11. 19. Pulang

329 41 0
                                        

11. 19. Pulang.

Ujung perjalanan yang cukup panjang untuk menuntut ilmu di sekolah ini sudah dilalui begitu saja. Dengan hati yang lega dan juga senang akhirnya berbagai ujian kelulusan sudah kami lewati begitu saja. Sebagai ucapan rasa syukur dan gembira, kami berkumpul di halaman belakang rumah, niatnya untuk sekedar bakar ayam dan bakar jagung. Semacam perayaan kecil-kecilan karena kami sudah sukses melewati itu semua.

"Aduh, lalaunan atuh!" Gerutu Dito yang terkena bara api karena Javen begitu semangat mengipas bara api saat membakar jagung. (Lalaunan = Pelan-pelan)

Sabrina tengah sibuk meracik bumbu ayam bakar bersama Asep di dapur, sedangkan Papah dan Pak Kades sedang ngerumpi di teras belakang sambil ngopi-ngopi cantik, sedangkan aku dan Andry sedang rebahan tanpa beralaskan apapun sembari memandangi langit.

"Gak berasa ya Dry," ucapku memulai perbincangan, "Kayaknya kemaren aku masih berantem terus sama Sabrina."

"Hmm," respon Andry, "dan sekarang kita harus nentuin jalan kita masing-masing."

"Kalau jalan hubungan kita?" Tanyaku.

Hening. Andry hanya menatap lurus ke depan, ke langit yang bertabur gemerlap indahnya bintang.

"Dry?" Aku mencolek pipinya, karena ia tak kunjung menjawab.

"Ya, kita jalananin aja dulu." Jawabnya santai.

"Ke arah mana jalannya Dry? Aku ke kanan, kamu ke kiri? Gitu? Kamu di Jakarta aku di sini? Iya? Bisa sih LDR-an, tapi teori lisan itu gak mudah untuk dipraktekkan!" Kini aku duduk, Andry menatapku.

Andry bangkit dan duduk dihadapanku. "Kalo aku serius, kamu mau serius?" Tanyanya.

"Serius dalam hal apa?" Tanyaku.

"Serius dalam mengarahkan hubungan kita. Walau beda arah, tapi satu tujuan. Paham?" Jelasnya dengan menggenggam tanganku.

Aku tersenyum simpul. Aku mengerti maksudnya itu, hatiku benar-benar bergetar, betapa beruntungnya diriku dipertemukan oleh laki-laki yang selalu optimis.

"WOY!" Panggil Asep yang membuatku dan Andry menengok ke sumber suara. "Eh, bukannya bantuin ngipas-ngipas nyak iyeu budak teh, Sini! Gantian! Pegel tau!" Semprotnya.

Andry langsung melepaskan genggaman tangannya dan langsung berlari menuju Asep untuk membantunya, sedangkan aku berjalan menuju pendopo dan berbincang dengan Sabrina.

Malam ini kami habiskan beramai-ramai, acara bakar-bakarpun berlangsung dengan hangat, dan penuh kebersamaan.

*

Hatiku tak karuan. Aneh. Gelisah. Berdebar. Sesak. Takut. Dan sebagainya bercampur-aduk di hati ini. Hari kelulusan, ya hari ini akhirnya datang juga. Di lapangan sudah terdapat panggung serta kursi untuk acara kelulusan serta pelepasan murid. Sederhana memang, tapi penuh dengan makna. Dengan seragam putih abu-abu aku duduk di antara murid lainnya yang sama gelisahnya dengan ku.

Acara sambutan dan tetekbengeknya sudah berjalan, kini yang paling mendebarkan, lima anak yang mendapatkan nilai gertinggi akan diberikan apresiasi dan persilahkan naik ke panggung.

"Peringkat lima, dengan nilai rata-rata delapan puluh tiga koma tujuh dua diraih oleh Feyca Adyaputeri." Sang mc memanggil namaku.

Aku langsung naik ke pentas diiringi oleh tepuk tangan. Setidaknya kali ini aku bisa membuat Papah tersenyum bangga, ya walaupun aku mendapat peringkat lima dari enampuluh siswa yang lulus.

Kemudian sang mc menyebutkan nama siswa lainnya.

"Inilah, murid kebanggaan kita, nilainya tertinggi di sekolah kita, dengan berbagai prestasi yang sudah ia beri untuk sekolah kita, lulus dengan nilai sembilan puluh enam koma empat lima, diraih oleh Andryawan putra, kami persilahkan ke atas pentas."

LISTEN TO ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang