Chapter 1: After 7 Years Married

3.2K 167 21
                                    

KAYGA

Kulangkahkan kakiku untuk menelusuri area joging track di taman terdekat rumahku. Salah satu keluarga kecil yang terdiri dari suami istri dan kedua anak kembarnya yang mungkin berusia sekitaran tiga tahun sukses mencuri perhatianku. Betapa sempurnanya kehidupan pasangan suami istri itu. Aku tersenyum miris ketika mengingat hal itu tidak terjadi padaku.

Mataku yang sibuk memandang kesana-kemari hingga tak menyadari jika aku bertabrakan dengan gadis kecil yang tingginya hanya sepinggulku. Dia terjatuh dengan bokongnya yang mendarat terlebih dahulu diatas tanah. Aku berjongkok untuk membantunya berdiri.

"Hey! Apa kau terluka?" Tanganku berada dikedua sisi bahunya kemudian beralih wajahnya, untuk memastikan jika dia baik-baik saja.

"Tidak bibi. Fika baik-baik saja. Telimakasih sudah beltanya." rambutnya yang dikuncir kuda bergerak-gerak saat dia berbicara dengan semangatnya. Betapa cantik gadis kecil ini. Sungguh, wanita yang melahirkannya pasti sangat beruntung memiliki anak secantik dan sepintar dia.

"Jadi namamu Fika?"

"Iya. Maaf bibi, Fika halus kembali pada ibu, nanti ibu Fika malah." dia langsung berlari begitu saja, meninggalkan aku yang masih berjongkok dan dipenuhi rasa kagum padanya.

Aku kembali berdiri dan berjalan ke-arah salah satu bangku taman yang beruntung sedang kosong. Mungkin inilah kebiasaanku hampir setiap hari di sore harinya. Berjalan kaki ketaman, duduk menyendiri disalah satu bangku dan memandang iri ke-arah beberapa wanita yang sibuk bermain dengan putra-putrinya. Pergulatan kecil terjadi antara seorang ayah dan putranya ketika mereka berebut bola sepak. Sempurna adalah kata yang cocok untuk menggambarkan kehidupan rumah tangga mereka. Setiap siang berganti malam, malam berganti siang dan begitu hingga seterusnya, aku tidak henti-hentinya melantunkan doa-doa pada sang pencipta, berharap ia akan segera mengirim seorang malaikat kecil di kehidupanku. Hari-demi hari, hidupku semakin tidak bersemangat dan tidak bergairah. Ketakutan akan satu-satunya orang yang selama ini menemaniku, menjadi mimpi terburuk bagiku saat tiba-tiba ia mungkin saja meninggalkanku karena kekuranganku. Dia mungkin selalu berkata jika ia tidak akan meninggalkanku, tapi ketakutan itu selalu menyerangku bagai bumerang setiap waktunya.

"Sudah kutebak jika kau berada disini." pria yang baru saja kupikirkan datang tiba-tiba dan duduk disebelahku dengan balutan jass kantor yang masih ia kenakan. Tujuh tahun berlalu membuat ia semakin dewasa dan matang. Tumbuh beberapa rambut tipis dibagian rahang dan atas bibirnya. Rambut panjangnya yang dulu aku kagumi sekarang sudah terbuang entah kemana, hanya menyisakan pangkalnya yang panjangnya tidak lebih dari 5 cm. Tahun ketahun aku semakin mencintainya dengan sikapnya yang semakin manis dan memperlakukanku layaknya seorang ratu di rumah kami.

Tangannya memelukku dari samping dan menarik kepalaku agar menyender dibahunya. Selama seharian, wangi parfumnya belum juga menghilang. Dia memang pria yang sangat menjaga penampilan dan kebersihan dilingkungan sekitarnya.

"Jangan terlalu dipikirkan! Kita pasti memilikinya suatu saat nanti." ucapnya lalu mencium puncak kepalaku. Dia selalu berkata semacam itu saat menangkap basahku yang sedang memandang anak-anak kecil yang sedang bermain dengan orang tuanya. Dia selalu berusaha menenangkanku, walau aku tau dia sendiri sedang memikirkan hal yang sama denganku. Selama tujuh tahun pernikahan kami, kupikir aku akan menjadi wanita paling beruntung di dunia ini. Pertama, aku sudah memiliki pria tampan yang sangat mencintaiku. Tapi point kedua yang sampai saat ini belum kumiliki, belum kami miliki. Seorang malaikat kecil yang mampu menyempurnakan kehidupan rumah tangga kami belum kami dapatkan hingga saat ini. Beribu cara telah aku maupun ia lakukan. Berkonsultasi ke dokter, sering menggendong bayi agar tertular, mengkonsumsi makanan yang bisa menyuburkan rahimku, dan cara lainnya tapi kami tidak pernah mendapatkan hasil apapun. Hampir setiap malam, saat Harry sudah benar-benar terlelap dalam tidurnya, aku menangis sendiri. Memikirkan bagaimana mirisnya hidupku. Di pagi harinya Harry selalu mendapati mataku yang membengkak, tapi aku selalu bilang jika aku menangis dalam mimpiku dan itu terbawa hingga ku terbangun. Beruntung ia mempercayainya.

"Ayo kita pulang. Ini sudah hampir malam." aku tersadar dan baru menyadari jika dia sudah berdiri dihadapanku seraya tangan kanannya terulur ke-arahku. Aku tersenyum ke-arahnya sebelum membalas uluran tangannya.

...

Makan malam yang lumayan menyenangkan walaupun hanya kami berdua yang menempati meja makan. Harry sudah masuk kedalam kamar kami sedari tadi, setelah ia makan malam. Sementara aku masih membersihkan alat masak dan piring kotor yang kami gunakan. Tidak ada pelayan, tidak ada satpam ataupun supir dirumah ini, mungkin terkadang saat weekend, seorang pekerja akan datang untuk membersihkan rumah ini. Hanya ada kami berdua dirumah ini. Aku sengaja menyuruh Harry agar tidak mempekerjakan pelayan karena aku bisa melakukan pekerjaan rumah ini. Aku sudah berhenti bekerja di perusahaan Louis saat setelah tiga bulan pernikahan kami, Harry-lah yang menyuruhnya, membuatku akan merasa bosan berada di rumah sendirian. Harry melarangku karena ia pikir aku akan segera mengandung, namun kenyataan berkata lain.

"Sayang!! Apa kau belum selesai?" Aku menoleh sekejap ke-arah kamar kami dan mendapati Harry yang berada di pintu yang hanya memperlihatkan setengah tubuhnya saja. Aku tau apa yang di-inginkannya saat ini, karena itu aku mempercepat untuk membilas perabotan. Aku selalu berusaha memberikan jika ia memang menginginkannya. Aku belum bisa memberikannya seorang bayi, dan aku tidak akan membuatnya kecewa berkali-kali dengan menolak keinginan untuk melayaninya.

"I'm coming!" aku berjalan kearah kamar kami setelah mengunci pintu utama dan mematikan semua lampu luar. Aku mengunci pintu kamar kami saat sudah berada di dalamnya. Dia sedang duduk ditepi ranjang dan tersenyum saat aku datang. Aku heran, hampir setiap malam kami melakukannya namun dia tidak pernah bosan. Tapi aku senang, itu artinya aku tidak membosankan untuknya.

Aku berjalan mendekatinya dan duduk di pangkuannya dengan posisi membelakanginya. Tubuhku otomatis bersandar didada bidangnya, sementara dia sudah memelukku dan membenamkan wajahnya dileherku.

"Kau lama sekali." gumamnya membuat aku terkekeh. Lidahnya sudah mulai menjelajahi leherku, menghisap dan menggigitnya pelan. Aku bergerak gelisah di pangkuannya membuat sesuatu dibawahku mengeras. Tubuhku terangkat dan dia langsung merebahkanku diranjang king size kami. Dia menyeringai sebelum kembali menyerang leher dan bibirku. Aku tau, setiap hari aku harus mempunyai tenaga yang lebih untuk mempersiapkan diri ketika dia menginginkan untuk melakukannya. Dan aku tau malam ini akan menjadi malam yang panjang dan akan berakhir hingga pagi hari.

**************

Chap pemanasan belum ada smutnya ya.

Jangan lupa vomment untuk next chap.

Harry's Wife // Hendall (Sequel of Harry's Girlfriend)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang