GIBRAN
Sent. Kusandarkan punggungku ke kursi empuk ini. Menghela napas. Membayangkan bagaimana reaksinya saat membaca email dariku.
Hey there, missing me?
Aku tersenyum samar. Itu adalah pertanyaan terbodoh, pun aku tahu dia pasti merindukanku.
Tentang aku dimana, aku tidak akan memberi tahukannya entah sampai kapan. Biarkan dia menerka-nerka. Aku pun juga menerka-nerka bagaimana perasaannya saat aku tidak ada disampingnya. Aku tidak mau mengucapkan selamat tinggal kepadanya, atau pamit sekalipun.
Never say goodbye, because saying goodbye means going away, and going away means forgetting.
"Gib, ayo ke rumah sakit, udah jam segini." ucap kakakku, Fida yang kuliah disini. Aku menghela napas, rumah sakit lagi. Lelah rasanya setiap minggu harus kesana, bangunan yang di dominasi warna putih, bau obat-obatan yang menyengat.
Rasanya, aku ingin berhenti.
Sebentar saja.
*****
KAYLA
Malam ini aku berhadapan dengan laptop kesayanganku dengan wajah tegang seolah di depanku ada pejabat besar.
Apakah dengan keadaan otakku yang membeku, darahku yang berdesir cepat, jantungku yang berdetak tak sewajarnya, tidak bisa menggambarkan perasaanku sekarang? Bodoh, Gibran bodoh. Mana mungkin aku tidak merindukannya.
Apa? Apa yang harus kutulis? Apa yang harus kujawab?
Aku ingin menjawab dengan jutek atau terkesan dingin seolah tidak apa-apa.
Ayolah, Kayla, berpikir cerdas. Kemana otakmu yang selalu menjadi 5 besar dikelas?
Kuketuk meja berkali-kali, tanda aku sedang berpikir keras. Aku tersenyum miris, hanya karena satu kalimat itu membuat perasaanku terombang-ambing.
From: kaylazidan@yahoo.com
To: gibranafrd@yahoo.com
Subject: hey?
So,
Where have you been?
Sent.
*****
Jendela segi empat berjumlah lima di sisi kanan kelasku memperlihatkan cuaca yang bagus diluar. Tidak mendung, tidak juga cerah. Seakan-akan mendeskripsikan keadaanku sekarang. Entah, aku menjalani hari-hariku seperti biasa. Tapi, ada yang hampa. Ada yang hilang. Seperti saat kamu bermain puzzle, disaat semuanya hampir selesai dan tertinggal satu potongan puzzle yang entah kemana. Walaupun gambarnya sudah terlihat jelas, tetap saja, terasa janggal, kan?
"Kay, udah bel." Bobby menepuk bahuku dua kali. Bahkan aku tidak sadar dari tadi sudah bel pulang sekolah. Kugendong tas biruku di satu pundak dan tersenyum, mengangguk ke arah Bobby.
Aku berjalan gontai di sepanjang lorong. Pikiranku kosong.
Sesampai di depan gerbang sekolah, aku menunggu Kak Ray ditempat biasa.
Satu menit.
Dua menit.
Lima menit.
Sepuluh menit.
Aku melirik jam dipergelangan tanganku. Tidak biasanya Kak Ray telat menjemput.
Aku pun membuka chat LINE dengan Kak Ray untuk menulis pesan, tapi kulihat pesan dari Kak Ray yang berisi ia pulang telat sehingga tidak bisa menjemput.
Oh, Kayla, kenapa kamu bisa lupa? Padahal Kak Ray sudah mengingatkan berjuta kali pagi tadi.
Aku pun berjalan kedepan untuk menunggu angkot. Untung saja, jam segini angkot masih berseliweran, mencari mangsa terutama anak sekolahan.
Saat angkot yang kutunggu datang, buru-buru aku masuk. Sepi. Aku pun mengambil tempat duduk paling pojok. Menyenderkan kepala. Lelah.
Samar-samar kudengar lagu.
Haruskah kuteteskan air mata dipipi?
Haruskah kucurahkan segala isi dihati?
Haruskah kau kupeluk dan tak kulepas lagi?
Agar tiada pernah ada kata berpisah..Mendengar lagu yang kupastikan lawas itu, membuatku tertegun. Entah kenapa, dadaku terasa sesak.
Apanya yang tidak apa-apa saat orang yang penting didalam hidupmu hilang begitu saja?
Bagian mana yang baik-baik saja saat orang yang kamu sayangi, pergi tanpa jejak?
Sepertinya, ia yang diujung sana juga tak akan peduli lagi.
Apakah aku harus juga tak peduli?
*****
Long time no see!!!!!!
Well, maaf banget setahun gue gak update. I've been stucked in somewhere, somehow. Teruuuus, makasih banget yang masih support gue padahal cerita ini udah gak jelas banget heu. Terharu.
Terimakasih!
![](https://img.wattpad.com/cover/6775695-288-k86480.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Journal
Fiksi RemajaKamu bagai pelangi, yang selalu memukau, walau hanya sesaat. Keindahanmu nyata. Tapi kedatanganmu hanya sementara. Hingga aku menganggapmu fana. Pada akhirnya, aku tak tahu bagian mana darimu yang harus aku percayai. Nyata atau fana? © Copyright 20...