LIMA

268 66 13
                                    

"Bunga dari siapa nih?", Raka berteriak dari ruang tamu rumahku, karena kini aku sedang berada di dapur untuk membuatkannya minum.

Raka tiba di rumahku tiga puluh menit setelah ia mengirimkan pesan.

Ah aku lupa menaruh bunga itu di kamar, karena tadi aku sibuk merias diri agar Raka tak melihat mata sembab ku.

"Gatau, bukan punya gue", aku berjalan menuju ruang tamu kemudian duduk di sampingnya.

Aku berbohong! Padahal jelas hal itu adalah hal yang paling aku tidak suka. Aku hanya tidak mau dia tau kebenaran bahwa ada laki-laki yang sedang mendekatiku. Entahlah, aku tidak punya alasan mengapa aku tidak mau dia tau.

"Kok kamu bego sih cantik", Raka mencubit kecil pipiku. "Jelas-jelas ini ada tulisan, "TO : OLIV", ucapnya lagi, sambil menekan kata to Oliv dan menunjukkan tulisan itu kepadaku.

Bahkan aku baru melihat kalau ada kertas yang terselip di bunga itu. Lalu bagaimana kalau sudah seperti ini. Pura-pura tidak tau akan terlihat bodoh. Ah memalukan sekali.

"Eh emang buat gue ya? Tadi tuh si kurirnya cuma nganterin doang, dia juga gak tau ini dari siapa dan buat siapa. Ternyata buat gue", aku mengambil bunga itu dari tangan Raka.

Akhirnya aku membalasnya. Tadi ketika mengirimi ku pesan, Raka sudah menyebut kata gue.

"Oh dari secret admirer", Raka tertawa masih dengan wajah mengejeknya.

"Apaan sih", aku melemparkan bantal sofa ke wajahnya.

"Akhirnya setelah sekian lama menjomblo, sahabat gue punya gebetan juga", Raka mengacak rambutku.

"Gue bukan gak laku ya, tapi emang gak mau pacaran."

"Karena gua nunggu lo Raka Revaldi", lanjutku dalam hati.

"Dari siapa sih Liv? Buka dong suratnya, gua kan mau baca", Raka berusaha merebut bunga di genggamanku.

"No, this is a secret", aku berlari menuju kamarku.

"Oliv pelit."

"Bodo."

"""

"

"Kayaknya kalo cuma buat maen hp doang, di rumah lo sendiri juga bisa deh", aku memecahkan suasana hening di antara kami.

Kini kami sudah berada di taman belakang rumah ku. Sepertinya Raka marah, karena sedari tadi dia hanya diam dan sibuk memainkan ponselnya. Mungkin karena aku tidak mau mengatakan siapa yang sudah memberiku bunga.

Raka tidak menjawab sama sekali. Bahkan ia tidak melirik ke arahku sedikit pun. Aku jadi penasaran, mengapa dia begitu sibuk dengan ponselnya. Padahal dia tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Liv, siap-siap deh sana. Kita pergi ke gramedia", tiba-tiba dia bersuara.

"Gramedia? Lo gak salah? Sejak kapan lo suka ke gramed?", aku tertawa mengejek.

"Cepetan deh Liv, gak usah bawel", dia menatapku dengan tatapan serius.

"Yaudah gua ganti baju dulu."

*
Aku sibuk memperhatikan manusia disamping ku. Kini aku berada di dalam mobil Raka, menuju Gramedia yang terletak di Bintaro Plaza. Dia terlihat begitu antusias dan....
BAHAGIA!

Iya, dia terlihat begitu bahagia. Bahkan sepanjang perjalanan dia tersenyum sambil bernyanyi, mengikuti lagu yang berputar di radio. Aku tidak mau bertanya lagi mengapa dia mengajakku ke tempat itu. Takut jika nanti dia menatap ku dengan tatapan tajamnya.

"Turun Liv", Raka menyadarkanku bahwa kami sudah sampai. Ah belakangan ini aku sering sekali melamun.

"Gramed di lantai berapa sih Liv?", Raka bertanya sambil melihat kesekeliling.

"Itu", aku menolehkan kepala Raka ke arah Gramed.

"Ayo cepet", Raka menarik tanganku.

"Lah, ini kok jualan tas sih. Dimana bukunya?", Raka bertanya dengan muka bodohnya, tapi tetap terlihat tampan.

"Di atas beb. Jangan malu-maluin deh."

Sore itu Gramedia sangat ramai. Mungkin karena sebentar lagi anak-anak kelas 12 seperti kami, akan menempuh Ujian Nasional. Dari tadi Raka terlihat sibuk mencari sesuatu. Bola matanya tidak berhenti bergerak

"Nyari apaan sih?", akhirnya aku bertanya.

"Lo cari aja buku yang mau lo baca ya. Gua tinggal dulu bentar", belum sempat aku menjawab, dia sudah pergi meninggalkan ku.

Akhirnya aku berjalan menuju tempat favoritku, novel. Aku sama sekali tidak tertarik dengan buku pelajaran, meskipun sebentar lagi aku akan melakukan Ujian Nasional.

Belum sampai ke tempat Novel, aku melihat seseorang. Sepertinya aku mengenali perempuan itu. Ah iya, dia Silvia Andara, wanita yang sedang di dekati oleh sahabatku, Raka.

Raka! Aku baru sadar, apa mungkin Raka mengajakku ke sini supaya dia bisa bertemu dengan Via? Berarti alasan Raka bermain hp tadi karena Via. Lalu Raka terlihat bahagia di mobil tadi, itu juga karena Via.

Benar saja!
Seharusnya aku pergi. Tapi kaki ini terasa kaku. Padahal hati dan mata ini sudah tidak kuat lagi. Bayangkan saja, aku melihat orang yang biasanya menghabiskan waktu bersama ku, kini sedang bercanda dan tertawa bahagia bersama orang lain. Bahkan selama ini, Raka tidak pernah mau ku ajak untuk pergi ke Gramedia atau ke toko-toko buku lainnya. Hanya Via yang bisa!

"Lo cengeng ya Liv."

Aku terkejut. Kemudian mengusap air mata yang sudah menetes, sedikit, lalu berbalik menuju sumber suara. Aku semakin terkejut, setelah tau siapa orang dihadapanku ini.

"Lo ngapain di sini?", tanyaku dengan nada sinis.

"Emang kenapa? Lo pasti mikir kalo gue ngikutin lo. Iya kan?"

"Isshhh", aku mendengus kesal.

"Ikut gue", tiba-tiba dia menarik tanganku.

"Gak mau", aku mencoba melepaskan genggaman tangannya.

"Gue laper Liv. Temenin gue makan bentar. Nanti gue anterin lagi lo ke sini."

"Gue gak mau Ga. Lo makan aja sendiri."

"Mau ikut atau mau gue cium lagi?"

Aku melotot ke arahnya. Lalu berjalan meninggalkannya dan tidak menjawab pertanyaan itu sama sekali.

Aku mengambil asal sebuah novel. Tidak, aku tidak membaca novelnya. Novel ini hanya sebuah aksesoris yang melengkapi pengintaianku. Mataku sibuk melirik ke arah dua orang itu. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sangat bahagia.

Shiitt!!!
Via melihatku! Dia melihatku yang sedang memperhatikan mereka. Aku melirik laki-laki disebelahku. Dia masih sibuk membaca buku.

"Lo laper kan? Ayo makan", aku menariknya keluar dari tempat itu.

"'"
Di voment ya guys😘



Dear Friend... I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang