8

1K 68 4
                                    

Aku turun dengan Adrian dari mobilnya, sedangkan mobilnya beserta sopir Adrian kembali melaju ke rumah Adrian.

Kupandang bangunan familiar yang cukup tua di depanku. Tidak besar juga tidak kecil, di depannya terdapat tulisan Panti Asuhan Mutiara.

...aku merasa de javu untuk kesekian kalinya.

Adrian menuntunku ke balakang bangunan ini, ke tamannya. Macam-macam bunga kulihat, warnanya indah. Taman itu sangat terawat. Udaranya segar.

Saking terkesimanya, aku tidak sadar Adrian sudah hilang. Oh, maksudku, sudah tidak disampingku lagi. Dia sudah jauh, ke tengah-tengah diantara ratusan bunga disini.

Tak lama, dia kembali lagi, dengan setangkai mawar biru.

"Duduk sono," dia menoyor kepalaku, menunjuk ke arah kursi panjang di samping hamparan bunga. "Gue mau ke dalem, ambil cemilan. Baek-baek lu, jangan dirusak bunga-bunganya." ujarnya songong.

"Bawain makanan yang banyak!" teriakku saat dia sudah di ambang pintu belakang panti asuhan.

*****

"Ini tuh panti asuhan keluarga gue," ucapnya memulai pembicaraan. Ku betulkan letak posisi dudukku agar nyaman.

"Yang dibuat sama kakeknya kakek gue. Gila udah lama banget ya," dia menerawang jauh ke depan sambil tersenyum.

"Waktu kecil gue suka main kesini, apalagi di taman ini." Adrian beranjak dari duduknya, menuju hamparan bunga disana. Aku mengikuti lima langkah di belakangnya. "Karena gue anak tunggal, jadi gue suka main sendiri, di sini." Lanjutnya.

"Taman ini udah kayak sahabat gue. Setiap gue kesini, dan memandang beragam bunga disini, itu seperti gue curhat ke mereka. Gue gak ngomong sendiri. Yah, kayak... ikatan batin."

Speechless.

"Gue masih inget, saat ibu gue meninggal, gue masih umur 5 tahun-an. Gue gak menangis, sama sekali. Di acara pemakaman pun enggak. Tapi, setelah acara pemakaman, gue ke sini, dan menangis..."

Dan pada saat itu juga, seperti takdir Tuhan, Tuhan mengutus malaikat kecil. Seorang gadis kecil menghampiri guedan bertanya keadaan gue." Dia berhenti berjalan.

"Mulai inget...?" tanyanya kepadaku, menaik-naikan alisnya

"Inget apa?" 

"Lemot amat sih! Dengerin makannya." ucapnya lalu berjalan kembali sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Di bawah sinar matahari ini, dia terlihat.. umm.

"Udah ah! Lanjut," ucapku tiba-tiba, segera menepis bayangan absurd itu.

"Bahkan dia gak pantes dibilang gadis kecil. Pemikirannya sudah dewasa untuk umur 5 tahun. Gue masih inget kata-katanya.." dia tersenyum.

"Kamu jangan menangis! Masa cowok nangis? Nanti siapa yang ngehibur kalo cewek kamu nangis, kamunya aja cengeng gitu."

Tanpa di komando, otakku sibuk meningat-ingat kejadian itu. Peristiwa 8 tahun lalu. Ya! Aku ingat sekarang. Suara-suara kami berdua yang kontras pun terdengar jelas, terngiang-ngiang.

"Kamu gatau apa-apa! Gadis kecil." refleks aku mengatakan itu.

Adrian tersenyum semakin lebar dan mengacak rambutku, "remember me?"

"We used to be bestfriend, right?" balasku dan tersenyum. Rasanya dahsyat sekali, mengingat kejadian masa lalu sendiri yang diingat orang lain.

"I need a bestfriend hug!" ucap Adrian. Tanpa malu aku memeluknya erat. Rasa 'suka' itu meluap begitu saja, diganti oleh rasa rindu seorang teman lama.

"Hey, motivator gue." Adrian mengakhiri pelukan kami dan merangkulku. "Lo tau? Sejak kejadian itu, gue malu sama diri gue sendiri. Gue selalu berusaha gak menangis melihat hal-hal menyakitkan yang lewat di hidup gue dan gue ambil hikmah dari hal itu tadi," ucapnya.

"Semua itu gara-gara lo, gadis kuat!" Dia menepuk bahuku keras. "Gak ada yang bisa menggantikan motivator sehebat lo, deh." katanya lalu menselonjorkan kakinya dan aku mengikutinya. Kami menggoyangkan kedua kaki kami, ke kiri dan ke kanan, lalu tertawa bersama.

"Hm.. Yan, padahal waktu itu gue ngomong kayak gitu buat latihan drama, loh." Aku memecah keheningan.

Adrian memandangku seolah aku makhkuk dari Galaksi Andromeda. "Serius, lo?" Dahinya mengkerut.

Aku tertawa. Terbahak. "Percaya aja, sih!" Aku meredakan tawaku, melihat Adrian yang masih saja memasang wajah melankolis.

"Tapi, serius, deh. Gue gak sekuat itu. Gue nonton drama korea aja nangis."

Adrian mendengus.

Dari sini, aku mengambil satu pelajaran,

Real friendship will never ends.

*****

"Gue tau lo suka sama gue," kata Adrian tiba-tiba saat kami memutuskan untuk berpiknik disini. Saat mengatakan itu, wajahnya biasa saja, santai, seperti hal itu sudah biasa baginya.

Aku juga tidak merasakan apa-apa.

"Dan gue juga tau, rasa itu cuma sekedar kagum. Lo cuma melebih-lebihkan biar lo suka beneran sama gue, tapi lo gabisa."

"Go find your real prince lollypop." Dia memasang senyum misteriusnya.

"EH? Tau darimana lo?" ucapku kaget. Jelas. Bahkan aku belum menyinggung tentang itu kepadanya.

"Percaya gak gue bisa baca pikiran orang?" Dia menyeringai.

"EH?!?!?!?!?!?" teriakku. "Bacot!" bentaknya dan menjitakku. Aku meringis.

"Gak bisa dibilang membaca pikiran sih. Tapi gue bisa baca muka lo. Ya kayak gitu lah. Muka lo kebaca sih." Aku mendelik, "bercanda."

"Lihat apa yang ada di depan lo," katanya. 

"Depan gue bunga." 

"Susah ngomong sama orang lemot!" Ujarnya lalu mencekikku, kesal.

Memangnya apa yang ada di depanku?

*****

[AN]

Berapa minggu gue gak update? Berapa minggu gue sibuk menata hati? Asik. 

Chapter ini gue persembahkan buat dia. Dia yang tiba-tiba bilang "gue bangga sama lo, tai." as simple as that, tapi sangat bermakna buat gue. Gue jadi merasa berguna buat orang lain. Sejak saat dia mengatakan itu, gue tau, kalo dia adalah inspirasi gue. 

Gila aja! Abis dia ngomong kayak gitu gue langsung ngambil laptop, dan mengalirlah ide-ide gue. Dan hasilnya ini. Semoga dia gak kecewa dengan hasilnya, semoga kalian juga.

MASSIVE THANKS BUAT YANG UDAH BACA CERITA YANG AWALNYA ISENG INI. WOY GANYANGKA WOYYYYYYYYYYYYYYY MAKASIH MAKASIH MAKASIH YANG UDAH VOTE! COMMENT! SILENT READERS JUGA HAHAUHAUHAUHUAHUAHUA.

I CAN'T EXPLAIN WHAT I FEEL.

Intinya,

aku tanpanya, butiran debu. 

HALAAAAAAAAAAAH.

Oke ini AN terpanjang huhuhuhhu abisnya gue bahagia banget sihhhh. Oke oke mari di-akhiri.

Thankyou, guys.

Love,

the amateur writer

A JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang