Baru saja membuka pintu rumah, Kawaki dikejutkan dengan satu buket bunga mawar merah di depannya. Buket mawar merah dengan ukuran kurang lebih satu setengah meter itu cukup mengganggu pandangan dan jalan masuk. Suatu hal yang wajar bila ibunya mendapat hadiah dari para investor ketika membuka cabang baru.
Kawaki juga mendapat kabar kalau grand opening hari ini sangat ramai pengunjung. Setiap jalan menuju restoran terdapat banyak papan bunga dari kiriman orang. Namun, ketika melihat buket bunga mawar merah ini membuat dirinya tidak nyaman.
"Selamat datang ..." Hinata menyambut kedatangan putranya, tetap akan melakukan hal ini jika ia sedang di rumah.
"Apa ini dari Bibi Temari?" tanyanya hati-hati, meskipun terselip rasa curiga cukup mendalam.
"Tidak," jawab Hinata. "Keluarga Otsutsuki memberikan itu pada Ibu, mereka mengirimkan paket secara langsung. Bunga itu baru tiba sepuluh menit yang lalu," jelasnya. "Ibu akan memindahkan bunga itu agar tidak mengganggu jalan."
Lelaki itu menahan tangan ibunya ketika hendak menyentuh buket mawar. "Ibu, biar aku yang melakukannya," kata Kawaki. "Ibu pasti lelah, lebih baik Ibu istirahat sekarang."
Muram durja berganti, terkadang sedikit menyebalkan ketika mendapatkan nasihat dari putranya. Hinata merasa seperti diperlakukan anak kecil. "Seharusnya ibu yang mengatakan itu," dia menghela napas, meneliti keadaan putranya sendiri. Beberapa bekas luka membuatnya sulit untuk fokus.
Mengetahui bahwa putra sulung selalu mengikuti latihan tinju, sedikit membuat perasaan sebagai orang ibu khawatir. Hinata tahu kalau dia tidak bisa selalu memberi batasan pada kedua putranya jika bertindak, sebab mereka sudah dewasa. Bukan anak kecil yang mudah menurut saat diberikan satu bungkus permen cokelat.
"Apa kau harus mengalami luka setelah latihan?" tangannya terdorong mengusap rahang di sana. Kawaki meringis sakit, dan saat itu ibunya menarik tangan. "Jika kau kembali dengan keadaan seperti ini setelah selesai berlatih, ibu tidak akan mengizinkanmu lagi berlatih tinju."
"Tunggu, Ibu!" dia tidak habis pikir jika ibunya mengatakan demikian. Meskipun dia selalu mengatakan pada Iwabe akan mematahkan kaki dan tangan, Kawaki tidak pernah melakukan hal itu sama sekali. Hanya sebuah kalimat sebagai semangat mereka satu sama lain. "Bukankah ini hal biasa yang terjadi jika seorang atlet mendapat luka? Ibu, ini hanya latihan ... aku tidak sedang membunuh orang."
Kawaki mendorong tubuh ibunya, "Ibu kembalilah istirahat, oke?" Hinata hanya tertawa kecil melihat reaksi itu.
"Omong-omong ... apa besok kau memiliki waktu?" mereka berhenti tepat di depan pintu kamar Hinata. "Nenek dan kakek, mereka ingin mengajak kalian makan bersama."
Bukan dari keluarga Hyuuga yang dimaksud oleh ibunya, sebab wanita itu tidak lagi memiliki orang tua kandung. Maka, yang dimaksud oleh ibunya adalah orang tua Naruto Uzumaki yaitu, Kushina dan Minato.
Ia memandang datar, ekspresi itu berubah drastis di mata Hinata. Namun dia hanya bisa memandang gundah saat putra sulungnya itu memberikan senyuman. "Apa Ibu juga memiliki waktu besok?"
"Oh, tidak sayang ...," katanya. "Ibu sedang sibuk mengurus setiap cabang, dan harus memeriksa bahan baku yang baru saja tiba besok hari. Kau dan Boruto, pergilah tanpa Ibu. Sudah lama kalian tidak berkunjung ke rumah mereka."
"Omong-omong ... aku juga sibuk besok," dia melirik tanpa minat, pandangan beralih ke arah buket bunga. "Tidak apa-apa tanpa aku, 'kan? Lagi pula ada Boruto. Aku dengar dia sedang masa hukuman dari sekolah."
"Hei," mereka tersentak ketika mendapati pemuda pirang itu. "Tidak adil jika aku yang menjadi tumbal di sini." sebab, jika mereka berdua sudah berada di sana, tidak akan mudah bagi mereka untuk keluar. Kushina, wanita paruh baya itu pasti menahan mereka agar menginap, pula memperlakukan seperti anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pure Amour
FanfictionKedua putranya tidak pernah menginzinkan ayah mereka untuk menginjakkan kaki di rumah lagi setelah memilih berpisah. Kawaki dan Boruto sudah menaruh dendam lebih dulu. Bahkan kakak kandungnya melarang keras dirinya. Hinata tahu maksud baik kedua put...