Jakarta, 2013
Bahkan setelah meresmikan ikatan di antara mereka, untuk menaiki jenjang yang berikutnya bukanlah suatu hal yang mudah. Begitu lah yang kini dirasakan Wendy dan Sehun. Mereka harus mampu berhadapan dengan berbagai hal, karena menikah berarti menikahi seseorang beserta keluarga, pekerjaan, kebiasaan, kekurangan, kelebihan, dan kehidupan sosial orang itu.
Pagi itu, Wendy dikejutkan dengan dua buah tiket pesawat menuju Jerman yang disodorkan Sehun kepadanya. Perempuan itu merutuki calon suaminya itu karena melakukan segalanya secara tiba-tiba. Kemudian, barulah Sehun mulai menjelaskan bahwa ia sudah meminta izin kepada ayah Wendy dan tentunya rumah sakit tempat perempuan itu bekerja.
"Ya tetep aja, aku belum siap-siap," Wendy masih dalam mode ngambek.
"Kita disana cuma 2 hari," tangan kanannya menyetir, sementara tangan kiri Sehun sibuk mengelus kepala Wendy, "beli baju disana juga bisa."
Dasar ya mahluk yang bernama perempuan ini. Selalu perhitungan terhadap segala sesuatu. Begitu pula Wendy.
"Katanya mau nikah? Kok boros sih kamu," Ujar perempuan itu gemas sambil mencubit lengan laki-laki di sampingnya, sementara yang dicubit hanya terkikik geli.
"Kamu enggak penasaran gitu kita mau ngapain di Jerman?" goda Sehun.
"Yang pasti bukan buat honeymoon, kan? Awas kamu kalau macem-macem ya." Wendy menampilkan wajah mengancamnya yang malah terlihat lucu di mata Sehun.
"Kita mau ketemu orang tua aku," Sehun berucap dengan santai.
Sementara Wendy langsung kaget setengah mati. Jelas. Perempuan itu belum ada persiapan sama sekali untuk bertemu calon mertuanya.
"Pokoknya di Jerman beli baju ya!" Yang tadinya melarang Sehun bersifat boros, kini malah mewajibkan laki-laki itu untuk membelikannya pakaian ketika mereka tiba di Jerman nanti.
===
Jakarta, 2017
Sudah hari ke-3 Wendy dirawat di rumah sakit. Selama tiga hari itu pula, Sehun tidak pernah absen menjaganya. Walaupun perempuan itu mengacuhkannya, Sehun tetap gigih menjaga istrinya itu. Ya, walaupun hanya sekedar melihat-lihat apakah ada hal yang bisa dibantunya.
"Kamu mau kemana, Wen?" Tanya lelaki itu, begitu melihat Wendy beranjak dari ranjangnya.
"Mau duduk."
Entah apa yang dipikirkan perempuan itu, kini ia duduk di sofa yang sama dengan suaminya. Dengan jarak yang luar biasa dekat. Bukan hal besar bagi sepasang suami dan istri normal.
Masalahnya, bukan, bukan mereka tidak normal. Tetapi, hubungan di antara mereka yang jauh dari kata normal. Maka, disaat seperti inilah, Sehun merasa gugup luar biasa. Jarang-jarang istrinya itu mau duduk satu sofa dengannya. Jangankan satu sofa, berada di satu ruangan pun lelaki itu merasa Wendy sungkan melakukannya.
"Hun," Setelah hening sekian lama, akhirnya perempuan itu membuka suara.
"Hm?" Sehun bertanya seraya menoleh ke arah Wendy.
Fantastis, ternyata perempuan itu juga tengah menatap lurus ke arahnya. Kini, bukan hanya jantungnya yang berdetak cepat, tapi perutnya pun terasa seperti dipenuhi oleh kupu-kupu.Sehun hanya manusia dan laki-laki biasa. Segala kerinduan itu meluap begitu saja mengakibatkan ketidak-sinkronan kerja otak dan otot. Lelaki itu langsung memeluk istrinya itu. Menghapus segala jejak di antara mereka.
Wendy juga merindukan suaminya ini. Ia membalas pelukan suaminya itu sewajarnya. Walaupun, susah payah ia mempertahankan pertahanannya agar tidak goyah lagi, karena ia tahu, seseorang tidak berubah semudah itu.
"Hun," Wendy berucap ketika mereka masih berpelukan, "kita istirahat di rumah aja, ya."
Untuk pertama kalinya dalam 1 tahun terakhir, Wendy berucap kalimat terpanjang yang pernah didengar Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
if you | sehun x wendy
Historia Corta"if you're struggling like I am, can't we make things a little easier?" ©2019 cchanism