3. 6. Triwulan pertama sekolah -2!

539 52 21
                                    

3. 6. Triwulan pertama sekolah! -part 2 "Keributan"

      

Hari ini aku terlambat, ya dikarenakan belum terbiasa bangun pagi. Entah sedang sial atau apa, pagi ini aku berdiri di tengah lapangan sambil terus memberi hormat kepada sang saka merah putih. Setengah jam sudah aku di hukum dengan beberapa anak lainnya yang juga terlambat. Selama hukuman itu berlangsung aku terus memerhatikan Dito yang sedang mengurus anak kelas sepuluh yang terlambat di lapangan. Ternyata Dito adalah wakil ketua osis di sekolah ini. Aku juga terus memperhatikan Andry yang setia berada di samping Dito, ia begitu ramah dan selalu tersenyum kepada siapapun termasuk aku yang sedang memerhatikannya.

"Cukup! Kalian boleh ke kelas masing-masing!" ucap guru piket yang bertugas.

Aku dan lima orang lainnya melangkah gontai meninggalkan lapangan. Dengan cepat aku menaiki anak tangga dengan almamater sekolah lamaku yang aku jinjing.

Kelas ramai, guru matematika yang seharusnya mengajar pagi ini masih mengurus anak kelas sepuluh yang masih melaksanakan MOS -Masa Orientasi Siswa. Baru empat langkah memasuki kelas Sabrina meneriakiku, "Heh anak Kota! Jam segini baru dateng! Niat sekolah gak si?" membuat seisi kelas diam seketika dan memandangiku.

Aku tidak menanggapi perkataan Sabrina. Aku hanya meliriknya dan berjalan menuju kursiku. Tapi Sabrina menghalangi langkahku.

"Maneh ngadenge teu?" tanyanya sambil melipat tangannya di depan dada dengan nada tinggi. (Lo denger gak?)

"Wah Sabrina mulai lagi!" celetuk seorang murid perempuan yang duduk paling belakang. Maksudnya apa ya?

"Fey! Jangan disahutin! Biarin aja!" ucap Javen yang langsung menarikku dan segera menyuruhku duduk.

Aku menarik nafasku, kemudian membuangnya secara perlahan, menstabilkan emosiku. Sabrina masih menatapku dengan tajam dan tak suka. Aku tersenyum licik. Dengan santai aku mengeluarkan laptopku dan segera menyalakannya.

Sabrina menggebrak mejaku dan menatapku tajam. Dengan santai aku bertanya, "Kenapa? Pingin leptop kayak punya gue?" dengan nada yang menyindir.

"Heh! Orang kota! Sombong amat!" sengut Sabrina.

Aku berdiri dan menggebrak meja, "Kenapa? Gak boleh gue sombong?"

"Maksud sia apa? Hah? PAMER? Hah?"

"Orangmah kalo di tanya JAWAB, bukannya nanya balik!" sahutku membentak.

Semua anak menatap kami yang sedang adu mulut.

"Sia juga! Bukannya jawab pertanyaan AING tadi!"

"Penting gitu kalo gue jawab?"

"Pentinglah!" sengutnya.

"Tapi bukan urusan lo tuh!"

Sabrina menatapku tak suka. Kini terlihat emosinya yang naik drastastis dan mengepalkan kedua tangannya.

"Kenapa? Mau?" lanjutku meledek. Mata Sabrina kian menusuk. Kalau Sabrina manusia robot, mungkin matanya sudah mengeluarkan laser yang mematikan, "Oh iya, elo kan orang kampung mana mungkin bisa beli begianian." anjutku sinis sambil duduk kembali.

Brugkh!

Sabrina mendorongku hingga meja di belakangku bergeser cukup jauh. OMG pantatku! Ternyata tenaga perempuan ini besar juga ya!

Aku merapihkan rokku yang terangkat. "Lo maunya apa sih?" tanyaku dengan emosi yang sudah tidak dapat kutahan lagi.

"Pergi SIA dari sekolah ini!" jawabnya dengan nada tinggi.

LISTEN TO ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang