About the Little Box

43 6 2
                                    

Yena here.

Tanganku masih gemetar menggenggamnya. Kotak ini. Saksi bisu kesakitanku di malam yang menyakitkan. Bahkan, kotak ini yang juga membuat hatiku runtuh. Menjadi berkeping keping , dan menjadikannya semakin hancur sekarang. Aku membukanya , semakin mataku menatapnya, semakin luka hati yang telah luka. Nafasku berat. Seakan terlalu banyak tekanan di ruang ini. Mungkin setelah tau maknanya , mungkin akan semakin sulit bagiku tidur malam ini.

Tak lagi kudengar suara turis dan bell boy yang dari tadi meramaikan lorong dengan derap kaki mereka. Sepertinya memang sudah sangat larut. Aku masih belum menutup gorden jendela. Memang sengaja kubuka , karena aku sungguh ingin menjasikan musim semi di Tokyo ini sebagai pelipur laraku. Perlahan, aku memantapkan hati. Menarik sepucuk surat di ujung kotak. Surat yang semoat kubaca setengah , dan mengiris lembut hatiku kala itu.

Mataku mulai menelusur. Sunyinya malam membuat gesekan kertas yang kubuka terdengar jelas, dan ngilu. Membuat hatiku benar benar bergetar.

****
To : girl who make me fall in love for the first time.

Hay , kalo kamu udah nrima dan baca surat ini ,tandanya aku udah ngungkapin perasaanku. Aku bingung mau bilang apa. Tapi yang pasti makasih udah bikin aku kenal yang namanya perasaan jatuh cinta. Itu indah banget. Rasanya aneh.

Aku bisa seneng dan sedih dalam satu waktu. Itu rasanya campur campur. Tapi enak. Kayak gado gado yang biasanya kita makan kalau pulang sekolah. Hehe.

Baru kali ini.  Aku ngrasain gimana pingin selalu deket sama seseorang ,pingin selalu jadi perhatian dia. Dan kamu yang bisa bikin aku ngrasain itu.

Aku nggak pinter berkata kata. Izinin aku suka sama kamu. Walaupun kamu nggak bisa terima aku ,paling nggak izinkan aku mengagumi dalam diam ,sebagaimana selama hampir setahun ini terjadi. Aku udah suka sama kamu ,sejak kita pertama kali ketemu.

Kalau kamu tanya kenapa? Aku nggak pernah punya alasan yang cukup jelas untuk itu. Tiba tiba aja, aku ngerasa tenang di deketmu. Aku selalu suka ngeliat rambutmu yang berkibar kibar pas lari. Aku suka kamu yang diem di depan bangkuku sambil dengerin lagi di IPod. Aku suka kamu yang pura pura nggak peduli sama kejailan aku. Kamu satu satunya cewek yang bisa kayak gitu.

Wait... Kenapa semua ini seakan akan hal hal yang aku lakukan waktu SMA dulu? Apa maksudnya? Atau aku yang ke GR an?

Aku melanjutkannya.
**

Kamu yang akan jadi sandaran waktu aku udah nggak punya lagi semangat. Kamu yang ngubah sunyinya hidupku jadi ramai. Kamu yang akan nyanyiin lagu lagu sendu kapanpun itu. Aku bakalan seneng banget ,kalau seandainya lagu lagu yang kamu nyanyiin itu buat aku.

So , kamu sekarang udah tau betapa tololnya orang yang kamu kenal ini. Aku yang gak bisa bikin kata kata romantis. Aku yang cuma kayak gini adanya. Tapi denganmu , kamu bisa bantu aku jadi lebih baik. Aku menyayangimu sungguh. Dan akan selalu demikian. You are my first love , and I hope will be my last love.

From the stupid boy who fall in love , Prayodya Sandi Wijaya to girl who always make me fall in love again and again. Dearest Ananda Rayna.

Deg..
Tanganku lemas , surat itu jatuh ke pangkuanku. Apa aku sudah terlalu lelah ,sampai aku salah membacanya? Atau semua ini memang benar?

Sekali lagi mataku menelusuri kalimat terakhir. Itu namaku. Berulang kali kubaca. Dan itu memang namaku. Hatiku terkoyak. Tercabik. Aku terlihat seperti orang yang paling bodoh. Aku melirik isi kotak yang lain. Ada sebuah note , di kotak coklat itu.

"Jangan kaget. Ini coklat kamu yang pilih. So enjoy it dear."

Setelah 6 tahun. Es dalam hatiku mulai luruh. Mencair menjadi air mata yang sekarang jatuh menyakitkan melalui kelopak mata menuruni alur pada pipi. Kenapa? Kenapa aku harus menutup mata dan hati 6 tahun ini. Aku menangis tak percaya. Menyalahkan malam ,menyalahkan sakura yang berguguran indah di musim semi itu. Menyalahkan segala hal. Mengacak acak rambut, seperti orang gila. Aku ini apa? Jadi ini semua kesalahpahaman? Mengapa Rendi tak pernah mencoba menjelaskannya? Bahkan dia tak pernah menghubungiku saat aku di Singapura? Kenapa? Di ujung malam itu, penyesalanku berkumpul ,menyiksaku ,menyesakkan dadaku ,tak mengijinkanku terlelap sedetikpun. Menjadikan aku orang terbodoh. Orang tertolol. Aku membenci perasaan ini. Aku membencinya. Sangat membencinya.

----
Rendi here.

Malam akan segera berlalu ,aku masih belum terlelap. Jantungku berdegup kencang. Aku tak tau apa penyebabnya. Tapi yang jelas , rasanya seperti ada yang aneh. Aku mencoba menenangkan diri. Menatap bulan yang tersenyum di langit dengan aroma musim semi Jepang. Apa yang sedang kamu lakukan Yena? Tubuh kita tak jauh ,namun rasanya hatiku begitu jauh. Akankah rahasia ini tak kan pernah tersampaikan? Otakku tak bosan  memutar terus menerus perkataannya di pesawar tadi. Aku merasa wanita yang kucintai 7 tahun terakhir itu telah membangun sebuah tembok yang sangat besar , dengan bahan bahan pilihan yang akan sulit untuk diruntuhkan. Apa benar , seluruh kenangan kami telah luruh dari ingatannya?  Bukankah penyesalan tak lagi punya guna untuk saat saat seperti ini? Malam itu , seorang remaja telah menghancurkan kisah asmaranya sendiri. Hanya karena pilihan yang tak pasti. Aku merebahkan diriku di atas kasur ,menatap sekilas smartphone yang tergeletak di atas meja. Ingin sekali , menggerakkan jari jari ku untuk mengetik pesan untuknya. Aku merindukannya. Sangat parah.

----
Fajar menyingsing di ufuk timur. Baru saja bangun dari peristirahatannya. Begitupun aku. Aroma musim semi ini begitu menenangkan. Dan yang membuatku lebih bersemangat pagi ini adalah , seharian aku akan menghabiskan waktu dengan wanita itu  meski hanya sebatas rekan kerja. Tapi rasanya , hanya dengan menatap senyum sendu itu, tenang sudah hati ini.

Aku bersiap siap ,mengalirkan air hangat dari shower untuk menyegarkan diri. Hari ini aku harus tampak segar di hadapannya. Satu set jas berwarna biru tua telah tergantung di pintu lemari , lengkap dengan sepatu dengan semir hitam mengkilat di bawahnya. Kurasa aku sudah cukup siap untuk bertemu wanita pujaanku pagi ini. And it's time to begin ,to prove my confession.
Tok tok..
Tanganku pelan mengetuk pintu kamarnya. Aku sudah berlatih untuk menampilkan senyum paling manisku pagi ini. Hampir satu jam aku menyiapkan ,dengan senyum senyum sendiri di depan cermin seperti orang gila.

2 menit berlalu tak ada sahutan. Apa mungkin dia masih bersiap siap? Sekali lagi aku mengetuk pintu kamarnya lembut.

Tok tok tok..
Tak ada jawaban. Aku mengambil smartphone yang kusakukan di saku celana. Memencet beberapa karakter untuk mencari nomornya.

Tut... Tut...

Dia tidak mengangkatnya. Aku mulai khawatir , apa dia baik baik saja? Sekali lagi aku mengetuk pintu kamarnya. Dan lagi lagi belum ada sahutan. Aku semakin khawatir ,apa harus kudobrak pintunya? Ok, mungkin memang harus. Satu..... Dua... Ti.....

Pintunya terbuka. Huftt..

Tapi , apa yang terjadi padanya? Dia tak terlihat baik. Mata surga itu nampak sembab, rambutnya acak acakan. Dia masih mengenakan piama. Sudut bibirnya nampak sedikit terluka. Ada beberapa lebam di tangannya. Sungguh apa yang terjadi padanya?

"Kk...kamu kenapa?", aku bertanya gagap. Memegang bahunya yang terlihat lemah. Mata surga itu kini menatapku. Ada gurat kesedihan mendalam di dalamnya. Sangat dalam ,dan terlihat sangat menyakitkan.

Matanya terlihat berkaca kaca, memantulkan bayangan wajahku di bagian pupil nya. Dia masih menatapku. Pandangan yang  begitu memilukan, dan terasa benar sakitnya.

"Bagaimana kamu bisa seperti ini? Siapa yang melakukannya?", aku celingukan melihat ke dalam kamar hotelnya. Apa seseorang memaksa masuk kamarnya kemarin malam? Dan membuatnya menjadi seperti ini?

Pelan tangannya terangkat, dan tangan lembut itu meraih tanganku yang sejak tadi memegang sisi bahunya.

"Kamu.",katanya lirih.

"A...a..aku?", dia mengangguk. Lukanya seperti tak tertahankan. Dia menangis , dan jatuh bersandar di dadaku.

Deg..deg..
Apa ini mimpi Tuhan? Jantungku berdetak sangat kencang , aku yakin dia mendengarnya. Tanganku canggung ,kaku di tempat awalnya. Apa yang harus aku lakukan? Aku canggung tapi menikmati situasi ini. Namun ,aku tak pernah suka orang yang kusayangi menangis. Pelan ,aku mencoba menggerakkan tanganku untuk membelai lembut rambut hitamnya yang lurus. Kejadian ini, rasanya seperti 7 tahun lalu, di rumah sakit tatkala penyakit mamanya pertama kali diketahui. Saat itu tanpa ragu dia bersandar di pundakku dan menangis di sana. Apa ini tandanya kau memberikanku kesempatan untuk kembali merengkuhmu dalam hidupku?
---

NB :
Yeay!! Part 19 selesai. Maaf ya , rasanya kayak ngrangkak lagi buat nulis ini. But ,i really enjoy it. Udah dapat feel nya Rendi Yena  belum? Semoga cepet balik ya feelnya. Jangan bosen" buat nantiin kelanjutan  ceritanya. Tinggalin jejak ya Readers!!! Love you guys as always 😘😘 See you on next part

Silent Way Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang