Reyna Senja, 16 tahun. Dilahirkan dengan selamat pada beberapa jam sebelum waktu senja hari rabu tiba, disalah satu tanggal dibulan Januari. Lahir dengan iringan hujan yang cukup lebat, dan angin yang cukup kencang. Nampaknya, hujan dan angin kala itu turut serta untuk menyambut kelahirannya.
******
Menjadi satu-satunya gadis dalam keluarga nampaknya membuat Reyna menjadi sosok yang sangat cuek. Ibunya, meninggal ketika ia menginjak usia 7 tahun akibat Leukimia. Kepergian ibu membuat Reyna sangat kesepian, dan memaksanya untuk selalu mencari kegiatan yang dapat mengusir kegundahannya. Ayah yang setiap harinya harus pergi ke luar kota, dan Kak Fahri yang sibuk dengan runtutan tugas kuliahnya, membuat Reyna benar-benar merasa sendirian. Jenuh, dan kesulitan menemukan jalan untuk dapat mengembalikan mood baiknya.
Dirumahnya, hanya ada ia dan Bi Ratna, pembantunya. Tidak ada hal yang benar-benar mampu membuatnya senang. Keterbiasaannya dengan lingkungan yang tidak terlalu ramai, membuatnya kesulitan untuk dapat menerima orang-orang baru dalam hidupnya. Tak banyak teman dekat yang ia punya, hanya Alfa, Vera, dan Bela. Tiga orang yang selalu ia jadikan tempat, curahan dari segala isi hatinya. Meskipun begitu, dengan kawan lelakinya Reyna selalu bisa menyesuaikan dengan mudah, hingga berkawan akrab.
"Non Reyna, ini sarapannya sudah Bibi siapkan. Silakan dimakan, non" Ucap Bi Ratna.
"Oh iya Bi, biar aku bawa aja ke sekolah. Ini udah telat soalnya. Kalau papah pulang, bilang aja aku udah sarapan ya, Bi. Aku berangkat dulu." Jawab Reyna tergesa-gesa."
Mendengar ucapan Reyna, Bi Ratna hanya mengangguk hingga kemudian berucap
"Non jangan ngebut, hati-hati dijalan.""Iyaa, tenang aja bi. Aku berangkatttt...!" sahut Reyna. Ia segera meninggalkan rumah, melaju menggunakan beat hitam kesayangannya.
Pagi ini adalah hari pertamanya duduk dibangku kelas 11. Tak ada yang benar-benar ia tunggu, bahkan nampaknya Reyna tidak mengharapkan hari ini datang. Ia sangat menikmati masa-masa liburnya, sekalipun tak ada kegiatan yang benar-benar ia kerjakan dengan penuh hal berarti. Setidaknya, tak ada kegiatan yang berhubungan dengan tugasnya sebagai seorang pelajar. Reyna sangat mencintai kemalasannya. Keadaan dimana tidak ada satupun yang mampu memaksanya untuk bangun dari tempat tidur, atau pergi keluar rumah untuk mengerjakan suatu laporan ataupun bimbingan belajar. Saat-saat seperti ini Reyna hanya mencintai tempat tidur, dan film dalam laptopnya. Walau sesederhana itu, namun sungguh sebuah kebahagiaan yang hakiki untuk seorang Reyna.
Sesampainya di sekolah, segera Reyna memasuki kelas. Tak banyak yang berubah, Reyna tetap satu kelas dengan ketiga sahabatnya. Namun, belum ada satupun yang terlihat. Rupanya Alfa, Bela, dan Vera masih dalam perjalanan. Reyna pun memutuskan untuk menantinya diluar kelas. Tak lama kemudian, seketika seseorang menghampirinya.
"Reynaaaaaa, gila gue kangennnnnn." Ucap Alfa memeluk erat.
"Euh faaa, apasih. Kebiasaan dehh. Biasa aja jangan peluk-peluk gini. aduhh berat fa." Sahut Reyna kesal.
"Aduhhh, iya maaffff." Ucap Alfa memelas.
Beberapa menit kemudian,
"Reynaaaa, Alfaaaaa. Kitaaa datanggg!!!" Teriak Bela sambil berlari, disusul Vera dibelakangnya.
Bela dan Vera memang tinggal satu atap, mereka adalah saudara sepupu. Dimana ada Bela, Vera pasti ikut serta dengannya. Hebatnya, mereka selalu sejalan dan sependapat soal apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring Me My Edelweis
Short Story*** Reyna Senja, abg SMA. Penggemar berat sang bunga abadi Edelweis, melalui seseorang yang mengenalkannnya akan bunga tersebut. Pertemuan dengan beberapa orang yang hanya sekedar datang untuk kemudian pergi pun dimulai. Persahabatannya yang secara...