[31] - Hug me!

193 20 0
                                    




: not afraid anymore – halsey :

Malamnya Gray menceritakan semua kejadian tadi siang kepada tiga temannya yang sengaja ia undang ke rumah. Ditto yang sedari tadi ingin memotong ucapan Gray karena saking kesalnya dia dengan temannya yang satu itu memperlakukan pacarnya sendiri macam yang diceritakan Gray.

"Ya lo ga tau masalahnya!"sungut Gray sehingga Ditto diam. Aji yang duduk di sebelah Gray hanya bisa memandang bahwa temannya itu sedang serius, sedang tak ingin bercanda lebih tepatnya."Gue ga tau dia bisa setega itu sama gue,"jawab Gray dengan tangannya yang mengusap wajahnya sendiri dengan frustasi.

"Ya lo taunya dia jalan sama Agung, udah gitu aja kan? Lo juga kenapa sih egois kaya gini?"Ditto kembali bersuara, seakan-akan membela Zura di sini."Ya lo pikir aja gitu, lo cekal tangan orang terus lo dengan tiba-tibanya bilang kalo dia bersekongkol sama Agung."tambahnya.

"Ya kenyataannya emang gitu!"bantah Gray dengan nada yang mengeras.

"Tapi lo ga tau selanjutnya. Lo ga tau yang sebenarnya!"geram Ditto sehingga Raka yang duduk di sebelahnya memegang siku cowok itu,"Mikir dong lo kalo lo yang dituduh seenaknya kaya gitu! Lo pikir kalo dia selingkuh ngapain dia nangis kejer kaya gitu?!"tambah Ditto.

Mereka berempat terdiam, baru kali ini seorang Ditto yang paling playboy, jahil, dan suka bermain-main saat serius itu sangat 180 derajat berbeda di situasi seperti ini."Gue tau Zura ga kaya gitu, udah sekian model cewek yang gue pacarin, yang doyan selingkuh pun kalo ke-gep sama gue juga dia ga sampe nangis kaya gitu. Pikir deh sendiri Gray, dia masih bocah baru juga lulus SMP, pacaran paling dua bulanan doang taunya, dan mungkin ini jauh dari pemikirannya buat selingkuh." Emosi Ditto mereda. Cowok itu mengacak rambutnya merasa lega.

Gray menghembuskan napasnya,"Ya terus gue harus gimana? Minta maaf gitu?"tanyanya memandangi satu per satu temannya. "Ya mau gimana lagi?"tanya Raka menanggapi."Tapi dia kayaknya marah banget sama gue,"tambah Gray.

"Jangankan dia, gue sendiri aja marah sama lo,"ucap Ditto kembali. Gray lagi dan lagi menghembuskan napasnya, laki-laki itu berdiri dan mengambil kunci mobilnya yang ada di nakas,"Ini kalo gagal gimana?"tanyanya sebelum membuka pintu dan menatap tiga temannya yang berada di atas ranjangnya.

"Coba lagi lah, gitu aja pake nanya."sahut Aji secara gamblang ingin Gray buang lewat jendela kamarnya.

Gray mengendarai mobilnya hampir empat puluh lima menit di jalan hingga sampai di perumahan rumahnya Zura. Laki-laki itu sudah mematikan mesin mobilnya namun masih betah duduk di depan stir kemudi. Berdiam diri menunggu hatinya tenang dulu, berpikir akan apa yang diucapkannya di depan Zura nanti dan berpikir lagi apa Zura mau memaafkannya atau tidak.

Dengan tekad setelah menghembuskan napasnya dengan pelan, Gray keluar dari mobil berwarna hitamnya itu lantas memencet bel di depan gerbang karena sudah terkunci dan kedatangannya pun rasanya hampir menuju pukul tengah malam.

Siapa disangkanya yang membuka gerbang, orang yang ditujunyalah yang membuka gerbang. Dengan pakaian tidurnya bergambar doraemon dengan dominasi berwarna biru, rambut yang berantakan, wajah yang memerah, dan mata yang benar-benar bengkak bisa Gray lihat dengan jelas walaupun hanya dibantu penerangan yang ada setidaknya dua meter dari dirinya.

Gray tertegun melihat ulahnya sendiri membuat Zura seperti ini, macam orang depresan terlebih lagi saat perempuan kecil itu kaget mengetahui siapa yang menemuinya sekarang. Zura tak menatapnya, perempuan itu menatap di hadapannya dengan kosong, dengan napas yang berat menunggu Gray berkata sesuatu untuknya.

Gray maju selangkah, menghapus jarak antara dia dan dirinya, mengamit pinggang perempuan itu agar lebih dekat dengannya, menyelipkan jemarinya di sela-sela tubuh gadis itu agar ia bisa memeluk Zura kembali.

Tidak ada penolakan dari gadis itu, tenaganya terkuras habis setelah pulang sekolah hanya untuk menangis cowok brengsek yang ada di depannya ini –oh atau lebih tepatnya yang memeluknya kali ini.

Lagi dan lagi, hanya isakan yang bisa Zura keluarkan. Semakin Gray memeluknya erat semakin besar juga isak tangisnya dalam pelukan itu. Sementara Gray, menaruh dagunya di bahu Zura yang bergetar dan mengarahkan kepalanya seperti bersandar di sana.

Dan tanpa disadari laki-laki itu berkata,"So sorry,"dengan nada berbisik.

***

Agung mengajak Gray untuk bertemu setelah pulang sekolah di parkiran anak kelas dua belas. Ditunggunya si Gray yang seolah-olah berjalan terakhir diantara kerumunan anak pulang sekolah.

Dilihatnya Agung sedang duduk di atas motornya dengan jaket denim yang bertengger di bahunya. Langkah Gray semakin pasti untuk mendekati cowok tersebut, sampai pada akhirnya Agung menyadari orang yang ditunggunya sudah berada tepat di hadapannya.

Agung membenarkan posisinya, melihat Gray dengan rahangnya yang mengeras seolah-olah paham betul maksud dari ajakan Agung untuk bertemu dengannya hanya empat mata.

"Sorry gue ngajakinnya dadakan,"ucap Agung memulai, Gray hanya mengangguk acuh."Kenapa?"tanyanya to the point. Agung sedikit terkekeh,"Gray lupain lah masa lalu kita, lagian gue juga udah tau lo ketemu Diva kan baru-baru ini?"tanya laki-laki yang masih bersandar di motornya itu.

"Gue ga peduli sama dia,"tukas Grayhan. Agung mendengus,"Tapi mata lo itu ngarahin gue kalo jawaban lo itu sebaliknya,"sahut Agung.

"Udahlah maksud lo itu ngajak gue ketemuan kaya gini buat apa?!"

"Zura..."

Gray menatap Agung, dilihatnya laki-laki itu terdengar santai mengucapkan sederet kalimat itu dengan mulus."Lo....Biar ini jadi urusan kita jangan pernah lo ngelibatin Zura, harus berapa kali sih gue bilang?!"kata Gray dengan tegas.

"Emang kenapa? Bukannya lo udah putus kan sama dia?"

"Peduli apa lo?!"

Agung berdeham,"Oh jadi lo putus sama dia? Bagus deh, lo ngebebanin dia tau ga?"ucap laki-laki itu. Kedua tangan Gray sudah mengepal menahan amarahnya namun laki-laki itu masih bisa menahannya,"Gue tahu ini semua rencana lo buat balas dendam."sahut Gray.

"Kok lo negatif-an mulu sama gue sih?"tanya Agung sembari tersenyum semakin membuat Grayhan memanas."Gini ya, lo aja belum tahu gimana masa lalunya Zura kan? Ah atau jangan gue diciptain buat jadi penengah antara lo dan pacar –eh maksudnya mantan lo itu kali ya?"Agung memamerkan senyuman menantang itu lagi sehingga menyulut emosi Grayhan dan memukul pipi Agung sehingga laki-laki itu tersungkur ke belakang.

"Gue bilang lo jangan ganggu dia!!"ucap Gray sambil memegang kerah baju Agung. Namun Agung mendorong Gray menjauh darinya,"Dia itu bikin sahabat gue meninggal asal lo tahu!"pekik Agung sehingga Grayhan tak bergeming.

"Peduli apa lo sama masa lalu dia? Lo sendiri ga pernah tahu kan masa lalu mantan pacar lo itu!"geram agung. Sementara Gray, laki-laki itu masih saja mematung di tempatnya sampai akhirnya Agung membalas pukulan Grayhan tadi."Harusnya lo sadar dari dulu Gray, kalo selama ini lo buta tentang cewek."ucap Agung sembari memukul Grayhan hingga tangannya terasa kebas.

"Apa perlu gue ngehajar lo dulu supaya sadar?"desis Agung memegang kerah baju Gray yang wajahnya sudah penuh lebam dan ada sedikit darah di pangkal hidungnya. Sementara Agung, laki-laki itu bernapas tersenggal-senggal menunggu Gray membalas perkataannya.

Namun yang Agung terima di luar ekspetasinya, laki-laki di hadapannya tersenyum ketir dan menepuk bahu Agung,"Lo bener dan makasih penyadaran lo itu,"ucap Gray meninggalkan Agung tanpa membalas pukulan cowok tersebut.

Ada rasa yang ingin Agung katakan sepenuhnya, tentang Grayhan ataupun menyangkut Zura, tapi rasanya Agung selalu tidak punya waktu untuk kedua orang itu, alasannya masih sama; ia tidak tahu harus memulai dari mana.

RefreshTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang