Mereka bisa mendengar, melihat, menyentuh, merasakan, dan mencium sesuatu, lebih dari yang orang lain lakukan....
* * * * *
Earyo Hemma Chandra, ia memiliki sebuah rahasia yang tidak seorang pun mengetahuinya. Hemma berbeda. Lebih tepatnya telingany...
Aga membuka matanya. Beberapa detik yang lalu ia baru saja melompat ke dalam lubang yang menjadi pintu menuju Dark House. Tapi sekarang... ia melihat sesuatu yang sangat tidak ingin dilihat. Di tengah luasnya hutan belantara ini, kenapa ia harus muncul di tempat ini?!
Ratusan–, tidak, mungkin jutaan ular kini terhampar di hadapannya. Ular pohon. Menggelihat satu sama lain di dalam rawa. Seolah menandakan bahwa rawa itu adalah kawasan teritorial mereka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aga sedikit bergidik. Beruntung ia tidak mendarat tepat di tengah-tengah jutaan ular tersebut. Ia meraih sebuah dahan pohon untuk naik ke atas karena ia mendarat di sebuah kubakan yang sedikit lagi masuk daerah rawa tersebut.
Hutan ini lebat. Hutan hujan tropis yang lembab. Apalagi ini masih pagi, tingkat oksigen masih sangat tinggi. Berbanding terbalik dengan suhu yang menusuk ke tulang. Beruntung baju yang dikenakannya –meskipun tipis– bisa membuatnya hangat. Tapi hutan ini berbeda. Sangat berbeda. Beberapa tanaman terlihat ganjil di mata, seolah baru dilihat Aga untuk pertama kalinya.
Tyo pernah mengatakan bahwa hutan ini kemungkinan akan sangat berbeda dengan hutan yang ada di Bumi. Tumbuhan, hewan, dan semua isinya. Hanya beberapa yang terlihat sama. Tyo juga bilang letak Dark House sebenarnya tidak sepenuhnya diketahui. Tyo hanya dapat membuat alat untuk mengantar mereka menuju istana itu tanpa mengetahui letak tepatnya. Mungkin masih di area Dunia Bumi, atau bahkan bisa saja sudah masuk wilayah Dunia Perbatasan (Kawasan perbatasan antara Dunia Bumi dan Dunia Fixio)
Aga mengedarkan pandangannya. Matahari masih muncul malu-malu. Membuat suasana sekitar masih remang-remang. Beruntung matahari itu masih terlihat sama, terbit dari Timur.
Aga mendarat di tempat ini sendirian, seperti yang sudah ia bayangkan. Ia berharap ia dan kawan-kawannya bisa berkumpul dengan segera.
Tiba-tiba ia mendengar sesuatu yang jatuh di tengah rawa. Ketika berbalik, seekor anak rusa dengan bentuk lebih menyerupai kuda baru saja tercebur ke dalam rawa tersebut, membuat jutaan ular yang ada langsung mematuk dan mengerumuninya.
Sekali lagi Aga bergidik. Ia harus pergi menjauh dari tempat ini segera jika tidak ingin bernasib sama seperti rusa –atau kuda– itu.
Satu setengah jam ia berjalan terus menuju Utara dari tempatnya semula yang kemungkinan berada di Selatan, tapi teman-temannya masih juga belum terlihat.
Selama perjalanan menyusuri hutan, suara gemerisik seketika terdengar oleh telinga Aga. Ia memasang sikap waspada. Suara itu seperti suara daun kering yang sedang dimainkan.
Apa itu?
Arah suara itu terdengar dari balik batu besar yang ada beberapa meter di samping Aga. Aga mencoba memeriksanya dan seketika mematung. Itu adalah kucing hutan yang sedang berguling di tengah rerumputan kering. Bukan sesuatu yang menakutkan seharusnya. Tapi... itu kucing raksasa! Besar sekali. Kucing raksasa dengan bulu coklat yang lebat dan bertotol.