SEBELAS

5.8K 548 30
                                    

Warning ; typo gaje


Dinda berjalan dari arah masjid sekolah, seperti biasa sepatunya sudah hilang dan berubah jadi sandal jepit yang ia bawa sendiri dari rumah. Kebiasaan Dinda, setiap selesai shalat dzuhur di sekolah bawaannya selalu malas memakai sepatunya kembali. Maka dari itu, di tasnya selalu siap sedia sandal jepit. Yang berguna saat malasnya itu kambuh

Menyusuri sisi-sisi lapangan upacara yang teduh di payungi pohon-pohon rindang sendirian. Teman-temannya sudah pulang sejak tadi, sementara dia harus menunggu giliran geladi bersih untuk pensi besok. Kelas-kelas sudah sangat sepi sementara di lapangan sana anggota OSIS masih sibuk menghias panggung yang sudah di pasang sejak kemarin sore.

Jalannya santai sambil memperhatikan orang-orang yang sibuk itu. Beberapa teman satu kelasnya yang juga berada di lapangan sana menyapa. Dinda membalasnya dengan cengiran lebar dan kepalan tangan memberi semangat.

"Belum pulang Din?"

Mayang berteriak dengan mata menyipit, menghindari sorotan sinar matahari yang membuat silau.

"Kan mau geladi bersih."

Dinda balas berteriak tanpa mata menyipit. Karena posisinya membelakangi matahari, matanya jadi aman-aman saja dari silau.

"Eh iya lupa."

"Pikun lo, sana yang semangat hias panggungnya."

"Capek Din, udah gak semangat."

Kata Mayang sambil berbisik takut-takut anggota OSIS yang lain mendengarnya. Dinda tertawa geli melihat penampilan Mayang yang bersimpuh keringat dengan wajah kelelahan.

"Derita lo, siapa suruh mau jadi anggota OSIS."

Mayang mendelik sebal, bukannya membantu gadis itu malah tertawa puas.

"Udah ah, gue mau ke kelas Samantha."

"Yaudah sana. 15 menit lagi geladinya mulai."

Dinda mengangguk mengerti sambil mengacungkan jempolnya, kemudian melesat melanjutkan langkahnya begitu Mayang melambaikan tangan tanda perpisahan, dia lewati belokan menuju koridor kelas Administrasi dimana kelasnya berada. Terus berjalan sampai tiba di belokan menuju koridor kelas Multimedia.

Di koridor itu pun sama sepinya. Hanya terdengar petikan gitar dari salah satu kelas yang berjajar di sana. Dinda sangat tahu dari jemari siapa petikan itu berasal.

Langkahnya ia percepat menuju kelas nomor 3 dari depan koridor. Kelasnya sangat sepi, padahal langit-langit dan jendelanya ramai oleh hiasan pita dan balon. Dinda melonggokkan kepalanya, berniat mengejutkan si pemain gitar. Tapi orang itu memainkan gitarnya sambil menghadap pintu masuk, seolah tahu jika Dinda akan muncul disana. Begitu Dinda sampai di ambang pintu, Samantha menyambutnya dengan senyuman.

Dinda tidak lanjut memasuki kelas Samantha. Malah berdiri bersandar pada pintu masuk, memperhatikan Samantha memainkan gitarnya. Dia tidak begitu tahu lagu apa yang Samantha mainkan, tapi Dinda cukup menikmati. Hatinya berdesir melihat pahatan tuhan di hadapannya. Aura di sekitarnya tiba-tiba terasa sangat damai, entah karena Samantha yang kelewat cantik atau karena Samantha yang berhasil mengobati rindunya.

Rindu yang ia derita karena ulahnya sendiri.

Rindu seharian kemarin rasanya seperti rindu bertahun-tahun. Dinda tahu dia terlalu berlebihan, tapi menangisi Samantha dengan pikiran bahwa Samantha akan meninggalkannya cukup membuat Dinda rindu.

Semua itu Dinda lakukan hanya karena satu alasan, cemburu. Cemburu yang tidak jelas. Cemburu yang membuatnya terlihat bodoh di hadapan Samantha. Rasanya Dinda ingin membenturkan kepalanya pada tembok terdekat sekarang ini juga.

JUST FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang