17| Mensiversary

66 6 0
                                    

"Kenapa?"

Ata terdiam. Ia tak tau harus menjawab apa sekarang.

"Ehm, karena ... karena saya gak biasa minum kopi kak. Takutnya nanti malah gak bisa tidur malamnya. Gitu." Ucap Ata akhirnya.

Denis tak merespon lagi. Ia hanya mengangguk dan kemudian berjalan ke dapur. Tak lama kemudian, ia datang membawa dua gelas tinggi di tangannya. Satu gelas di tangan kiri terlihat berwarna oranye, terlihat jelas bahwa itu adalah sirup. Sedangkan di tangan kanannya, ia memegang gelas dengan cairan bening tanpa rasa dan tanpa bau untuk Ata, yaitu air putih.

Ia menaruh gelas tersebut di meja yang ada di depan Ata lalu berkata kalau ia akan memanggilkan Nina diatas - yang omong - omong belum juga turun dari tadi. Ia menaiki anak tangga satu persatu. Sementara menunggu, Ata meminum air putihnya serta mencomot satu kue kering yang memang sudah tersedia diatas meja.

Tak butuh waktu yang terlalu lama, Denis sudah nampak menuruni anak tangga, lengkap dengan adiknya yang mengikut di belakang. Nina mengikuti pergerakan saudaranya tersebut sampai pada akhirnya mereka sampai di depan Ata. Nina seperti biasa. Tersirat rasa senang yang terpancar di bola matanya begitu mengetahui keberadaan sang pacar berkunjung ke rumah.

Nina berjalan mendekat lalu duduk di seberang Ata. Senyum tertahan terlihat di wajahnya, sedang yang ditatap menampilkan seulas senyum tipis, yang sama sekali bukan Ata. Nina mengerutkan alis bingung. Bibirnya sudah hendak terbuka ketika suara kak Denis menginterupsi.

"Jadi ikut ke rumah sakit gak?" Tanya lelaki itu. Nina yang ditanya malah nyengir, dan Denis mendengus karena mengerti. "Yaudah deh, Kakak berangkat sekarang. Ta, gue duluan."

"Sip." Ata mengacungkan jempolnya pada Denis yang kemudian hilang di balik pintu.

"Kenapa, Ta?" Tanya Nina sambil meletakan bantal sofa di pahanya.

Hening lagi. Ata terdiam, namun sangat kentara bila ia ingin mengatakan sesuatu namun tertahan. Nina dengan sabar menunggu, hingga 5 detik kemudian Ata membuka suara.

"Makan yuk." Itu bukan pertanyaan, pun bukan ajakan. Tapi sebuah intruksi sebuah keharusan.

Ata dengan sifatnya.

Nina mengangguk samar setelah membatin. Dengan tidak sabar, Ata kembali berujar.

"Gimana?" Tanyanya lagi.

"Yaudah, tapi gue ganti baju dulu." Jawab Nina sembari berdiri. Tak disangka, Ata ikut berdiri dan menahan tangannya hingga Nina menoleh.

"Gausah ganti baju. Itu aja gapapa," ujar Ata.

"Tapi-"

"Lama, udah buruan!" Ata melepas cekalannya lalu berjalan keluar. Meninggalkan Nina tanpa menghiraukan apakah tadi ia sempat menjawab atau tidak. Alhasil, ia hanya cemberut lalu mengikuti Ata. Masa bodoh tidak bawa tas. Toh yang ajak makan Ata, jadi biar dia yang bayarin. Hehe.

***

"Lah? Katanya mau makan?"
Tanya Nina dengan raut wajah terkejut.

Pasalnya, tadi Ata mengajaknya makan. Nina berpikir, bahwa Ata akan membawanya ke suatu tempat - kafe misalnya - untuk makan. Tapi yang terjadi, adalah Ata yang malah mengajak Nina pergi ke rumah cowok itu.

"Ya, ini mau makan." Jawab Ata sembari berjalan masuk kedalam rumah.

"Tapi ... gue kira ... lo bakal ngajak gue makan dimana gitu."

Ata berhenti berjalan lalu menengok Nina yang ada di belakang.
"Gue tadi 'kan cuman bilang 'makan yuk?'. Bukan bilang 'makan diluar yuk?' Yaudah, kita makan di rumah gue."

Gastaseno [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang