Chapter Eight

981 90 28
                                    

-
-
-

- Paviliun Gyeong Byeok -

"Yang Mulia..anda sudah datang. Kemana saja Yang Mulia pergi? Sedari tadi Paduka Raja mencari anda," ia disambut kasimnya sesampainya di paviliun. Kasimnya nampak sangat lega setelah melihat tuannya pulang dengan selamat.

"Aku tahu kasim Shin, pasti ayahku menyusahkanmu lagi ya," Luhan meringis, sambil mencoba menggoda kasimnya. Namun yang digoda malah menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan.

"Yang Mulia, eumm se..sebenarnya..."

"Ada apa kasim Shin? Kenapa kau tiba-tiba tergagap seperti itu?" Luhan pun merasakan sesuatu yang aneh.

"Eumm, Paduka Raja.."

"Tunggu dulu..kasim Shin, bukankah hari ini acara penobatanku? Kenapa sepi sekali? Tak adakah persiapan untuk upacaranya?"
Luhan sadar sesuatu terjadi di istana.

"I..itu..Yang Mulia Raja membatalkan acara penobatan anda, Pangeran," kasim Shin membungkuk merasa takut Luhan akan meledak marah.

Sedangkan Luhan membelalakkan matanya dan segera berlari menuju aula pertemuan untuk menemui ayahnya.
Dia pikir pasti ini ada hubungannya dengan yang terjadi pada penduduk desa.
Tapi kenapa cepat sekali beritanya sudah sampai ke telinga ayahnya. Bahkan belum ada setengah jam. Ia pun jadi curiga.
Sesampainya di depan pintu aula, ia tak lantas langsung masuk. Ia meminta pada pengawal yang berjaga untuk diam, merekapun mengangguk.

Luhan masuk ke dalam aula dengan diam-diam, lalu bersembunyi dan mencuri dengar. Ia penasaran apa yang akan dikatakan ayahnya pada para menterinya.

"Yang Mulia, seperti yang sudah hamba sampaikan tadi, bahwa saat ini keadaan desa sudah benar - benar gawat. Mereka secara bersamaan merasakan sakit, dan anehnya ini terjadi tiba - tiba. Hamba rasa ini wabah penyakit yang dikarenakan kelalaian kita, Yang Mulia,"
Luhan mendengar seseorang berbicara, setelah mengintip sedikit ternyata orang itu penasehat Choi. Ia melirik ke arah ayahnya.

"Apa maksudmu penasehat Choi? Jadi kau bilang kalau aku sudah lalai mengawasi rakyatku sendiri?" ayahnya terlihat tersinggung dengan perkataan penasehat Choi.

"Maksud hamba bukan anda Yang Mulia, tetapi Calon Putra Mahkota Luhan yang terlihat selalu melalaikan tanggung jawabnya sebagai calon penerus negeri ini." Luhan mengernyitkan keningnya,
'Kenapa dia yang harus disalahkan', batinnya. Namun ia tetap terus menyimak.

"Kenapa kau menyalahkan putraku? Memangnya apa yang sudah dilakukannya?" Raja mencoba menahan amarahnya.

"Tentu saja karena Pangeran Luhan selalu bersikap kekanakkan dan tidak dewasa. Ia bahkan pergi melarikan diri dan tidak mengikuti upacara gerhana seperti yang seharusnya dilakukan seorang calon pewaris tahta." ucap penasehat Choi.
"Seharusnya Pangeran Luhan mengerti bahwa ini adalah upacara sakral bagi kelangsungan negeri ini. Dan Pangeran Luhan tidak boleh mementingkan kepentingannya sendiri hanya karena seorang wanita. Sudah waktunya Pangeran Luhan melakukan kewajibannya sebagai calon putra mahkota yang baik."

Deg!

'Hei, apa maksud perkataan penasehat Choi barusan? Kapan aku kabur dari kerajaan karena seorang wanita?' Luhan membatin. 'Aku bahkan tak mengenal satupun putri bangsawan di negeri ini. Aku saja hanya mengenal satu wanita dan dia....' mata Luhan melebar.

Luhan pun paham, selama ini dia pasti selalu di awasi oleh anak buah penasehat Choi, pantas saja ia selalu merasa diikuti seseorang. Ia membelalakkan matanya lagi.
'Xiumin!! Dia dalam bahaya sekarang, bodoh sekali harusnya aku tak meninggalkan ia sendirian diluar sana. Aku harus segera kembali ke tempat Xiumin.'

Dan sesegera mungkin ia keluar dari tempat persembunyiannya dengan diam - diam. Namun ia malah menyenggol sesuatu disampingnya, sial, batinnya.

"Siapa disana!" Raja mendengar suara berkelontangan dari balik pintu aula.
"Siapa yang berani mencuri dengar percakapan raja? Pengawal bawa kemari penyusup itu!" Raja murka.

Two MoonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang