1. 1. Tak terduga, kekacauan itu datang! -Part1
Dentuman keras masih berkumandang di dalam club. Dj ternama telah menghanyutkan seisi ruangan itu ke dunia raya, dunia yang terasa happy, bebas meluapkan emosi dan kepenatan yang ada. Dance floor terus dihentak-hentakan oleh para kaki si penikmat musik malam. Ditambah lagi dengan gemerlap lampu yang seakan ikut riang menari bersama irama yang cepat.
Sesekali terdengar gemuruh tepuk tangan dan sorak-sorai dari si penikmat musik malam itu karena terpuaskan. Hasrat ingin menari dan bergoyangpun terus terluapkan saat sang dj mengalunkan nada demi nada yang bercambuk tiada ampun. Saat itu pulalah sang penikmat musik malam berteriak histeris kegirangan.
Semua orang berdiri memadati dance floor dengan hati gembira, menghabiskan sisa energi yang mereka punya. Menaikan kedua tangan ke langit dengan tinggi sambil terus melambai-lambai mengikuti irama, meloncat-loncat mengikuti tiap dentuman yang ada, hingga tertawa tiada habisnya. Semuanya hanyut dalam dunia malam. Malam makin larut semua pengunjung pun semakin larut dalam pesta malam yang liar.
Sama halnya dengan aku. Aku semakin hanyut terbawa oleh hentakan musik yang menggema. Menggerakan badan dengan sesuka hati dan seirama dengan musik yang semakin keras. Sesekali aku berteriak kesenangan. Senang karena meluapkan semua beban yang ada pada diriku. Sungguh aku menikmati ini. Lebih tepatnya aku sangat menikmati kebebasan yang aku punya saat ini.
Di bawah lampu disco yang gemerlap aku memuaskan hatiku dengan gembira bersama kawan-kawanku. Di sinilah aku bebas. Bebas seperti burung yang terbang di langit menikmati hembusan angin yang menerpa. Bebas! Aku merasa bebas!
"Fey! Gue h ... !" Rika tiba-tiba membuyarkan angan-angan kebebasanku. Rika bicara tepat di depan wajahku, tapi aku tidak bisa mendengarnya, karena musik mengalahkan suara siapapun di sini.
"Ha?" tanyaku lagi sambil terus bergoyang mengikuti tempo musik.
"GUE H ... !" ulang Rika. Sialan! Tetap saja aku tidak dapat mendengarnya. Langsung saja aku mengisyaratkan kepadanya bahwa aku tidak dapat mendengar suaranya dengan cara menggeleng dan memegang telinga kananku.
"GUE... HA... US...!" ulangnya lagi sambil memegang lehernya. Tapi tetap saja, aku tidak dapat mendengar suaranya. Tapi aku bisa mengerti lewat gerak bibirnya yang mengatakan bahwa dirinya merasa haus. Langsung saja aku menarik lengan Rika menuju bar yang berada di pinggiran dance floor dan meninggalakan dua orang kawanku yang masih asik berdendang dengan musik yang tiada henti.
Rika memesan coktail vodca. Cosmopolitan kesukaannya, minuman yang terbuat dari campuran vodca, cointreau, jus carnberry, jus jeruk dan orange bitters. Sedangkan aku memesan red wine dengan adar alkohol rendah. Aku butuh red wine yang sepertinya bisa menghangatkan tubuhku.
Aku merasa kedinginan kali ini. Pendingin udara terasa lebih dingin dari biasanya. Padahal malam ini aku tidak memakai mini dress seperti Rika.
Aku hanya menggunakan pakaian casual yang terbilang tidak cocok dengan dunia malam, yaitu celana pendek (lebih panjang dari hot pants) dengan atasan tengtop putih polos yang ditutupi dengan jaket berbahan levis, dipermanis dengan kalung rantai, jam tangan hitam yang menggelang di tangan kiriku, sepatu high heels 12 cm dan rambut yang hanya dikuncir kuda. Entah aku lebih suka penampilan seperti ini. Memang terkesan cuek dan urak-urakan. It's me! Tidak seperti kawan-kawanku yang terlihat begitu feminim.
Tak lama pesanan sudah tersaji di hadapan kami. Aku mengangkat red wine glass yang berisi setengahnya dengan tangan kanan ku. Aku menggoyang-goyangkan red wine glass perlahan, kemudian menghirup aroma khas red wine yang menurutku sangat menyegarkan selanjutnya aku menegak cairan berwarna merah itu tiada ampun. Aku menaruh kembali gelas yang kini kosong pada permukaan meja. Aku memejamkan mata, merasakan cairan itu masuk ke dalam mulut dan mengalir di tenggorokanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
LISTEN TO ME!
RomanceDia itu emang ngak sempurna. Tapi, ketika aku melihat senyumannya, semua berbeda. Memang dia tak pandai berkata, tapi senyuman itu seolah berbicara siapa dia. Tangannya ikut berkata bahwa siapa dia yang sesungguhnya. "Dia itu emang tuli! Tapi hati...