.
.
Amanda seharusnya merasa senang hari ini. Semua program kerja untuk akhir tahun sudah selesai dan sudah terkirim ke email kepala bagian, tapi tetap saja dia tidak bisa tenang. Sejak tadi dia menyibukkan diri dengan membantu mengembalikan buku-buku yang baru kembali ke rak. Amanda butuh kegiatan untuk menghilangkan rasa gugupnya karena nanti sore Azka akan datang menjemputnya lagi.
Sudah hampir seminggu sejak pertemuan tak terduga mereka yang berujung makan malam menyenangkan. Jujur saja Amanda menyukai makan malam waktu itu, walaupun masih tersisa rasa gugup dan malu setelahnya. Amanda menceritakan hal itu pada Ayah dan Ibunya. Mereka juga sudah membaca CV dua puluh halaman laki-laki itu. Ayahnya tidak berkomentar banyak, hanya memberi sedikit ceramah agar dia tetap menjaga sikap. Sedangkan Ibunya sangat senang dan mendukungnya, Ibunya adalah orang yang paling bersemangat mendukung proses perkenalannya.
Tadi pagi Azka menghubunginya untuk mengajak makan malam lagi. Laki-laki itu ingin makan makanan Indonesia yang lain. Awalnya Amanda merasa canggung dan ragu. Pertemuan terakhir mereka sukses membuat Amanda tidak bisa tidur semalaman. Namun hatinya mendorong untuk menerima tawaran itu. Toh mereka memang dalam proses perkenalan dan pekerjaannya sudah selesai.
Amanda melihat jam tangannya, sudah hampir pukul empat. Detak jantungnya semakin cepat. Dia sangat gugup sampai telapak tangannya berkeringat mendorong kereta dorong berisi buku-buku yang dikembalikan.
Setelah mengembalikan kereta dorong di dekat meja petugas, Amanda pamit pada petugas jaga dan kembali ke ruang kerjanya. Amanda berpapasan dengan Eki yang berjalan terburu-buru.
"Eh, Man. Boleh minta tolong?" Raut wajahnya begitu khawatir dan kebingungan. "Tadi aku disuruh kasih daftar buku ini ke agen toko buku langganan kita tapi barusan aku dapat telfon, adek sama Ibuku kecelakaan."
"Innalilahi wainnalilahiroji'un. Sekarang keadaannya gimana, mas?" Amanda ingat adik perempuan Eki yang seumuran dengan Candra. Kalau ada sesuatu dengan Candra, dia pasti akan lebih bingung dan gusar dari Eki.
"Katanya baru dibawa di UGD. Nah, aku minta tolong anterin ini ya. Soalnya harus diserahkan hari ini."
"Iya mas. Biar aku aja yang serahin," menerima lembaran itu. "Nanti kabar-kabar keadaannya ya, mas."
Ada sedikit kelegaan. "Iya, dek. Makasih. Nanti aku kabarin."
Amanda menatap khawatir Eki yang sedikit berlari menuju tangga diujung lorong. Semoga tidak ada kabar buruk lagi.
Memandang lembaran daftar buku, sepertinya ada perubahan rencana sore ini. Apa Azka tidak keberatan mendapat sedikit gangguan pada rencana mereka? Amanda harap-harap cemas sambil memberesi sisa pekerjaan dan meraih tas keluar dari ruangan. Hanya tinggal dirinya yang belum pulang, itu artinya Rani belum tahu kejadian yang menimpa Eki. Mungkin dia akan mengabarinya setelah mendapat perkembangannya dari Eki.
Amanda keluar lewat pintu samping dan menuju halaman belakang perpustakaan. Dia bisa melihat Azka berdiri bersandar pada mobilnya. Hari ini laki-laki itu mengenakan turtleneck krem dengan celana jeans hitam. Terlihat lebih casual dan santai dari sebelumnya. Ketika hampir mendekati laki-laki itu, Amanda merasa sedikit takut. Menyadari betapa tegap dan kuat tubuh laki-laki itu. Baju itu membentuk tubuhnya dengan jelas.
Cepat-cepat Amanda mengalihkan pandangan, pipinya terasa panas.
"Sudah lama nunggu?" Cukup terkejut melihat Azka sudah datang.
Azka mengendikkan bahu. "Tidak terlalu lama."
Azka sangat bersemangat dengan rencana hari ini sampai-sampai dia sudah datang hampir satu jam yang lalu. Menunggu Amanda datang dengan perasaan gugup sekaligus senang. Azka memandangi gadis itu, ada yang aneh. Amanda tidak seperti terakhir kali mereka bertemu. Apa dia menyesali rencana hari ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring Wind (Arabian Love) || TELAH TERBIT
RomansaTELAH TERBIT . Amanda tidak pernah membayangkan akan dilamar oleh seseorang yang mengenalnya lewat sosial media. Azka, laki-laki keturunan Arab yang merupakan seorang GM di salah satu perusahaan properti terbesar di Amerika. Dengan dukungan orangtua...