"Lo ngapain sih berantakin lemari gue?" tanya Kak Ray untuk kesekian kalinya. Untuk kesekian kalinya juga aku bergumam membalasnya.
"Nyari apa sih? Gue gak nyimpen film bokep!" tandas Kak Ray asal. Aku melirik Kak Ray kesal.
"Jelek banget sih muka lo ampe mengkerut gitu. Sini, cari apa? Biar gue bantu." Kak Ray menarik-narik rambutku jahil.
"WTJ GUE ILAAAAAAAAAANG!" Teriakku melepaskan tangannya dari rambut indahku yang kayak Raisa ini.
"Ya cari, lah!"
"Ini lagi nyari, nyeti." Aku memutar kedua bola mataku.
"Gak disini! Gue kalo minjem WTJ lo pasti gue balikin. Tanya gih sana ke Adrian atau Gibran atau Rissa! Yang pasti bukan di gue, sayang."
Ohiya, kenapa gak sadar ada di salah satu dari mereka, ya...
"Bawel lo nyet."
"Udah sono pergi lu, upil."
"Upil lo tuh, gede!"
"Gapapa, sehat!"
"Najis!" Aku membuka sebuah kotak yang isinya kunci-kunci sepeda, "gue minjem sepeda lo, ya, Kak!" pintaku. Dia menatapku malas, "gak diizinin juga tetep aja diambil, kan?" Aku terkekeh. "tuh, tau!"
"Jika hatiku bertemu hatimu, disana ada dua hati. Hati hati!" kata Kak Ray menjijikan.
"Geli, kampret."
*****
"ASSALAMUALAIKUUUUUUUUM. ADRIAN OH ADRIAAAAAAAN," teriakku lantang.
Pintu rumah Adrian terbuka, "ape lo." jawabnya malas. "Jawab salam itu wajib loh," kataku nyengir lebar selebar lapangan sekolah.
"Wa'alaikumsalam, ada apa Kayla?" ucapnya tersenyum miring. "WTJ gue ada di elo, gak?" tanyaku to the point. Dahinya mengkerut, "GAK!" jawabnya keras lalu menutup pintu rumahnya, "ganggu tidur indah gue aja, sih!" teriaknya dari dalam, aku hanya bisa tertawa.
Tujuan selanjutnya: Gibran.
Ah, tapi aku malas bertemu dengannya. Kemarin bertemu dengannya saja seperti nenek-nenek PMS. Gibran memang unpredictable. Tapi apa salahnya mencoba.
Akhirnya aku sampai di rumah Gibran setelah beberapa kali berpikir. Kupencet belnya, menunggu di bukakan pintunya.
Tak ada yang membukanya.
Aku memencet belnya sekali lagi, menunggu satu menit. Tapi hasilnya nihil.
Kayla N Zidan: kemana loe
Aku memutuskan mengirimnya pesan di LINE dan melanjutkan perjalanan ke rumah Rissa dengan sepeda butut Kak Ray.
Tapi tiba-tiba suara pintu terbuka. aku menoleh, terlihat pembantu rumah Gibran berdiri di ambang pintu. "Eh.... Neng Kayla..." aku mendengar nada gugup disana. "Gibrannya kemana, Mbak?" tanyaku.
"Hm... Itu... Pergi ke... Iya neng pergi." jawabnya. "Kemana?" tanyaku lagi. Kulihat dia berpikir sebentar, "gatau neng."
Aku curiga.
"Oh yaudah, makasih ya mbak." kataku akhirnya, lalu menaiki sepeda.
Aku bingung. Kalau Gibran pergi, kenapa tidak bilang dari awal? Gak usah pake acara gagap-gagapan. Yasudahlah.Kayla N Zidan: sok sibuk lo
Setelah mengirim pesan lagi di LINE, kukayuh sepedanya ke arah rumah Rissa.
"Movie marathon, yuk!" ajak Rissa setelah aku terdiam beberapa saat. Nyatanya, Wreck This Journal ku tidak ada di Rissa.
"Weyy, masih mikirin WTJ lo? Kan gue bilang, pasti ada di Gibran!" kata Rissa, membuyarkan lamunanku. Bukan, bukan karena WTJ itu. Tapi.. entahlah. Seperti ada sesuatu yang mengganjal.
Rissa menghela, lalu tiba-tiba TV yang berada di depan kami menyala, terpampang judulnya: Mama. "APAAN SIH KOK NONTON MAMA?!?" teriakku refleks. Aku tidak suka film berbau horror seperti itu. Tidak suka dalam kamusku maksudnya... takut.
"Lagian daritadi gue tanya gak jawab-jawab," kata Rissa santai lalu mengambil popcorn yang berada ditengah-tengah kami. "Harry Potter aja, ish." Aku mengambil bantal untuk menutupi yang ada di depanku. Rissa menengok kearahku dengan tatapan menghujam, "ck, udah berjuta-juta kali kita nonton itu, Kay."
"Aaah Harry Potter aja, kan ada Daniel Radcliffe!" kataku. Raut muka Rissa berubah, seperti mendapatkan ilham. "Ide bagus!" cetus Rissa, aku tersenyum. "Kita nonton The Woman in Black!" Senyumku memudar. Kuambil bantal disekitar kita dan memukulnya.
Pada akhirnya, kita perang bantal.
*****
AN: yeayyy akhirnya ngepost chap sepuluh! Maaf yang udah menunggu lama. Terharu gue ada yang nunggu... Ini gue ngebut nih, sampe part duabelas! Tapi nanti postnya :p Jadi maaf kalo ada typo dan kesalahan lainnya. Vomments!
KAMU SEDANG MEMBACA
A Journal
Roman pour AdolescentsKamu bagai pelangi, yang selalu memukau, walau hanya sesaat. Keindahanmu nyata. Tapi kedatanganmu hanya sementara. Hingga aku menganggapmu fana. Pada akhirnya, aku tak tahu bagian mana darimu yang harus aku percayai. Nyata atau fana? © Copyright 20...