[32] - I want more

195 19 1
                                    

: just yesterday – this wild life :

Jemari Zura bergerak sesuai lantunan lagu yang ia putar dan didengarkannya melalui earphone. Duduk di halte bus seperti ini mungkin jadi pilihan terakhir Zura menunggu jemputan supirnya. Sejak kejadian not to touch and talk lagi dengan Gray, Zura jadi jarang pulang bersama kakak kelasnya itu. Kira-kira hampir dua mingguan kurang mereka hanya sebatas saling senyum saat bertemu. Sedikit sakit karena ada yang lebih menyakitkan buat Zura.

Dia dan Gray sudah resmi putus. Dan pernyataan itu menyakitinya lagi.

Lagu Everglow milik Coldplay melantun nyaring dalam earphonenya sehingga tak dipungkiri kalau Zura menikmatinya. Punggungnya bersandar ke dinding halte yang secara langsung bisa melihat jalanan depan sekolah yang ramai lancar. Sesekali tangannya melihat jam di layar ponselnya.

Tapi tidak setelah itu, Zura mendengar derungan mobil yang hampir ia hapal beberapa waktu ini tak jauh dari hadapannya. Seketika pandangan Zura menoleh cepat ke arah gerbang sekolah yang berjarak hampir lima meter dari halte bus.

Mobil hitam itu mengarah padanya. Apalagi si pemilik mobil itu dengan cekatan berlari menghampiri Zura setelah menutup pintu mobilnya rapat. Kemejanya yang terlepas tiga kancing teratasnya itu dengan wajah yang lebam menjadi pertanyaan Zura kali ini.

Laki-laki itu kemudian berjalan saat tinggal lima langkah lagi tepat di hadapan Zura dan duduk di sebelah Zura dengan tangan kirinya masih memegang kunci mobil.

"Kalo ga ada yang jemput kenapa ga bilang?"tanya Gray dengan lembut sambil memasang wajah yang ingin memarahi seseorang. Zura tidak menghiraukan ucapan laki-laki itu, malah dirinya melepas kabel earphone di kedua telinganya dan membuka resleting tasnya mencari benda yang ia butuhkan sekarang.

Sampai sebuah kotak berwarna pink begitu dibuka oleh Zura banyak obat-obat P3K yang memenuhinya. Jemari Zura yang gemetaran membuka tutup alkohol dan mengambil beberapa helai kapas."Harusnya itu lukanya dibersihin,"ucap Zura dengan tekadnya walaupun tangannya gemetaran memegang alkohol. Harus Zura akui kalau ia trauma dengan apapun yang berbau rumah sakit termasuk obat-obatan.

Grayhan tau kalau Zura masih peduli dengannya. Ia juga tahu kalau gadis itu sangat trauma dengan apapun tentang obat mengingat kejadian yang di UKS beberapa bulan lalu awal ia dekat dengan Zura. Namun laki-laki itu lebih tahu, kalau Zura masih peduli dengannya.

Mulailah tangan kanan Zura berisikan kapas yang telah ditetesi alkohol tadi menyentuh bagian wajah Gray dimana ada bekas darah yang mengering atau sekitaran lukanya.

Grayhan hanya diam mendapati Zura bersikap seperti itu padanya. Wajar, toh dulu mereka saling mencinta dan putus bukan berarti hubungan mereka selesai begitu saja. Dan malahan Gray menatapi setiap inci dari wajah Zura, lelaki itu paham betul kalau gadis yang sedang mengobatinya ini kelihatan sering tidur larut malam lantaran kantong mata Zura lebih besar dan menghitam.

Gray juga baru menyadari kalau Zura akhir-akhir ini lebih sering memakai earphone dan selalu mengikat rambutnya ala kuncir kuda beda jauh saat mereka masih berpacaran dulu.

"Lo cantik,"

"Makasih."

Grayhan berdeham saat Zura mengganti alkohol menjadi betadine untuk diisi di atas kapas."Katanya lo udah punya pacar lagi, ya?"tanya Gray yang dibalas dengusan oleh Zura,"Ngaco."jawabnya polos dan berusaha mengobati wajah Grayhan lagi.

"Kan lo cantik, banyak yang suka."ucap Gray sehingga Zura yang masih mengobati sudut bibir Grayhan memutar kedua bola matanya,"Diem, susah ngobatinnya."alih Zura.

Walaupun Grayhan tahu perempuan itu sedang tidak marah dalam konteks yang sebenarnya tapi ekspresi Zura meyakinkan Gray kalau perempuan itu tidak mau diajak berbicara lebih.

Lima menit berikutnya, Zura sudah memasuki kotak pinknya itu kembali ke dalam tas dan melihat jam di layar ponselnya. Harusnya supirnya sudah menjemput dua puluh menit yang lalu tapi dari tadi yang Zura dapati nihil hasilnya.

"Kenapa liat jam terus? Lo kayak ga mau deket sama gue lagi,"ucap Gray yang melihat gerak-gerik gadis itu. Zura menghembuskan napasnya,"Perasaan aja kali, aku biasa aja kok."sahutnya.

"Kenapa sih si Agung-Agung itu tau banyak tentang lo? Kenapa sih ga gue aja? Kenapa harus dia coba? Kenapa Zee? Lo selama delapan bulan terakhir ini nganggep gue apa?"tanya Gray secara beruntut membuat Zura sedikit mengembangkan senyumnya, apalagi panggilan kesayangannya itu masih disebut oleh cowok yang berada di sebelahnya.

"Dia Cuma bagian dari masa lalu aku, dia lebih banyak tau tentang aku ngelebih yang aku tau. Kalo aku cerita sama kamu, aku cerita apa? Aku Cuma inget Arga doang, dia aja yang masih ada di ingatan aku waktu aku keluar rumah sakit setelah kecelakaan,"jelas Zura. Gray mengernyitkan dahinya."Kecelakaan?"tanyanya.

Zura merasa sakit bila harus mengingat hal-hal berbau masa lalu seperti sekarang,"Iya, jadi aku tau dari Agung, dia bilang waktu itu aku, Agung sama Arga mau pergi ke Puncak, terus karena kita berangkat tengah malem, jalanan udah sepi aku katanya nyuruh Arga ngebut, dan karena waktu itu habis hujan jalanan licin ya Arga mau ngerem gitu Cuma remnya blong dan kita masuk jurang,"penjelasan Zura dengan nada ketirnya dengan tangannya yang langsung menutup wajahnya semakin membuat Grayhan merasa kasihan."Aku tau, kamu habis berantem kan sama Agung? Dan kamu minta penjelasan kaya sekarang."kata Zura sambil mengelap air matanya.

Grayhan mengusap bahu perempuan itu,"Maaf, sumpah bukan maksud gue bikin lo nangis, Cuma gue ngerasa ngeganjal aja liat lo selama ini. Masih ada yang lo sembunyiin di balik gue Zee. Apa lo sebegitu ga percayanya sama gue ya? Gue salah apa selama ini? Lo tau kan kalo gue butuh sandaran sekarang karena Diva udah kembali? Dan cewek itu dengan santainya dateng di hadapan gue, dengan keadaan baik-baik aja. Ditambah lagi Agung itu ada di masa lalu gue dan lo?"ucap Gray sementara Zura mengangguk,"Diva masih suka sama kamu, aku bisa liat cara dia mandang aku beda sama cara mandang dia ke kamu."sahut Gray."Kenapa ga deketin dia lagi? Kamu masih sayang kan sama dia?"tambah Zura lagi.

Lelaki itu mendecih,"Kalo dia sayang kenapa dia ninggalin? Kamu juga, kenapa setiap aku kejar malah tambah lebih jauh lagi? Apa harus gue lebam-lebam gini baru bisa cerita plus diobatin lo ya?"tanyanya dengan senyuman mengembang di wajahnya dan kedua alisnya terangkat."Ah ga usah dipahamin lah, ayo gue anter pulang,"ajak Grayhan.

Zura menggeleng,"Kakak duluan aja, aku ada ur—"ucapan Zura terpotong saat handphonenya berdenting. Buru-buru perempuan itu mengecheck ponselnya.

From : 0821 357 xxxx

Selama beberapa bulan ini lo selalu ngabain pesan gue, oke ga masalah. Gue ada di sekitaran lo, apa lo ga nyadar? Apa lo nunggu gue muncul di hadapan lo? Oke gue terima tawaran itu, gue satu sekolah sama lo dan itu hal mudah buat gue. Jadi kapan lo bakal nunjukin muka berdosa lo itu sama gue?

-Your Nightmare

Zura menghembuskan napasnya gusar. Apa ia harus bercerita salah satu rahasianya ini dengan Gray? Tapi Gray bukan siapa-siapanya Zura saat ini.

"Kenapa Zee?"tanya Gray. Perempuan itu gelagapan sambil memegang ponselnya dan menggeleng,"Ngga. Itu tadi Cuma Tasya ngesms,"sahutnya cepat.

"Yaudah ayo pulang, gue anter. Dan sekarang gue ga terima penolakan."

RefreshTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang