1. PURE AMOUR

6.7K 555 22
                                    

Boruto tidak pernah tahu apa yang ada di dalam pikiran kakaknya itu. Ada suatu kebiasaan yang baginya cukup unik, sekaligus menyebalkan pula. Saudara laki-lakinya, Kawaki sangat suka menghidupkan musik dengan volume yang tinggi di dalam kamar kedap suara. Ia mengetahui itu setelah ibunya memberitahu.

Ada perasaan sedikit cemburu, ketika kakaknya memiliki kamar kedap suara. Ia tidak tahu apakah itu suatu kebetulan atau memang kamar itu dimodifikasi khusus.

Percaya bahwa dia juga berada di kamar kedap suara, alhasil hari itu dia membuat orang-orang di rumah marah. Hal itu terjadi karena dia berpikir bisa dengan bebas melihat video vulgar. Mulai dari itu dia percaya, bahwa kamar sang kakak memang telah dimodifikasi khusus.

"Sesuai dengan dugaanku kau memutar musik di dalam sini," Boruto berdiri di ambang pintu, menatap tanpa minat. Meja belajar menumpuk dengan dokumen dan kertas tidak penting. "Bagaimana kau bisa bekerja sambil memutar musik yang mampu membuat orang sakit kepala?"

"Sakit kepala?" Kawaki mengulang kalimat, mengernyit bingung menatap sang adik. "Justru musik ini menenangkan isi kepalaku. Kita memiliki selera yang berbeda, mungkin itu yang membuatmu tidak nyaman." ia berdiri, mengambil beberapa kertas di lantai.

Meskipun musik yang selalu didengar oleh lelaki itu bukanlah musik kuno. Justru musik yang didengar merupakan keluaran terbaru dan selalu naik di tangga musik billboard setiap tahunnya. Kakaknya, menyukai musik dan lirik lagu yang berbau dengan rap.

Boruto menghela napas, mengambil duduk pada pinggir sofa. Musik tidak lagi terdengar, karena Kawaki baru saja mematikan laptopnya. "Apa ada yang mengganggumu?" tahu kebiasaan saudaranya ketika mencoba untuk menemuinya. "Jangan katakan jika kau mendapatkan masalah di sekolah, lalu memintaku untuk menghadiri pertemuan. Aku tidak suka jika kau memintaku untuk membohongi ibu."

Kalimat itu mampu membuat pemuda pirang itu tersentak, tertawa kikuk sembari mengalihkan muka. Kawaki memberikan tatapan peringatan, mata bahkan memicing untuk melihat sikap menyebalkan di depan mata. "Sudah kuduga," katanya. Cukup mudah untuk membaca pergerakan itu. "Aku menolak, lagi pula kita pernah berjanji kalau melakukan itu hanya sekali. Apa kau sama sekali tidak memikirkan perasaan ibu?"

"Kakak ... aku, sungguh. Ini benar-benar darurat!"

Kawaki tersentak ketika mendengar suara cukup kuat di lantai. Ternyata adiknya mengambil sikap duduk bersimpuh sembari memohon. Dahi itu bahkan mencium lantai, saat kepala sang adik mendongak, ia bisa melihat ruam merah di sana.

"Aku tidak akan merasa simpati dengan tatapan itu," muram durja berganti, ia mencoba mengabaikan dengan menghidupkan kembali musik. Kali ia menaikkan volume lebih tinggi, sehingga mampu mengusik telinga Boruto. "Aku tidak akan membantumu jika tidak lebih dulu kau cerita pada ibu!" Kawaki meninggikan suaranya.

"Itu tidak mudah! Aku tidak akan sanggup jika melihat wajah muram ibu!"

"Aku tidak peduli!"

"Kau mengatakan padaku kalau kau sangat menyayangi ibu! Kalau ibu sampai sedih karenaku, apa kau akan sanggup melihat ibu menangis!"

Kawaki tetap berdiri, menyeret kaki sekuat tenaga karena pergelangan kaki ditahan. Ini sungguh menyebalkan, adiknya pasti tetap bersikeras untuk membujuk dirinya. Namun terkadang, ia tidak sanggup meskipun apa yang dipikirkan sang adik juga tentang perasaan ibunya.

Ia menghela napas, menarik telinga Boruto. Membawa pemuda itu untuk ikut dengannya, mengabaikan kekesalan yang diterima karena rasa sakit yang didapat. Mereka menuruni anak tangga dengan tergesa, sekali-sekali Boruto meringis untuk meminta pertolongan. Karena kaki kesandung beberapa kali.

◊◊◊◊

"Sampaikan salamku pada kakak, terimakasih."

Kou menunduk, namun tidak berlangsung lama ketika mereka mendengar suara cukup berisik dari atas. "Apa terjadi sesuatu?"

Pure AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang