.
.
Amanda memasukkan ponsel ke dalam tas kecil sambil mendesah kecewa. Tidak ada kabar lagi dari Rehan. Gadis itu sudah mengirim pesan chat pada tetangganya tapi tidak ada respon. Bahkan pesannya tidak dibaca. Semakin khawatir dan bingung dengan laki-laki itu. Amanda merasa tidak melakukan kesalahan atau mengatakan sesuatu yang bisa membuat Rehan tersinggung. Terakhir kali bertemu saat di toko buku, mereka sempat mengobrol tanpa masalah. Setelah itu Amanda cukup sibuk dengan persiapan reuni dan sering keluar dengan Azka. Dia memang jarang mengecek ponsel. Semakin sibuk Amanda pada pekerjaan dia akan semakin jarang mengecek ponsel. Rehan tahu hal itu. Tapi kediaman Rehan membuat Amanda tidak punya pilihan selain bertemu Rehan secara langsung.
Begitu taksi sampai di depan rumahnya, Amanda memberi ongkos dan bergumam terima kasih pada sopir. Barang-barang Amanda tidak banyak. Hanya tas ransel dan tas selempang kecil. Ayahnya belum pulang dari dinas luar kota, karena itu Amanda naik taksi setelah menunggu lama angkot yang tidak datang-datang. Ibunya langsung menyambutnya datang dari dapur.
"Manda bersih-bersih dulu ya bu," ucapnya saat Ibu menyuruhnya makan.
"Kalau gitu sekalian suruh Candra turun."
Amanda mengangguk kemudian menaiki tangga menuju kamarnya. Kamar adiknya tertutup rapat saat Amanda melewatinya. Mungkin sedang belajar.
Aroma apel dan daun pandan menyebar di kamarnya. Amanda merindukan tempat itu. Melempar ransel di dekat meja lalu melompat girang ke ranjang memeluk guling. Tidak ada tempat yang nyaman selain kandang sendiri, wilayah kekuasaannya.
Pandangannya menerawang. Apa Rehan ada di rumah? Amanda melirik jendela kamar. Segera bangkit dari ranjang, membuka setengah jendela kamar, menatap jendela kamar Rehan yang tertutup tirai. Sekarang Amanda yakin tetangganya sedang marah sampai tidak membuka tirai jendela. Rehan tidak pernah menutup jendela kamar. Rehan selalu membuka jendelanya sampai menjelang tidur. Meninggalkan tirai putih transparan yang membatasi penglihatan dari luar.
Perasaannya semakin bingung dan kesal. Kenapa Rehan begitu menghindarinya. Kesalahan apa yang sudah dia perbuat. Amanda tidak tahan. Setelah ini dia akan kerumah Rehan. Mengantar oleh-oleh bisa jadi alasan berkunjung yang tepat.
Dengan cepat Amanda membersihkan diri dan menyiapkan oleh-oleh. Dia mengetuk pintu kamar Candra kemudian masuk ke dalam tanpa menunggu persetujuan adiknya. Adiknya terlihat sibuk belajar tapi Amanda tetap mendekatinya. Meletakkan hiasan bunga Edelweiss warna pink pucat di samping buku-buku adiknya di meja belajar.
"Oleh-oleh buat adek Mbak tersayang," mengacak rambut Candra yang sudah acak-acakkan.
Bocah itu mengerang kesal menyingkirkan tangan Amanda kasar. "Apaan sih mbak!"
Amanda terkejut mendengar tanggapan adiknya yang diluar dugaan. Dia memang sudah terbiasa menerima kekesalan Candra tapi kali ini seperti ada penolakan yang serius. Amanda terdiam sejenak lalu memberikan bungkusan di pangkuan Candra. Tidak terpancing amarah.
"Nih, oleh-oleh yang bener. Ada pei apel kesukaan kamu."
Emosi Candra sedikit surut, membuka bungkusan dan menemukan pei apel favoritnya. Candra melirik Kakaknya sambil bergumam tidak jelas.
Amanda tersenyum geli. "Sama-sama. Dek, waktu aku pergi Rehan mampir kesini nggak?"
Curiga, Candra kembali jutek.
"Dari kemarin aku hubungin nggak bisa terus. Aku chat juga nggak dibalas. Dia sempat mampir nggak?"
"Nggak. Ngapain juga nyariin mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring Wind (Arabian Love) || TELAH TERBIT
عاطفيةTELAH TERBIT . Amanda tidak pernah membayangkan akan dilamar oleh seseorang yang mengenalnya lewat sosial media. Azka, laki-laki keturunan Arab yang merupakan seorang GM di salah satu perusahaan properti terbesar di Amerika. Dengan dukungan orangtua...