar ucapannya dan menatap kedua perempuan yang ada di tempat yang sama dengannya, "tapi itu semua demi kalian, para penyemangat kita."
Cia menatap ke arah Yoshua yang sedang menatap dirinya lekat-lekat. Sepasang suami istri itu akhirnya beranjak dari tempatnya.
"Lanjutin deh, seneng-seneng sebelum kembali memasuki dunia the real of long distance relationship," ucap Lika sambil berlalu meninggalkan mereka berdua.
Cia masih diam dan Yoshua juga masih diam, ia memperhatikan kekasihnya yang sedari tadi diam. Yoshua bingung juga apa yang harus ia lakukan, pasalnya ia tau gimana kekasihnya ini.
"Maaf," ucap Cia akhirnya. Cia menundukkan kepalanya sedangkan Yoshua tersenyum kecil melihat sifat Cia yang satu ini.
'Menggemaskan sekali," batin Yoshua.
Yoshua mengambil tangan Cia dan memainkan jari-jemari Cia. Ia mengangkat sedikit wajah Cia agar menatap dirinya.
"Untuk apa minta maaf? Aku yang harusnya minta maaf karena buat kamu jadi kepikiran gini."
"Tap-" ucapan Cia terhenti karena jari telunjuk Yoshua sudah menempel di bibir mungil gadis satu ini. Yoshua menggelengkan kepalanya. Ia membawa kepala Cia untuk bersandar di pundaknya.
"Tau gak? Long distance emang gak enak ya? Tapi moment gini yang menyenangkan. Ada saatnya kita benar-benar rindu dan bahkan sangat rindu satu sama lain. Terus kita ketemu, itu moment paling bahagia. Apalagi bisa lihat manja kamu kayak sekarang ini."
Cia tersenyum di dalam rangkulan Yoshua. Rindu yang terobati, berkat kehadiran sosok yang sangat ia rindukan. Seminggu hanya 3 kali ngabarin dan kadang sekali atau yang lebih parahnya enggak sama sekali.
"Tunggu aku dua tahun lagi ya, dan semoga penempatannya nanti gak jauh-jauh dari kamu lagi," ucapnya sambil mengecup kening Cia.
"Miss you," ucap Cia mengeratkan pelukannya. Yoshua hanya tersenyum. Inilah sifat gadisnya yang sangat ia rindukan. Manjanya, lucunya, gemasnya, semuanya. Semua yang ada dalam diri gadis ini ia selalu rindukan di setiap waktunya.
"Tingkat tiga, berarti bentar lagi tingkat empat dan persiapan praspa." Cia mengangkat wajahnya menghadap Yoshua. Yoshua hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. Padahal ia tahu, menuju tingkat 4 masih harus menunggu satu tahun lagi, dan melakukan praspa juga harus menunggu satu tahun setelahnya.
Mereka selalu membawa satu kunci, yaitu percaya. Karena tanpa kepercayaan, hubungan yang dekat saja dapat hancur terbengkalai, apalagi yang jauh. Saling percaya dan saling menjaga kepercayaan.
"Makasih sudah mau nunggu aku, walau aku tau kamu berat melakukan ini. Meskipun aku jauh, yang jauh hanya fisik, tapi hati aku stay 24 jam buat kamu."
~Love Between a Distance~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Between a Distance
Romance(END) Jarak bukan akhir dari segalanya, jarak juga bukan batas sebuah hubungan. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Pengorbanan dan perjuangan harus saling bersatu, kesabaran satu sama lain. Akankah cinta terus tumbuh ketika ada jarak di hubungan...