"Huaaaaa!"
Dinda memekik tertahan, Samantha yang sibuk memain-mainkan gitar di sampingnya menoleh. Melihat gadis itu merengut dengan dahi yang banjir keringat. Sudah beberapa kali di seka dengan tissue tapi tetap saja keringatnya muncul kembali. Samantha di sampingnya hanya tersenyum geli.
Dinda dengan demam panggungnya memang tidak bisa di pisahkan. Sudah belasan kali tampil di pensi sekolah, tidak membuat Dinda terbiasa. Pasti cemasnya selalu berlebihan seperti sekarang ini.
Tapi saat waktunya tiba, ketika kakinya sudah menginjak lantai panggung dan tangannya mulai memegang mic. Perasaan cemasnya lenyap begitu saja, Dinda bernyanyi dengan lancar tanpa hambatan dengan suara merdu seperti biasanya.
Jadi, Samantha biarkan saja Dinda tenggelam dengan perasaan cemas sesaatnya, karena nanti pun cemasnya Dinda akan hilang dengan sendirinya. Dia hanya sesekali meremas jemari Dinda atau mengusap-usap kepalanya, memberikan sedikit rasa nyaman untuk perempuan itu.
Mereka duduk di belakang panggung bersama peserta lainnya yang juga menunggu giliran tampil. Tinggal satu peserta lagi untuk sampai giliran Dinda dan Samantha naik panggung. Dalam hati, Dinda terus berdo'a agar penampilannya kali ini lancar-lancar saja, agar siswa-siswi yang menonton di depan sana merasa terhibur oleh penampilannya nanti.
"Santai aja Din, ya ampun."
Samantha gemas sendiri melihat Dinda kembali komat-kamit melancarkan do'a-do'anya. Beberapa orang di sekitarnya terkekeh geli menyaksikan kelakuan gadis itu. Padahal suara Dinda sudah merdu, apa lagi yang harus dia khawatirkan.
Sampai seorang panitia mendekati Dinda dan Samantha, menginformasikan bahwa selanjutnya adalah penampilan mereka.
"Din! Sam! Ayo siap-siap."
Samantha memberi tanda oke pada panitia tadi lalu mengajak Dinda segera menuju backstage untuk menyiapkan mikrofon dan lain sebagainya. Samantha mengambil satu botol air yang sudah di persiapkan untuk peserta. Membuka tutupnya lalu menyerahkannya kepada Dinda.
"Sa, gimana kalo suara aku tiba-tiba jadi jelek?"
Dinda menengadah kepala menatap Samantha. Dahinya berkerut semakin gugup melihat sekumpulan penonton dari backstage.
"Ya enggak lah Din. Jangan mikir yang aneh-aneh. Ayo cepet naik."
Dinda dengan pasrah menurut, terseret oleh tarikan tangan Samantha. Mereka berdiri di batas pinggir panggung menunggu peserta sebelumnya menyelesaikan penampilan mereka.
Sekitar 3 menit akhirnya menampilan duet bernyanyi itu berakhir, suara riuh tepuk tangan dan teriakan anak gadis memenuhi seisi lapangan sekolah. Pantas saja, yang barusan tampil adalah Arya si kakak kelas favorit murid perempuan di sekolah. Bahasa kerennya The Most Wanted Boy. Dinda mendecih, padahal masih lebih keren Samantha dari pada si Arya itu.
"Uhm, gimana temen-temen penampilan dari kak Arya sama kak Rindi tadi? Keren kan? Bikin baper ya? Huhuhu sama aku juga baper."
Dinda mendelik pada MC di depan sana. Dia sudah gemetaran menunggu gilirannya tampil dan si MC malah curhat dan memakan waktu lebih lama.
"Lama banget sih ngomongnya itu MC."
"Sabar Din, sabar."
Salah satu panitia yang berada di dekat sana terkekeh geli. Dinda hanya mencuatkan bibirnya menanggapi murid laki-laki yang entah siapa namanya itu.
"Oke dari pada baper kelamaan mending kita liat penampilan selanjutnya. Ada akustikan dari seseorang yang selalu kita tunggu penampilannya. Siapa? Siapa? Yup! Ada Adinda Mahreen Adzannisa dari XI Administrasi perkantoran bersama partner setianya Samantha Joanna Onsu dari XI Multimedia."
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST FRIEND
Teen FictionTentang aku dan dia yang wanita. Tentang aku dan dia yang katanya sepasang sahabat. Tentang aku dan dia yang saling menepis perasaan. Ini semua tentang aku dan dia.