Selalu menetapkan apa yang telah diputuskan secara sepihak, Boruto mengakui bahwa sifat itu tergolong sangat buruk. Tatap bersikeras dengan apa yang dianggap baik. Sebuah keputusan yang mereka buat bahwa ̶ ̶ ayah tidak boleh menemui ibu mereka.
Tetapi, hati dapat berbolak-balik ̶ ̶ karena sesungguhnya itu sifat manusia.
Seperti saat ini, berdiam diri dalam kamar, membiarkan dua orang berbicara di bawah. Tidak dapat disembunyikan dalam hati bahwa dia sungguh gelisah. Saat melirik saudara tirinya ̶ ̶ begitu tenang bahkan bersikap acuh tak acuh. Dulu, Boruto ingat ̶ ̶ bagaimana wajah murka dengan gejolak tengah meledak. Kawaki sangat mengerikan saat sedang marah. Anak itu tidak bisa mengendalikan kekuatan fisik, fatal bila memukul seseorang.
Suara helaan napas terdengar begitu berat, Kawaki melirik dari ujung matanya. "Sungguh kau tidak khawatir sama sekali?" jika nenek dan kakek masih berada di sana, Boruto tidak akan panik. Ketika dua orang itu pulang saat ia baru mengambil langkah masuk, timbul perasaan curiga pada mereka ̶ ̶ kalau pertemuan ini adalah rencana Minato dan Kushina.
"Tidak perlu khawatir seperti itu," kata Kawaki. "Sama saja dia mengantar nyawa sendiri, aku menjamin tidak ada lagi satu pun anggota tubuh yang gerak jika dia berani melukai ibu."
Muram durja berganti, tatapan mata berubah teduh memandang. Lelaki itu berkata benar, tetapi itu tidak cukup menenangkan hati dan pikiran jika ia harus berdiam diri di sini.
Kawaki yang melihat sikap tidak nyaman itu menghela napas, lalu mengambil duduk pada pinggir kasur. Akan menenangkan pikiran jika dia berbaring memandang langit-langit kamar sembari mendengarkan musik. Tetapi, saat melihat sang adik tengah bingung dan mata sembap di sana, ia tidak bisa memaksa memutar musik ̶ ̶ tahu bahwa Boruto tidak memiliki selera musik yang sama dengannya.
"Apa yang terjadi selama di sana?"
Boruto tersentak saat suara itu terdengar berat, dia melirik takut. Spontan menutup mata dengan tangannya, tetapi dia tahu bahwa itu akan sia-sia. "Aku pikir paman akan segera mengabarimu. Akan menyedihkan jika kau melihat aku seperti ini," lelaki itu melirik, Kawaki tidak ingin menaruh rasa simpati ̶ ̶ bohong bahwa dia tidak khawatir. "Hanya mimpi, tidak. Bukan mimpi! Sebuah memori lama diputar kembali. Itu sangat menyedihkan bila diingat."
"Cukup katakan padaku kalau kau mengingat kenangan buruk itu, tidak perlu berbelit-belit. Ini semua akan menambah sakit di kepala." katanya ketus. Boruto yang mendengar itu terperangah, lalu dia mengalihkan muka.
"Maafkan aku ̶ ̶"
"Kau tidak perlu meminta maaf," sahut Kawaki. Ia menghela napas kembali, beranjak dari duduk lalu memandang jendela. "Hidup memang seperti ini, tidak ada yang perlu disesali. Karena tidak akan ada yang berubah."
"Aku sungguh tidak nyaman, ini semua sangat menyesakkan," tangannya beralih ke arah bagian dada kiri. Rasa denyut di lengan kanan kembali hadir. "Bagaimana bisa kau bersikap tenang seperti ini? Kau tahu bahwa kau ̶ ̶ tidak! Kita! Ya kita, selalu bersikeras agar ayah dan ibu tidak bertemu tapi kau ̶ ̶"
"Aku tidak sebodoh itu Boruto," sela Kawaki cepat, lalu melirik ekspresi penuh bersalah dari sang adik. "Ada ponsel yang sengaja aku letakkan di bawah kursi. Alat perekam sudah kuaktifkan." dia memejamkan mata, menyesali perbuatan itu, karena takut ketahuan. Tetapi tetap yakin kalau benda itu tidak akan mencolok.
Boruto bergeming, menyandarkan punggung selemas mungkin pada tepi kasur. Sungguh lelah, baik hati maupun pikiran. "Sekarang aku tahu kenapa wanita itu berada di antara ayah atau pun kakek, aku pikir itu tidak kebetulan."
Kawaki melirik dari ujung mata, tidak merespons namun telinga berfungsi dengan baik. "Anak itu ... satu-satunya alasan baginya. Gen yang terlalu mencolok dengan orang-orang eropa, tetapi nasib baik datang kepadanya ̶ ̶ karena pria itu kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pure Amour
FanfictionKedua putranya tidak pernah menginzinkan ayah mereka untuk menginjakkan kaki di rumah lagi setelah memilih berpisah. Kawaki dan Boruto sudah menaruh dendam lebih dulu. Bahkan kakak kandungnya melarang keras dirinya. Hinata tahu maksud baik kedua put...