Karya Farisan Kamestiawara Pratama
Suasana hutan begitu mencekam. Adi berlari masuk ke dalam hutan belantara, disusul dengan kedua temannya di belakang mengikuti punggung Adi. Di belakang mereka, sekelompok preman membawa obor sedang mengejar mereka. Jumlahnya sekitar sepuluh orang, adu fisik pun Adi dan kawan-kawannya pasti akan kalah, preman itu bergerombol dan membawa senjata api.
Hanya Adi yang tahu seluk beluk hutan ini, sebab dia sering mencari getah pohon karet di sini, maka ia memimpin dua kawannya menuju pedalaman hutan. Mereka menembus semak-semak, menginjak jalan berlumpur, dan sesekali jatuh di tanah berbatu. Keringat membanjiri baju mereka. Mereka kira mereka sudah jauh dari komplotan preman, namun preman itu mengeluarkan anjing galak yang pandai mencium aroma manusia. Bukan masalah di mana Adi dan kawan-kawan harus bersembunyi, namun mereka harus lebih jauh dari radius penciuman anjing.
Jika bukan ide gila Adi yang membakar pabrik milik Pak Seno yang terletak di dekat hutan, mereka tidak akan sekabur ini. Sebelumnya, Adi telah menyusun rencana bersama kawannya untuk membakar pabrik itu. Menurut mereka, pabrik itu hanya membawa dampak buruk bagi desa. Setiap pemuda dan pemudi harus bekerja di pabrik itu. Jika tidak, pemuda pemudi itu akan diberi 'pelajaran' oleh komplotan Preman yang bekerja pada Pak Seno. Orang tua yang bekerja di sawah, harus menyisihkan tiga per empat hasil panen pada Pak Seno, dan yang bekerja di pasar harus memberikan keuntungan yang besar bagi Pak Seno.
Pak Seno adalah penguasa di desa. Ia hanyalah menguras tenaga masyarakat. Warga desa yang awam, mau mau saja diperbudak oleh Pak Seno. Pak Seno dan anak buahnya akan menjanjikan keamanan bagi seluruh warga desa. Padahal seharusnya warga desa menganggap Pak Seno adalah ancaman terbesar. Dia juga menjanjikan semua bocah di desa bersekolah sampai tamat SMA, dengan syarat setelah lulus mereka harus bekerja di pabrik milik Pak Seno. Dia adalah diktator yang berhasil menipu warga. Warga memang sudah tidak tahan bekerja untuk Pak Seno. Namun apa daya, pengaruh kekuasaan Pak Seno memang tidak bisa dihentikan, kepala desa pun turut menjadi keluarga Pak Seno.
Pada malam hari setelah bekerja di pabrik, Adi dan lima kawannya memutuskan untuk membakar pabrik. Pabrik itu terbakar. Sayangnya, kedua pemuda itu tertangkap oleh petugas pabrik ketika membakar gedung pabrik. Kini Adi dan kedua temannya yang tersisa harus melarikan diri ke hutan.
Suara tembakan dan lolongan anjing terdengar sahut-menyahut. Salah satu teman Adi, yaitu Bari tertembak di kaki, tumbang begitu saja. Komplotan preman Pak Seno tidak bisa diremehkan. Pak Seno telah merekrut penembak handal. Tak beberapa lama kemudian, Omang yang larinya sudah lambat, tertembak oleh timah panas. "Lari, Adi! Jangan sampai tertangkap!", teriak Omang. Adi melihat ke belakang, menyaksikan kedua temannya yang dipukuli oleh preman. Ia terus berlari sekuat tenaga, menembus hutan.
Dari arah kiri, sekelompok preman berlari mengejar Adi. Adi pun berlari belok ke kanan. Namun di arah kanan juga sudah ada sekelompok preman yang menghadangnya. Di belakangnya, anjing-anjing galak terlihat kelaparan. Adi terkepung. Dari balik kerumunan preman, muncul Pak Seno dengan muka geram. "Ternyata kamu sama seperti ayahmu, keras kepala, brengsek!", teriak Pak Seno.
Satu butir peluru keluar dari pistol yang dipegang Pak Seno, mengenai lengan kiri Adi. Darah mulai keluar dari lengan Adi, ia merintih pelan menahan sakit yang luar biasa. Pak Adi berkata sinis, "Apa yang ayahmu ajarkan, bocah kecil? Sekarang kamu mau pulang?"
" Rupanya anda terlalu senang memainkan warga desa yang tidak tahu apa-apa. Anda hanya memeras kami demi kepentingan anda sendiri," Adi berkata pelan sambil memegangi lengan kirinya yang terluka.
Pak Seno tertawa kecil, "Hahaha, tahu apa kamu tentang kebebasan? Di dunia ini yang akan menang adalah yang mendominasi. Ternyata kamu sama saja dengan pemikiran bapakmu yang tolol itu. Syukur dia sudah mati, tepat di tempat kamu berdiri sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
Short StoryBaris kata yang terangkai, bukan hanya lembar-lembar berdebu di buku tebal untuk kau simpan dan tak pernah kau baca. Setiap hurufnya memiliki arti. Menceritakan padamu kisah yang begitu membekas di hati. Bagaimana cara sebuah tulisan dapat membuatmu...