Chapter Two

1K 110 13
                                    

- 2017 -

Xiumin melangkahkan kaki dengan cepat menuju kedai kopi tempatnya bekerja. Ia terlambat 10 menit. Semua ini karena orang-orang brengsek yang ditemuinya saat perjalanan tadi.

---

"Hai nona.. kita bertemu lagi, ya," sapa seorang pria.

Pria itu memakai setelan rapi nan klimis, beserta kelima anak buahnya yang mengawal ke manapun ia pergi.
Xiumin tak terkejut melihat mereka. Malah mendengus kesal.

"Apalagi sekarang? Menagih hutang lagi? Aku sudah membayar untuk bulan ini. Minggir sana! Harus kerja," usir Xiumin, seraya mendorong pergi orang itu.

"Sudah kubilang, kan, dari pada kau sibuk bekerja hanya untuk bayar hutang, lebih baik kau ikut denganku. Kujamin seumur hidupmu, serta adik tersayangmu itu selalu bahagia," rayu pria tadi, jarinya mencolek dagu Xiumin.

Xiumin menepisnya, melirik dengan tatapan jijik.
"Berharaplah! Dan ku pastikan itu hanya akan ada di mimpimu. Singkirkan wajah busukmu itu! Jelek sekali!"

Xiumin baru beberapa langkah menepi, pria itu berkata lagi,
"Tak apa kalau kau tak mau, tak masalah.
Ah, kudengar tahun ini adikmu lulus sekolah menengah, iya, kan?" ucap pria itu, menyeringai.

Xiumin terdiam, mencoba mencerna. Pria itu pun mendekati Xiumin dan berbisik,
"Kau sebaiknya menjaganya tetap di dekatmu. Karena kalau kau lengah sedetik saja maka aku ... ," pria itu terkekeh, kemudian berbalik pergi. Tak lupa dengan kekehan menyebalkan mengiringi kepergiannya.

Tangan Xiumin terkepal, dipejamkan matanya, lalu menghembuskan nafas. Sesaat baru ingat dia harus bekerja.
"Sial, aku sudah telat!"

---

"Xiumin, kenapa kau terengah-engah begitu?" tanya pria paruh baya, ketika Xiumin mendadak masuk ke kafe dengan napas ngos-ngosan, membuat pria tua itu terkejut.

"Maaf, bos, di jalan ada sedikit gangguan tadi. Jadi aku berlari kemari, terlambat," ringis Xiumin.

"Baru lewat 10 menit, Xiu, tak apa sedikit terlambat. Kau sudah bekerja lama padaku, hal seperti itu bukan masalah," ucap bosnya menenangkan.

"Iya, tapi, kan..."

"Sssst,, cukup!" potong bosnya.
"Sekarang cepat sana ganti pakaianmu dan gantikan aku. Setengah jam lagi aku harus pergi."
Xiumin mengangguk, mempercepat langkahnya.

"Oh, iya, Xiu," panggil bosnya lagi.
"Aku juga sudah siapkan makanan untukmu. Kau pasti lapar. Makanlah dulu," ucap bosnya lembut.

Xiumin terpana dan terharu akan kebaikan bosnya. Ia berterima kasih dengan sangat pelan, tapi masih bisa terdengar. Bosnya mengangguk dalam diam.
Xiumin segera berganti dan menyantap makan siangnya secepat dia bisa. Tak mau bosnya menunggu terlalu lama.

* * *

Jam menunjukkan pukul delapan malam.
Seperti biasa Xiumin menunggu adiknya yang menyusul ke kafe sepulang ia sekolah. Hari ini agak sepi, mungkin karena sedang hujan, orang-orang jadi malas keluar rumah.
Satu jam sudah lewat, tetapi adiknya tak kunjung datang. Khawatir mendera. Berulangkali dia menelpon sang adik, namun tak ada jawaban. Mau yak mau Xiumin meminta ijin pada si bos untuk menjemput adiknya.
Untunglah kafe memang akan tutup lebih awal. Tanpa menunda waktu, sesegera mungkin perkakas dan peralatan ia bereskan, lalu menyambar barangnya dari loker.

* * *

Kai, adik Xiumin yang sedari tadi ditunggu, rupanya tertidur di ruang latihan menari karena kelelahan berlatih.
Dia terbangun kaget sebab suara petir menggelegar. Dilihatnya jam menunjukkan pukul sembilan malam. Ia membelalak dan panik.

Two MoonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang