10| Absurd Parah

85 9 0
                                    

Nina masuk ke kamar dengan grasak - grusuk. Ia menghempaskan diri di kasurnya secara kasar. Ia masih kesal dengan Ata karena masalah tadi pagi. Pasalnya, saat mereka berpisah di koridor, mereka gak ngobrol lagi. Nina males ke kantin karena pasti ada Ata. Ata sendiri juga cuek bebek saat mereka berpapasan di koridor di jam istirahat. Jangankan senyum, lirik aja nggak!

Iya sih, tadi Ata yang ngaterin pulang pake taksi. Nina gak enak mau nolak karena Ata mengajaknya pas Nina lagi sama temen - temen ceweknya. Nina gak mau ditanya ini - itu kalo nolak ajakan Ata, karena pasti temen - temennya mikir mereka ada masalah.

Tapi meskipun dianter pulang, selama perjalanan, mereka masih tetep diem - dieman. Ata diem. Nina diem. Sopir taksinya juga ikutan diem. Semuanya aja diem! Bahkan saat sudah sampai rumah, Ata cuman ngomong 'langsung istirahat.'
Nina ngangguk. Keduanya gak ada yang senyum.

Tok tok tok

Suara pintu yang diketok membawa Nina ke dunia nyata.

"Nin!" Teriak seseorang diluar sana. Nina males bangun, jadi dia hanya jawab "masuk, pintunya gak dikonci."

Kepala laki - laki menyembul dari pintu lalu masuk. Ia duduk di kursi belajar Nina dan menatap gadis itu.

"Udah pulang kak?," Tanya Nina tanpa melihat wajah cowok itu. "Gue kira masih seminggu lagi, kayak biasanya."

Denis. Kakak laki - laki Nina memandang adiknya dengan iba bercampur bosan.
"Kenapa lo? Dateng - dateng udah rusuh. Mau robohin rumah?" Tanya Ata mengabaikan pertanyaan Nina.

Nina terduduk. Memandang kakaknya dengan tampang cemberut. Sorot matanya memandang wajah Denis. Denis yang sudah hapal gelagat Nina, langsung tau alasannya. Pasti gak jauh - jauh dari Ata.

"Ata lagi?" Tanya Denis bosan.

Nina mengangguk. Denis geleng - geleng kepala.
"Nina, Nina. Kalian itu kenapa, sih sebenernya? Setiap gue pulang, kalian ada aja masalahnya. Gue telfon, sms, whatsapp, juga gitu. Ata juga lumayan sering keliatan badmood kalo gue telpon, apalagi kalo nyangkut lo," Denis memandang adiknya gemas. "Sumpah gue bosen."

Nina melempar bantal kearah kakaknya. "Lo gak tau kak. Ata itu ngeselin banget. Gemes gue. Awas aja kalo nanti nelpon, gak akan gue angkat!"

"Ala. Sok - sok an gak mau ngangkat. Lo berdua mah gitu. Sok marahan, gak mau ngomong, saling cuek. Tapi nanti apa? Gue berani taruhan, kalian bakal baikan bentar lagi. Paling lama besok."

"Gak, gue-"
Ucapan Nina terpotong karena ponselnya berbunyi. Nina melihat layarnya dan nama Ata tertera disana.

Nina gak mau angkat. 'Kan malu sama kak Denis. Tadi Nina bilang gak bakal angkat 'kan? Yaudah, biar Nina cuekin aja panggilan Ata. Ata gak nyerah, ia terus menghubungi Nina, tapi Nina masih cuek.

"Udah angkat aja. Gausah sok jual mahal." Ujar Denis tengil.

Nina mendelik dan kemudian mengangkat panggilan dari Ata. Wajah Nina cemberut bercampur kesal. Tapi beberapa saat kemudian raut wajahnya berubah cerah. Denis menaikan satu alis melihat perubahan suasana hati adiknya ini. Perempuan memang membingungkan.

"Iya ...," ucap Nina lewat telepon pada Ata. "Hmmhh, iya gapapa ... kenapa? Ogitu ... iya dimaafin, gue juga minta maaf ya? Ho'oh kita baikan ... iya, daahh."

Panggilan diakhiri. Nina mesem - mesem gaje. Ia memandang kakaknya ceria. Sangat berbeda dari beberapa saat lalu.

"See?, gue bener lagi 'kan?"

Nina tersenyum malu - malu. Ia gak enak sama kakaknya gara - gara tadi.

"Udah, sana mandi. Udah sore." Ujar Denis yang diangguki Nina.

***

Ata tersenyum saat panggilan berakhir. Rasanya sangat lucu saat mereka marahan karena sebab yang sepele lalu baikan lagi semudah balikin telapak tangan. Nina yang istimewa.

"Bang." Panggil Ryan dari arah dapur sambil membawa chiki.
Ata noleh karena merasa dipanggil.

"Nyokap sama bokap lagi ada kerjaan di luar kota. Katanya lo disuruh jagain gue." Ujar Ryan.

Ata menaikan satu alis bingung.
"Kenapa gue harus jagain lo?"

"Ya karena lo abang gue."

"Lo udah gede. Udah SMA. Gak malu minta gue jagain? Jaga aja diri lo sendiri." Cuek Ata.

Ryan melempar isi chiki nya ke kepala Ata. "Kenapa malu? Lagian gue ngerasa aman kalo lo yang jagain."

Ata ikut melempar chiki yang Ryan lempar tadi ke wajah si empunya. "Geli gue dengernya. Lagian kalo bukan dari sekarang lo belajar jaga diri, lo mau ngandelin siapa nanti kalo gue gak ada."

"Lo kok ngomongnya gitu sih bang?"

"Lah emang iya, 'kan? Gue itu-"

"Lo bukan Tuhan. Jadi gausah ngaco." Potong Ryan.

Ata tertawa geli. Ryan ini lebay. Bawaannya besar - besarin semua hal, kaya Nina aja. Ia menatap adiknya yang masih diam sambil melihat kearah tv. Ata tau meskipun mata Ryan ke layar Tv, tapi pikirannya pasti kemana - mana. Dasar Ryan!

A.n

Hai gimana bab yang ini? Semoga suka ya😊
Btw, ada apa sama Ryan sampe - sampe langsung badmood gitu ya? Tunggu aja ya.
Yang di mulmed Nina lagi. Lucu ya? Jadi pengen ngelindes😂

Keep vote

Gastaseno [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang