ENAM

248 58 12
                                    

Aku melirik laki-laki di sebelahku, mencoba membiasakan diri dengan kenyataan bahwa laki-laki ini sekarang tidak lagi hanya melihat ke bangku yang berada di sebelahnya, namun juga dia akan lebih sering melirik wanita yang berada di bangku belakang kami melalui kaca spion mobilnya.

Sejak kemarin, ketika kami pulang dari gramedia, mobil Raka tidak lagi diisi hanya oleh ku dan Raka. Ada kehadiran perempuan yang sudah dua hari ini mengisi hari Raka, selain aku.

Aku menoleh ke bangku belakang dan kemudian tersenyum pada perempuan itu. Aku cemburu dengan wanita itu. Dia bukan hanya bisa dekat dengan Raka, tapi juga bisa mendapatkan cinta Raka. Memang Raka belum menyatakan cintanya, dia juga belum menceritakan hal itu padaku. Tapi aku sudah bisa melihat dari mata dan tingkahnya belakangan ini.

Terakhir kali Raka bercerita mengenai perempuan yaitu ketika kami SMP. Itupun dia hanya mengatakan bahwa dia sedang sedih karena teman kecilnya itu sudah pindah. Jika aku mengingat kejadian itu, aku seakan tersadar bahwa saat itu Raka begitu menyayangi temannya. Cerita itu aku dapat dengan susah payah, karena itu merupakan tugas yang diberikan oleh senior kami. Dimana kami harus mendapatkan info sedetail mungkin mengenai masa kecil partner kami dan ternyata partner ku adalah Raka. Itu bukan pertama kali kami bertemu.

Aku menarik sedikit sudut bibirku ke atas. Tersenyum tipis mengingat kejadian lalu, ketika aku pernah mengatakan bahwa aku membencinya karena dia sangat sombong dan menyebalkan. Bagaimana tidak, pertemuan pertama kami berawal dari aku yang tidak sengaja menabraknya karena aku berlari terburu-buru, takut terlambat datang dihari pertama MOS.

*
"Maaf, aku tidak sengaja. Tadi terburu-buru", ucapku sambil menatap laki-laki itu.

Dia tidak menjawab, hanya diam dengan tatapan tajamnya. Setelah aku lihat pakaiannya, dia menggunakan ikat pinggang tali rapia dan juga memakai kaos kaki berwarna merah dan putih, sama seperti ku. Pasti dia murid baru di SMP Taruna juga.

"Kamu sekolah di SMP Taruna kan?", aku memberanikan diri untuk bertanya. Persiapan jika nanti aku telat maka aku memiliki teman.

Dia masih diam, lalu berjalan meninggalkanku.

"Eh tunggu dulu. Bareng dong jalannya, kayaknya kita terlambat deh", aku mencoba mengejarnya, mensejajarkan langkah kaki ku dengan nya.

"Modus", dia berbicara dengan pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.

"So' ganteng banget ya lo jadi orang, gua cuma mau berteman doang. Tapi kalo orang kayak lo gak cocok buat di bilang temen", aku berlari meninggalkannya.

Dear Friend... I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang