SEMBILAN

5.5K 548 36
                                    

Haiiii~~

Aku gak nyangka sebenernya masih ada yang baca cerita bulukan seperti ini. Tapi, makasih banget ya masih pada mau baca. Padahal ceritanya gaje gini dengan jadwal update yang gaje juga authornya yang gaje heuheu

Secara garis besar ceritanya masih sama kaya dulu, aku cuma rapihin dan nambah beberapa adegan. Seperti biasa typo dan gaje selalu ada.

Sejujurnya, aku udah nggak ada feel sama cerita ini. Tapi aku sayang readers ku yang udah lama nunggu huhuhuhu jadi aku usahain, kalau aku lama gak update berarti idenya lagi mandet. Mohon di maklum yaa hehehe.

Kalau mau tanya-tanya lewat dm atau wall aja, kalau di komen aku gak bisa bales. Gak enak aja cuma bales satu orang yang lainnya gak aku bales. hehehe

Oke sekian bacotanku. Selamat membaca~~~




****



Drrrt Drrrt Drrrt


Kesekian kalinya ponsel itu bergetar dan kesekian kalinya Dinda abaikan. Padahal sudah sejak dua jam yang lalu puluhan pesan dan belasan panggilan menyerbu ponselnya. Dia abaikan saja sementara matanya sibuk melihat baris-baris pada pada sebuah novel. Hanya dia lihat, tidak dibaca sama sekali karena fokusnya sudah hilang entah kemana. Sampai seorang pelayan mendatangi mejanya dengan satu gelas Coffee Latte dingin, menyusuli dua gelas lainnya yang telah kosong.

Sejak sore tadi Dinda betah berdiam di café ini. Karena di sini sering di putar lagu-lagu korea dan alasan lainnya karena dia tidak ingin segera pulang.


Sama seperti tadi pagi, Dinda juga pulang lebih dulu dari sekolah tanpa menunggu Samantha. Makanya sekarang ponselnya di serbu notif-notif yang isinya tidak jauh dari pertanyaan Dinda dimana?

Dinda malas membalasnya. Kenapa manusia-manusia jaman sekarang tidak paham dengan istilah me time. Waktu dimana dia ingin sendirian saja, tanpa di ganggu siapapun sekalipun itu Samantha.



Langit di luar sudah gelap, si malam sudah menjemput si siang sejak beberapa lama yang lalu. Pelayan café mulai menatap Dinda aneh. Gadis yang duduk sendirian berjam-jam dengan 3 gelas kosong kopi di hadapannya. Tentu saja aneh. Meja di sampingnya sudah berganti pelanggan sejumlah 4 kali. Sementara mejanya masih di duduki oleh orang yang sama.

Aneh, kan?

Tapi yang paling aneh adalah, kenapa dia sebegitu kesalnya kepada Samantha? Sampai melihat wajahnya saja Dinda tidak mau. Dia marah. Tapi tidak jelas alasannya.

Masa hanya karena si Albi itu? Ugh, sial Dinda ingin bunuh diri saja biar perasaan terlarang ini juga ikut terbunuh.

Dan tambah sial karena sekarang Dinda merasa mual, pening dan mulas. Semuanya bercampur satu, akibat apalagi jika bukan karena kopi-kopi itu. Dengan tidak tahu dirinya Dinda yang seorang penderita asam lambung meminum tiga gelas kopi hingga tandas sampai tetes terakhir.



Drrrrrt Drrrrt

Ponselnya sekali lagi bergetar. Kali ini Dinda mengalah, melirik benda persegi yang menyala menampilkan nama kontak yang sedang memanggilnya.

JUST FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang