2.4

10.1K 753 46
                                    

"Digo"

Pria itu berjalan menghampiri istrinya menatapnya dengan raut menyesal.

"Maapkan aku Si"

"Kenapa kamu meminta maaf?" Sisi menatap suaminya merasa bingung.

"Maafkan aku yang bisa-bisanya melupakanmu"

"Maafkan aku yang pergi meninggalkanmu saat hamil"

"Maafkan aku yang membuatmu tersiksa"

Sisi menelan ludahnya dan menghirup nafas dengan kasar.

"Pertama bukan kamu yang meninggalkan aku, tapi aku yang meninggalkan kamu!"

"Kedua kamu tidak mencintaiku jadi kamu tidak usah merasa bersalah, karena kita hanya menikah sebatas kontrak Digo"

"Dan ketiga maafkan aku" Sisi menundukan kepalanya, "Harusnya aku yang meminta maaf, karena aku kamu mengalami kecelakaan ini" pria itu tertegun mendengar penuturan istrinya, jadi apa yang di katakan Chelsea itu benar adanya, tapi mengapa hatinya merasa mencintai istrinya.

"Dan satu lagi maafkan aku yang jatuh cinta sama kamu" Sisi menundukan kepalanya, "Aku telah melanggarnya Digo, sifat manismu dulu telah membuatku jatuh. Kedalam perasaan yang sebenarnya aku tidak tahu kalau itu bernama cinta" Sisi masih menundukan kepalanya membuat Digo semakin melangkah mendekatinya.

"Kamu mencintaiku?" Tanya pria itu dengan bingung.

"Tapi kenapa meninggalkanku?"

Sisi mendongak menatap pria itu dengan perasaan bersalah.

"Karena kita berjanji tidak akan pernah saling jatuh cinta satu sama lain, dan aku tahu kamu akan menikahi kekasihmu Chelsea".

Sisi menghirup nafasnya dalam.

"Aku bisa apa Digo, tujuan awal kita adalah mendapatkan keturunan dan bercerai" pria itu terus melangkah membawa tangan besarnya ke dalam wajah istrinya.

"Benarkah itu semua yang terjadi?" Digo menatap mata Sisi dengan penuh tanda tanya, istrinya itu mengangguk, perlahan rintik hujan turun seolah memberikan mereka kesunyian dan mendukung Sisi untuk meneteskan air matanya.

"Bagaimana jika setelah kepergianmu aku tersadar aku begitu mencintaimu dan ingin kamu selalu di sampingku?" Sisi menggelengkan kepalanya membuat Digo semakin mendekatkan wajahnya kearah istrinya.

"Bagaimana jika sebenarnya aku menyesal telah membuatmu pergi, dan memilih wanita yang jelas-jelas tidak aku cintai?"

"Bagaimana jika sebenarnya hilangnya kamu telah membuatku hilang kendali?"

"Dan bagaimana jika sebenarnya aku mencintai kamu dan ingin hidup bersama anak kita selamanya?"

Sisi melepaskan tangan Digo dari wajahnya dengan kasar.

"Itu tidak mungkin terjadi. Kamu itu hilang ingatan, dan wanita yang kamu cinta itu Chelsea bukan aku!"

"Kamu harus sadar kamu bukan pria baik yang mencintaiku setulus hati Digo, kamu menyakiti aku, menjadikan aku wanita yang hanya bisa tidur denganmu kapan saja!" Sisi menangis dan itu semua membuat hati pria di depanya teriris.

"Sadarlah kamu hanya mencintai Chelsea bukan aku, aku hanya wanita yang harus mengandung anakmu dan kita berce----"

Digo mencium istrinya dengan penuh rasa rindu, ciuman yang selalu membuat Sisi melayang. Ciuman pria itu semakin dalam dia membawa tangannya kebelakang tubuh istrinya dan merengkuhnya membawa Sisi kedalam pelukanya.

"Aku tidak lagi melihat wanita lain Si. Aku hanya mencintai kamu, aku salah dan aku ingin mengejarmu ketika kamu pergi tapi aku terlalu pengecut, dan asal kamu tau, aku mengingat kamu mengingat bagaimana kita bercinta. Ingat bagaimana hatiku teriris ketika melihat kamu bersama Junot atau asistenmu"

"Melihat bagaimana kamu menangis di pemakaman. Aku mengingatnya, aku mengingat semua. Aku mencintai kamu Si. Menyayangi kamu, dan ingin menjagamu selamanya"

Sisi menegang hatinya membuncah bahagia, jadi pria itu mencintainya? Jadi suaminya memiliki perasaan yang sama.

"Dor"

"Digo" Suara tembakan membuat Sisi terpekik. Peluru melesat tepat di bahu belakang wanita itu membuat Digo dengan cepat tersadar melihat darah di punggung istrinya dia menatap kedepan melihat Chelsea menembak Sisi dengan raut mengerikan.

"TIDAK AKAN PERNAH ADA KEBAHAGIAAN UNTUK KALIAN"

Wanita itu menyeringai, dan berjalan mendekat beberapa orang disana dengan menatapnya ngeri, singapura yang sunyi itu menjadi saksi gadis yang di cintai Digo tertembak.

"Apa yang kamu lakukan?" Digo dengan cepat menggendong Sisi.

"Dia harus mati sayang, dia telah menghancurkan hidupku dan hidup kita, dia wanita jalang" Chelsea masih menodongkan pistol membuat yang lain menjadi tak bisa bergerak.

"Tinggalkan dia, dan kita menikah Digo, kita bahagia bersama, wanita itu bukan wanita yang pantas untukmu!"

"Aku yang pantas hanya aku, kemarilah Digo sayang, aku bisa memberikan dua puluh Digo junior"

Sisi terkapar pandanganya mendadak mengabur. "Di-go" pria itu dengan cepat tersadar dan menatap Sisi dan Chelsea bergantian.

"Kamu gilak Chelsea!"

"Ya aku gila karena mencintai kamu, kembalilah padaku, dan biarkan wanita itu mati disana"

Darah terus bercucuran dari punggung Sisi membuat yang lain berteriak histeris.

"Cepat bawa kerumah sakit, dia bisa kehilangan darah" teriakan seorang wanita membuat Digo tersadar dia dengan cepat belari kearah mobil.

"Jangan bergerak Digo, kalau kamu bergerak pelatuk ini akan menembakmu tepat di wajah tampanmu itu" lagi-lagi Chelsea menodongkan pistol kearah Digo, malam yang mengerikan.

Sisi merasa tubuhnya sangat lemah, dia meraih perutnya dan menangis dalam diam. Tuhan jika dia harus memilih dia akan menjaga anaknya melihat bagaimana anaknya tumbuh.

Digo masih di landa kebingungan, tiba-tiba Roman menghalangi Digo dan menatap Chelsea dengan amarah memuncak.

"Pergi bawa Sisi biar wanita itu menembakku"

"Roman"

"Pergi Digo bawa dia kerumah sakit!" Tegas Roman.

Chelsea menyeringai melihat dua pria itu melindungi Sisi dengan penuh perhatian. Digo dengan cepat memasuki mobil dan membawa Sisi melesat pergi dari tempat kejadian.

"Kamu inginku tembak?" Chelsea menyeringai melihat Digo telah meninggalkan mereka.

"Tidak semudah itu Chelsea!" Geram Roman.

"Dor"

Tangan Chelsea yang sedang menodongkan pistol itu terlepas, Chelsea menatap Roman dengan tajam.

"Kamu menembakku?" Wanita itu meringgis melihat darah segar mengalir dari bahunya.

***

Digo tak berhenti memanjatkan do'a ketika melihat Sisi di dalam rumah sakit, dasar wanita gila bisa-bisanya dia dulu mencintai moster seperti Chelsea.

"Keluarga Nona Sisi"

"Ya saya suaminya dok, bagaimana istri saya?" Digo dengan cepat mendatangi dokter.

"Pasien banyak kehilangan darah, dan kami terpaksa harus mengoprasi janin dalam kandunganya. Apa anda bersedia menanda tangani untuk pengangkatan janin pasien?" Ucapan sang dokter membuat Digo terpaku.

Apa katanya? Mereka akan kehilangan bayi mereka? Apa yanh harus dia katakan pada Sisi nanti.

"Mr Digo. Ini harus cepat di putuskan!" Suara dokter itu memperingati.

"Ya angkat saja janinnya. Selamatkan istri saya" ucap Digo dengan nada serak dan menyedihkan.

NONA CEREWET (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang