12. 20. Sibuk.

326 37 0
                                    


12. Sibuk

Berbulan-bulan sudah mereka tinggal di rumahku. Semula dinding yang begitu kelam bagiku kini sudah mulai berwarna dengan kehadiran mereka. Ya walaupun sudah selama dua bulan ini, kami disibukkan dengan urusan masing-masing. Andry dan aku yang sibuk kuliah di perguruan tinggi di Jakarta, sedangkan Dito dan Javen yang selalu ikut Papah ke mana-mana. Katanya kerja, entah kerja apa, aku tak mengerti.

Aku dan andry juga lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Saling menyelami karakter dan sifat kami satu sama lain. Kalau bicara masalah kedekatan, so yang pasti tidak ada perubahan. Masih seperti yang dulu. Tidak begitu spesial. Tapi hati ini, terus menyanganginya. Rasa yang terus tumbuh dengan indah.

Hari-hari kami penuh dengan cerita, seperti; hampir setiap malam tiga sekawan itu tidur di kamarku. Eit! Itu akibat kelelahan karena habis tanding bola di ps, jadilah mereka ketiduran di kamarku, tapi, bukan berarti aku mau membagi kasur kepada mereka. Ya. Mereka tidur di lantai tanpa alas apapun, katanya sih gerah, Jakarta panas, padahal kamarku menggunakan AC.

Malam ini, terjadi lagi. Aku terbangun di tengah malam, pintu kamarku terbuka dengan tv dan ps yang masih menyala, kamarku berantakan, siapa lagi kalau bukan ulah tiga sekawan itu. Mereka sudah terlelap dan masuk dalam dunia mimpinya. Aku turun dari kasur, mematikan tv dan menutup pintu, dan yang pastinya menyelimuti mereka dengan selimut mereka masing-masing yang kuambil dari kamar mereka. Nyusahin sih, tapi, aku suka, sebab merekalah alasan ku untuk bahagia.

Saat aku menyelimuti tubuh Andry, ia menggeliat sesaat, tubuhnya kini miring menghadapku. "Kebiasaan" gerutuku sambil melepaskan hearing aid dari telinga kanannya. Iya, sudah beberapa kali kuperingatkan kepada Andry, kalau tidur harus melepaskan alat bantu dengarnya itu, tapi sepertinya, tidak pernah ia patuhi. Aku menatap wajahnya sesaat, kemudian mengelus rambutnya perlahan.

"Tidur Fey!" Gumam Andry, ternyata tidurnya terusik dengan ulahku, ia melihatku sesaat dan menutup wajahnya dengan selimut. Aku terkekeh, kemudian menuruti perintahnya. Kembali menyesap di sarang tercinta.

*

Saturday night. Dimana malam itu biasanya kuhabiskan di club, tapi tidak lagi semenjak kehidupanku yang berubah ini. Kini malam-malam seperti ini sebisa mungkin kami habiskan di rumah bersama anggota yang lengkap.

"Dry? Andry?" Panggilku saat keluar dari kamarku, kemudian menuju kamarnya.

Ku lihat kamarnya kosong dengan bau dan berantakan khas anak laki-laki. Di dinding meja belajarnya tertempel materi-materi kuliahnya yang terlihat sangat rumit, sepertinya ia belajar begitu keras, terlihat dari berbagai macam buku yang ia tumpuk asal di permukaan meja belajar, belum lagi dengan buku-buku tebal yang terbuka di atas kasurnya. Kulihat, di sana juga terdapat hearing aidnya. Benar-benar ceroboh! Kalau ia tidak sadar alat bantu dengar ini kedudukan lalu rusak bagaimana? Kan berabe.

Aku langsung menuruni anak tangga, dan mendapati si tiga sekawan itu duduk di ruang tengah sambil menonton tv. Andry duduk di single sofa. Aku menghampirinya, dan langsung memasangkan alat bantu dengarnya itu di daun telinganya.

"Pantes di panggil-panggil gak nyaut," ucapku setelah alat bantu dengar itu sudah berfungsi. Andry hanya memamerkan gigi kudanya. "Kamu bisa ya ngomel-ngomel kalau kamar aku berantakan, kamar kamu sendiri aja berantakannya melebihi kamar aku." Cerocosku.

"Ngapain kamu masuk-masuk kamar aku?"

"Aku tuh nyariin kamu."

"Pamali tau masuk-masuk kamar cowok!" Tampal Javen yang langsung diangguki oleh Andry.

LISTEN TO ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang