10. 18. Mimpi

383 44 4
                                        


10. Mimpi.

Menghabiskan waktu berdua dengan papah sudah menjadi rutinnitas setiap hari, tapi di minggu pagi ini, aku justru ditinggal Papah untuk pergi ke kota bersama Pak Kades. Sabrina menelponku untuk menemuinya di rumah pohon. Awalnya aku menolak ajakan itu, tapi ia terus memohon kepadaku.

Rumah pohon sepi, tidak ada seorang pun. Aku menunggunya di atas rumah pohon sambil menikmati hembusan angin yang sangat ku rindu. Hampir dua bulan ini, aku benar-benar tidak pernah menginjakkan kakiku kemari. Dengan alasan yang sama. Malu.

"Feyca?" Panggil seseorang pelan yang membuatku terkejut. Laki-laki itu sudah tepat di sisi kananku. Ia mengamati pemandangan sekitar lalu menatapku dan bertanya menggunakan bahasa isyarat, "Apa kabar?"

Aku tak berani membalas tatapannya, "Baik" kualihkan pandanganku ke tingginya pohon pinus.

"Aku mau ngoming sesuatu,"

"Ya ngomong aja" selaku.

"Perihal ucapanmu di perpustakaan tempo hari."

"Gue minta maaf," potongku dengan perasaan di dadaku yang terus berkecambuk tiada ampun. "Gue yang salah... Gak seharusnya, gue suka bahkan cinta sama sahabat gue sendiri." Lanjutku dengan rasa sesak semakin tak kuasa aku manahannya.

"Kamu gak salah! Aku yang salah," protes Andry menatapku dengan kedua tangannya bertengger di bahuku. Kami saling berhadapan dan menatap. Detak jantung ini semakin tak karuan. "Karena aku udah buat kamu jatuh cinta sama aku."

Aku tercengang.

"Kamu ngertikan maksud aku?"

Aku menggeleng dan mematung manatap bola matanya yang benar-menar menghipnotisku.

Andry menghela nafasnya perlahan, salah satu tangannya meraih tanganku, tangan yang satunya mengisyaratkan sesuatu dalam bahasa isyarat, yaitu jari jempol, telunjuk dan kelingking yang mengacung di tangan kanannya.

"Ck, ini pasti cuma imajinasi gue kan?" Gumamku. Iya ini hanya imajinasi semu yang memutarkan apa keinginanku.

"Aku serius" ucapnya dengan yakin dengan tatapannya yang menusuk.

"Enggak! Lo cuma imajinasi gue. Mimpi siang bolong gue! Haloyah Fey bangun!" Elakku sambil mepuk-nepuk pipi. Aku tahu ini hanyalah sebuah mimpi dan imajinasiku selama ini.

"Kamu gak mimpi"

"Lo cuma mimpi! Lo itu gak nyata!"

"Yaudah kalau gitu. Ini mimpi dan imajinasi kamu yang jadi kenyataan!" Ucapnya lagi dengan yakin dan menggengam kedua tanganku. Aku masih tak percaya. "Aku suka sama kamu!"

"Kalo emang iya. Sukanya kita, cintanya kita itu gak lebih dari seorang sahabat!" Bentakku. "Sorry maksud gue temen. Gue tau, gue yang udah ngerusakin persahabatan ini"

"Tapi aku mau lebih. Lebih dari seorang sahabat atau teman." Ucapnya tanpa melepaskan genggaman tangannya dan tatapannya sangat memohon.

"Apaan sih Dry?" Aku melangkah menuju tangga rumah pohon untuk turun dan pergi.

"Aku juga cinta sama kamu!" Kakiku terhenti. Pipi, telinga, hidung dan mataku menjalarkan rasa panas. Kini tubuhku benar-benar kaku, tak bisa ku gerakkan, bahkan hanya sekedar untuk berkedip pun susah. Aku tidak salah dengarkan?

Andry melangkah mendekatiku, memelukku dari belakang dengan tangannya yang masih mengisyaratkan ILOVE YOU dalam bahasa isyarat.

"Kamu mau jadi pacar aku?" Bisiknya tepat di telinga kiriku yang dengan sempurna membuat tubuhku meremang hebat.

LISTEN TO ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang