BAB 9 : KEPUTUSAN

2.1K 120 1
                                    

.

.

Bel berbunyi keras di tiap-tiap ruang, menandakan waktu ujian telah habis. Seluruh siswa menatap hasil ujian mereka, memeriksa jika ada yang salah dalam mengisi nama dan sebagainya, kemudian membiarkan penjaga ujian mengambil hasil mereka.

Raut wajah siswa yang mulai keluar dari ruang kelas terlihat berbeda-beda. Ada yang merasa tenang, membicarakan hasil jawaban mereka pada teman-teman, sampai terlihat khawatir dengan hasil ujian mereka nanti. Hal yang terakhir lebih banyak di rasakan oleh para siswa karena hari itu adalah hari terakhir ujian nasional dan tinggal menunggu hasilnya. Meskipun ujian nasional tidak menjadi patokan untuk masuk ke universitas, hasil UN akan menjadi bahan pertimbangan saat ujian masuk ke universitas.

Candra mengusap rambutnya yang sudah berantakan sejak dia mengerjakan ujiannya tadi ketika keluar dari kelas. Beberapa siswi di sekitarnya tampak terpesona dengannya, tapi orang yang bersangkutan tidak menghiraukan mereka dan terus berjalan melewati kerumunan siswa yang sibuk mengobrol. Sebuah lengan merangkul bahunya saat Candra berhasil melewati kerumunan dan mulai menyusuri lorong yang tidak terlalu ramai.

"Gimana tadi?"

Menyingkirkan lengan Ardi kesal. "Biasa aja."

"Emang beda ya kalo sama orang pinter. Soal kayak apapun tetap biasa aja." Candra hanya tersenyum sinis dengan ucapan Ardi.

Sebenarnya mereka berdua sama-sama pintar dan selalu bersaing mendapat peringkat satu di sekolah. Jika peringkat satu ada Candra maka peringkat dua ada Ardi, begitu pun sebaliknya. Mereka berdua sampai dijuluki pangeran jenius. Karena selain pintar mereka juga sering menjadi idola siswi-siswi satu sekolah sampai ada senior yang menyatakan perasaannya pada Candra tapi cowok itu malah mengatakan hal yang membuat senior itu marah.

Candra dan Ardi memang berbanding terbalik. Ardi sangat baik dan murah senyum, sedangkan Candra selalu bersikap dingin dan menjaga jarak. Meski begitu tetap saja banyak siswi yang menyukai Candra.

"Can, anak-anak ngajak main nanti siang, ikut nggak?"

Dulu sebelum masuk SMA Candra tidak pernah ikut kegiatan apapun karena dia sulit bersosialisasi dengan sekitarnya tapi sejak bertemu Ardi dan mengajak Candra bermain basket, mereka berdua menjadi ujung tombak kemenangan sekolah mereka setiap ada perlombaan.

"Libur dulu. Ada janji sama Mas Rehan," membaca pesan masuk dari Rehan yang akan menjemput Candra sepulang ujian.

"Mas Rehan?" Mengingat-ingat nama itu. "Oh iya, lama juga nggak pernah ketemu Mas Rehan."

Candra pernah bercerita mengenai tetangga yang sangat dikaguminya. Secara tidak langsung Ardi juga mengagumi Rehan karena laki-laki itu terus mengejar impiannya untuk menjadi dosen, sama seperti Ayahnya yang menjadi dosen di salah satu Universitas swasta terkenal di kota mereka. Impian Ardi juga ingin menjadi dosen seperti mereka.

"Duluan ya, Ar. Jangan lupa minggu depan kita berangkat."

"Siap, asal jangan di tinggal kencan aja kalo udah sampe sana." Tertawa geli melihat wajah cemberut Candra.

Belum lama setelah mereka berpisah, seorang gadis menghampiri Candra. Ardi yang bersiap memakai helm memperhatikan mereka berdua. Dia ingat gadis itu, namanya Intan, siswi dari kelas sebelah yang beberapa waktu lalu menanyakan tentang Candra padanya. Sudah mengerti apa yang akan terjadi, Ardi kembali mengenakan helmnya. Setelah menyalakan motor dan bersiap pergi, Ardi kembali melihat ke arah mereka. Gadis itu terlihat patah hati setelah Candra meninggalkannya dengan sebuah surat di tangannya yang pastinya sudah di tolak Candra.

Spring Wind (Arabian Love) || TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang