12| Ada Apa?

88 8 0
                                    

"Gue balik dulu yak, Kanjeng Ratu udah harus luluran." Ucap Ata jahil pada teman - teman di kelasnya.
Teman - teman Ata nyengir.
Nina mencubit lengan Ata hingga laki - laki itu meringis.

"Shh, sakit bego." Desis Ata.

"Bodo amat, Babi!" Balas Nina yang sekarang sudah berjalan lebih dulu.

Diatas motor Ata, Nina sudah duduk nyaman. Tangannya sudah melingkar erat di pinggang Ata. Ata melirik dari arah spion kiri. Wajah Nina bete. Kaya orang yang gagal diajak kencan.

"Cemberut tapi meluknya kenceng, ya." Sindir Ata.

Nina menggeplak punggung lebar Ata.
"Turunin gue sekarang."

"Lah?" Bingung Ata.

"Turunin!" Paksa Nina.

Ata menepikan motornya di pinggir jalan.

"Katanya mau turun? Jadi ?" Tanya Ata polos pada Nina.

Di belakang Nina tampak kesal. Tapi ia tetap turun juga.
"Jadi lo beneran mau nurunin gue ?"

Ata menaikan satu alis bingung.
"Katanya tadi mau turun, 'kan?"

"Ish, lo mah. Gue 'kan ceritanya lagi ngambek," rengek Nina. "Bujuk, kek"

Ata tersenyum miring.
"Emang mau banget?"

Nina mengangguk. Ata mengedikan bahu.
"Okedeh, kasian anak pak Doni," ujar Ata menyebut nama papa Nina. "Ayok naik."

Kali ini Nina baru mau senyum lagi. Ia dengan suasana hati yang lebih baik dari sebelumnya, naik keatas jok motor Ata. Ia dengan senang hati melingkarkan tangannya di pinggang Ata. Seperti biasa. Nina akan menyenderkan kepalanya di punggung Ata. Agak basah sih sebenernya, karena tadi Ata abis panas - panasan sama temennya. Tapi gak papa, Ata tetep wangi. Hehe.

***

"Ata." Panggil Nina pada Ata yang sedang minum air putih di sofa ruang tamunya.

Tadi sebenarnya setelah mengantar Nina pulang, Ata juga ingin langsung pulang. Tapi berhubung diluar lagi hujan dan Ata lupa bawa jaket dan jas hujan, ia jadi neduh dulu di rumah Nina. Sekalian nemenin Nina juga, sih. Kasian dia, orangtuanya lagi kerja, dan baru pulang besok. Kak Denis juga lagi di rumah sakit dan tak tau pulangnya jam berapa.

Ata yang merasa dipanggil, menoleh kearah Nina. Wajah Ata yang terlihat seperti bertanya 'ada apa', langsung membuat Nina berkata lagi.

"Kenapa lo suka banget minum air putih? Setiap makan diluar juga mesennya air putih, padahal lagi di kafe." Tanya Nina.

Ata diam sebentar. Ekspresinya susah ditebak. Terjadi hening yang cukup lama, hingga kemudian Ata menjawab.
"Emang kenapa? Air putih 'kan sehat."

"Ya gapapa, sih," ucap Nina. "Aneh aja, gitu. Orang pergi ke kafe biasanya mesen teh, kopi, atau apalah. Nah, lo masa air putih."

"Ya biar gak mainstream." Ucap Ata santai dan ngaco.

"Gak bosen?"

Kali ini Ata menatap Nina.
"Emang lo pernah bosen makan nasi?," Nina dengan gelengan. Ata lanjut bicara.
"Itu juga sama kaya gue. Ngapain bosen minum air putih? Selagi itu gak merugikan umum, air putih juga murah. Lumayan buat hemat."

Nina masih bingung.
"Tapi dari SMP gue jarang, bahkan gak pernah liat lo minum minuman lain."

"Ya, itu tadi alasannya."

"Tapi, kan-"

"Udah, lah," potong Ata. "Kenapa jadi bahas soal gue, dah."

Nina diam. Mungkin gak tau mau ngomong apa lagi. Ia minta izin pada Ata buat ke atas, ke kamarnya. Nina ingin mandi bentar sama ganti baju, sedangkan Ata mengiyakan dan menunggu di bawah. Nina berjalan menaiki anak tangga satu - satu. Pandangan Ata mengikuti punggung Nina. Wajah lelaki itu nampak sedih dan menyesal.

"Maafin gue, Nin. Gue belum bisa cerita sekarang." Gumam Ata.

***

Hari ini Ryan sedang duduk menonton film di home theater rumahnya. Hari ini ia bisa bersantai dengan tenang karena terbebas dari PR. Ia duduk di sofa dengan ditemani beberapa chiki dan jus apel. Sangat santai. Ia dengan kaos putih yang melekat di tubuhnya yang sekarang cukup atletis -- meskipun tak se atletis Ata -- dan celana boxer. Ia bahkan tak peduli bila diluar sedang hujan. Yang terpenting baginya adalah bersantai di hari ini dengan film horor sebagai penghibur.

Ketenangannya seketika sirna saat suara wanita paruh baya memanggil namanya. Wanita itu berjalan menghampiri Ryan dan duduk di sebelahnya. Ryan menoleh dan sedikit kaget melihat kehadiran ibunya.

"Mama udah pulang?," tanya Ryan. "Bukannya kata mama masih 2 hari lagi ya?."

Wanita yang dipanggil mama oleh Ryan itu menjawab.
"Iya, sebenarnya. Tapi mama kepikiran aja sama kalian."

"Sama kita, atau sama bang Ata?" Ucap Ryan menggoda mamanya sambil menaik turunkan alisnya.

"Sama kalian lah," Ucap Via, nama mama Ryan dan Ata.
"Abang kamu kemana? Kok jam segini belum pulang. Mama cari di kamarnya juga gak ada."

Ryan mengedikan bahu tanda tak tau.
"Paling main dulu ke rumah kak Nina. 'Kan diluar masih hujan, mungkin lagi neduh disana."

Mama Ryan nampak khawatir.
"Mama khawatir sama abang kamu, Yan."

Melihat mamanya yang seperti itu, Ryan mengambil tangan mamanya dan mengusapnya pelan.
"Mama gausah khawatir. Bang Ata bakal baik - baik aja."

Via memandang anak bungsunya dengan ekspresi yang tak berubah. Matanya sedikit sendu, namun ia memaksakan untuk sedikit tersenyum
"Semoga aja benar begitu."

Dan Ryan menarik mamanya ke dalam pelukannya. Mengusap - usapnya lembut untuk menenangkan ibunya. Dalam hati Ryan bertekad akan 'menjaga' abangnya dengan seluruh kemampuannya.

A.n

Hai, maaf baru update.
Soalnya akhir - akhir ini lagi ada beberapa hal yang cukup menyita waktu *dih, sok sibuk

Ada lomba parade ogoh - ogoh antar banjar di desa aku. Jadi harus sering - sering latihan sama kelompok muda - mudi.

Belum lagi SMP lagi ujian sekolah, pulangnya jam 12 jadi sampe rumah harus langsung belajar karena jam 3 udah harus latihan. Pulang latihan juga jam 8 malem. Belajar lagi sampe jam 11 malem, abis itu udah. Langsung tidur dan besok gitu lagi. Paketan juga lagi sekarat jadi gak bisa update. (Ini kenapa jadi curhat?)

Udah deh, kenapa jadi ngaco gini. Tapi ya itu, deh. Hehe

Keep vote ya

Gastaseno [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang