14| Romantic Moment

72 9 0
                                    

"Ta, capek." Keluh Nina dengan suara manja yang dibuat - buat.

Mereka saat ini sedang berjalan menuju halte untuk pulang. Tadi pagi sebenarnya Ata bawa motor, tapi sayang, motornya mogok pas distater. Jadi gak ada cara lain buat pulang selain naik angkutan umum. Nina pengen naik taksi biar cepet, karena pasti ada aja taksi yang lewat di depan sekolahnya. Namun Ata menolak tegas. Katanya buang - buang duit, dan masih ada bus. Ata sejujurnya kenyang denger keluhan Nina. Daritadi cewek itu bilang panas lah, debu lah, kakinya pegal lah, pokoknya banyak. Bukan apa - apa, jarak dari sekolah ke halte memang cukup jauh. Wajar kalau cewek rumahan kayak Nina banyak ngeluh.

"Jalan aja, si. Udah deket ini," Balas Ata. Bukannya jalan, Nina malah duduk di trotoar dan menselonjorkan kakinya. Ata dengan terpaksa menghampiri Nina dan ikut duduk di sebelahnya.
"Gitu aja capek, gimana kalo disuruh lari marathon." Ejek Ata.

Nina diam, tak menjawab ataupun menatap wajah Ata. Gini, nih, si Nina. Manja. Gampang ngambek kalo lagi capek. Tas yang ia bawa nampaknya cukup berat, karena Nina suka bawa banyak buku ke sekolah. Beda jauh dari Ata yang hanya membawa 1 buku tulis dan satu pensil. Buku lainnya ia taruh di loker dan pulpen ia biasa pinjam punya Ali.

"Ayok, ah, jalan lagi. Udah mendung tuh, bentar lagi ujan." Bujuk Ata. Nina akhirnya menengok ke sebelah, memandang Ata, lalu menjulurkan kedua tangannya.

"Gendong." Ucapnya. Nah kan. Nina manja. Maunya gendong mulu. Dari SMP sampe sekarang bawaannya pengen digendong. Berat sih, enggak. Tapi tetep aja capek.

"Ogah, ah. Jalan aja sendiri, tuh! Haltenya udah keliatan."

"Ayolah." Ujar Nina dengan mengeluarkan puppy eyes andalannya. Huh! Ata gak bisa nolak kalo udah gini. Ia berdiri dan memindahkan tasnya di depan badan, lalu berjongkok di depan Nina. Nina tau, Ata pasti bakal gendong dirinya. Maka Nina bangkit dan naik ke punggung Ata lalu memeluk lehernya sambil tersenyum.

Ata bangun, Nina di belakang sudah mesem - mesem karena udah lama gak digendong Ata. Ia meletakan kepalanya di sebelah leher Ata. Dari sini saja aroma rambut Ata sudah tercium. Wangi sampo, bukan pomade. Lembut dan tidak lepek karena Ata memang tidak suka pakai gel rambut kayak cowok jaman sekarang. Kecuali kalau ia pergi ke acara formal, baru ia akan memakainya. Sungguh kalau kalian melihat mereka, kau pun pasti akan tersenyum melihat betapa manisnya mereka.

Karena kebahagiaan tidak selamanya harus dari ucapan manis. Tapi kebahagiaan, harus hadir dalam kesederhanaan yang berkualitas. Itu baru sempurna.

Ata menurunkan Nina ketika sampai di halte. Sepi. Mungkin karena bus nya sudah jalan, jadi lebih baik mereka menunggu bus selanjutnya. Nina menggayungkan kedua kakinya saat duduk di tempat duduk yang ada di halte, sementara Ata menyenderkan punggungnya di tiang halte sambil menyilangkan tangan di depan dada. Tadi Nina sudah mengajak Ata duduk, tapi dia gak mau. Katanya biar kalau busnya udah dateng, ia bisa langsung masuk nyari tempat duduk. Ya sudah. Nina tidak memaksa.

Suara guntur terdengar keras, dibarengi dengan turunnya hujan dengan deras. Nina bangkit dan berdiri di sebelah Ata. Ata memandang kearah Nina dengan pandangan datar. Seperti orang yang bertemu orang asing.
"Ta!" Panggil Nina.

"Apa?" Tanya Ata.

"Main hujan - hujanan, yuk?" Pinta Nina.

"Gak."

"Ayolah. Jarang - jarang kita ada di luar waktu ujan gini. Berdua lagi."

"Gak mau. Kayak bocah tau, gak. Inget umur, Na. Udah gede masa main ujan - ujanan."

"Itu romantis Gastaseno Ganindra! Lo gak tau sih."

Ata memandang Nina tanpa minat. Tak mengerti kenapa gadis ini sangat keras kepala. Untung sayang!
"Nanti sakit, Kare Ayam!" Ujar Ata berusaha bersabar.

"Gak bakal. Gue ini gak gampang sakit. Sistem imun gue kuat." jelas Nina.

"Lagi iklan, lo?"

"Ish, Ata!"

Ata tak peduli. Ia kembali melihat kejalanan. Bus nya belum lewat juga. Mau sampe kapan ia harus berada di sini.
Tanpa disangka - sangka, Nina berlari melewati Ata dan menerobos hujan. Berdiri di tengah jalan sambil menari - nari. Nih anak, ya. Dibilang jangan hujan - hujanan, juga! Dasar bebel. Ata memanggil nama Nina untuk kembali berteduh disini. Namun Nina seperti orang tuli, ia tak mengindahkan panggilan Ata dan malah semakin gencar menari bahkan melompat di jalanan yang terguyur hujan lebat itu. Ata semakin gemas pada tingkah Nina. Bukan gemas karena Nina lucu, tapi gemas ingin membuang Nina ke kali Ciliwung saking bebelnya dikasih tau.

Ata semakin kelabakan saat Nina terjatuh karena terpeleset jalan yang licin. Bukannya cemberut seperti biasanya, Nina malah tertawa dan bangkit lagi, lompat lagi, dan menggila lagi. Ata dilema antara menarik Nina ke halte lagi atau membiarkannya. Kalau ia membiarkan Nina di bawah hujan terus, bisa - bisa gadis itu sakit. Ata lagi yang repot. Tapi kalau ia menarik Nina ke halte, itu artinya ia harus ikut menerobos hujan dan kemungkinan besar malah diajak hujan - hujanan. Ia menjilat bibirnya bingung. Namun selanjutnya ia tahu harus berbuat apa. Ia menerobos hujan dan menarik Nina ke tepi jalan. Posisinya memeluk tubuh Nina.

"Lo denger gak, sih, tadi ada suara klakson mobil?," Omel Ata setelah melepas pelukannya. "Kalo lo sampe ditabrak gimana? Siapa yang bakal tangung jawab?!"

Nina tersenyum, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Mereka berada di tepi jalan, bukan di dalam halte, jadi dapat dipastikan keadaan baju seragam mereka sekarang basah total. Tinggi Ata yang memang jauh dari Nina membuat gadis itu mendongak untuk menatapnya, tak peduli matanya perih karena terkena hujan. Ata sedikit menunduk, menatap kesal kearah Nina. Seragamnya basah kuyup, sehingga menempel sempurna di badan atletisnya. Rambutnya yang basah terkena hujan terus mengalirkan air dan sekarang mulai lepek. Mata Ata yang hitam pekat, hidungnya yang seperti perosotan anak TK, serta rahangnya yang tegas, sungguh terlihat tampan, apalagi di jarak yang sedekat ini. Tak heran bila banyak siswi di sekolah yang menyukai Ata, bahkan gencar PDKT padahal mereka tau kalau Ata sudah punya pacar.

Tanpa menunggu lama, Nina langsung memeluk tubuh Ata. Tangannya terasa pas di badan lelaki itu, kepalanya yang setara dengan dada cowok itu membuat Nina dapat merasakan detak jantung Ata. Nina merasa hidup. Bahkan hanya dengan mendengar detak jantung pacarnya ini. Ata tampak terkejut karena perlakuan Nina yang tiba - tiba memeluk dirinya. Ata tak balas memeluk, namun juga tak melepaskannya. Di jalan yang sepi sore ini, membuat Nina merasa dunia hanya milik mereka berdua.
Itu saja sudah cukup untuk Nina.

A.n

Hai hai kalian reader.
Kali ini aku mau post yang menurut aku cukup manis. Tapi gatau deh kalo menurut kalian.

Hehe. Keep vote yaws

Gastaseno [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang