5. 13. Pendekatan -part 2
Berdetik-detik. Bermenit-menit. Berjam-jam. Berhari-hari kami melewatinya bersama. Sejak hari itu, kemanapun kami selalu berempat. Eit, kecuali ke kamar mandi ya...
Sudah cukup banyak warna yang kami lukiskan di kehidupan. Mulai dari kami berempat dengan giatnya terus memberi hormat kepada sang saka merah putih, itu hukuman karena telat. Dan itu ulah Javen yang tiba-tiba saja sakit perut dan pergi ke kamar mandi dengan begitu lama saat kami ingin berangkat sekolah bersama-sama.
Kemudian. Tragedi Andry dan Dito yang terperosok ke sawah penduduk karena jalanan yang di lalui saat pulang sekolah sangatlah licin akibat hujan turun. Jadilah kami kena marah oleh pemilik sawah karena sawahnya rusak akibat kami yang berusaha mengeluarkan motor dari tengah sawah. Tapi untunglah Dito dan Andry tidak mengalami luka sedikitpun, hanya saja seragam kami menjadi kotor terkena lumpur sawah.
Cerita selanjutnya yaitu kami yang dimarahi Papah karena kami menghilang tanpa kabar. Bukannya mengilang tanpa kabar sih, lebih tepatnya, ponsel kami tidak ada sinyal. Jadilah orang yang mencari tidak dapat menghubungi kami.
Saat itu kami sedang memecahkan misteri yang Javen ceritakan. Katanya, di hulu air terjun yang tempo hari kita junjungi itu, terdapat goa mistis dan di dalam goa tersebut tersimpan harta karun.
Awalnya kami tidak percaya, tapi Javen terus merengek ingin menemukan harta karun itu. Yaa, demi sahabat, kami akhirnya melaju untuk mencari goa yang di maksud.
Perjalanan yang yang lakukan dari minggu pagi hingga sore tidak membuahkan hasil, bibir goapun kami tidak menemukannya, akhirnya kami kembali pulang. Sayangnya kami tersesat disaat langit sudah mulai gelap. Dengan hati yang was-was kami akhirya menemukan jalan pulang. Walaupun sampai rumah cukup larut malam.
Dan dari saat itu, Papah melarang kami untuk bepergian tanpa izin yang jelas.
Kini aku sedang duduk di pinggir lapangan sekolah. Mengamati sahabatku yang sedang ekskul futsal. Mataku tiada hentinya memerhatikan betapa lincahnya mereka menggiring bola.
Prittt... Prittt... Pritttt.... Sang wasit sekaligus pelatih meniupkan peluit dengan kencang, menandakan permainan telah usai dan menyuruh para pemain untuk beristirahat.
Dito, Javen dan Andry terseyum kompak sambil melangkah mendekatiku. Aku langsung memberikan mereka handuk kecil dan air mineral.
Dito dan Javen langsung membasahi kepalanya dengan air, itulah kebiasaan mereka. Lain dengan Andry yang langsung duduk di hadapanku dan meluruskan kakinya.
"Capek ya?" tanyaku kepada Andry sambil memberikan handuk kecil.
Andry mengangguk dan tersenyum kemudian langsung menenggak air minum yang ku berikan.
Ohh Tuhan pemandangan yang sangat menggoda. Eh. Ya bagaimana tidak. Manusia itu sedang menegak air dalam botol dengan kringat yang becucuran. Rambutnya lepek basah dan berantakan, dengan paras wajahnya yang selalu enak di pandang.
"Kamu jadi ikut nonton turnamen?" tanya Andry bersuara dan tak ketinggalan bahasa isyaratnya.
Aku yang sedang menatapnyapun langsung mengangguk.
"Emang udah ijin ke Pak Ferry?" tanya Javen yang sedang merenggangkan otot kakinya.
Aku langsung menggeleng cepat. Sebenarnya aku malas meminta ijin kepada Papah. Sudah pasti aku tidak diberikan izin, karena beliau sudah melarang keras aku untuk kembali ke Jakarta. Sahabat-sahabatku juga tau perihal itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/103455621-288-k78277.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LISTEN TO ME!
RomanceDia itu emang ngak sempurna. Tapi, ketika aku melihat senyumannya, semua berbeda. Memang dia tak pandai berkata, tapi senyuman itu seolah berbicara siapa dia. Tangannya ikut berkata bahwa siapa dia yang sesungguhnya. "Dia itu emang tuli! Tapi hati...