Jakarta, 2016
Terakhir sejak testpack itu bertanda negatif, Wendy dan Sehun menaruh atensi lebih. Mereka berdua sehat dan sangat mendamba kehadiran mahluk kecil ini. Bukan cuma mereka, tapi juga kedua orang tua mereka, terutama. Akhirnya opsi bayi tabung menjadi keputusan akhir mereka.
Rasanya sudah berkali-kali Wendy maupun Sehun meminum vitamin ini-itu. Berkali-kali bolak-balik klinik bayi tabung demi melihat perkembangannya. Sakit-sakitnya dinikmatin sebisa mungkin oleh keduanya.
Proses satu sampai lima di jalani dengan mulus, tinggal menanamkan embrio ke dalam rahim Wendy. Rasanya keduanya ingin menangis kala itu, padahal belum, tapi rasanya sudah luar biasa. Ketika tau, yang mereka damba-dambakan mungkin akan segera hadir menambah kebahagiaan di antara mereka.
Dokter bilang, masih segar diingatan Wendy, butuh dua minggu melihat apakah kehamilan akan terjadi setelah embrio ditanamkan ke dalam rahimnya. Masih jelas pula apa yang ditekankan dokter padanya kala itu,
"Ibu, ilmu pengetahuan cuma bisa membantu sampai di sini ya, Bu. Selanjutnya itu urusan yang di Atas,"
Wendy menangis sepanjang perjalanannya ke rumah. Perempuan itu benar-benar berharap usaha mereka kali ini membuahkan hasil. Setidaknya tidak lagi-lagi ia harus mencari alasan konyol di depan orang tua mereka.
Dalam kurun dua minggu itu pula, Wendy benar-benar mengurangi kegiatannya. Bahkan mendekati dua minggu, perempuan itu memutuskan untuk cuti total dan fokus pada kehamilannya.
Tepat dua minggu. Hari itu, Wendy maupun Sehun deg-degannya luar biasa. Jujur Wendy takut, takut gagal yang kesekian kalinya. Tapi ia menguatkan hatinya, ia pasrah dengan takdir Tuhan. Manusia memang hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan.
"Ibu Wendy,"
Wendy melangkahkan kakinya ke ruang pemeriksaan itu. Dengan tes darah, semuanya bisa dipastikan. Selama pemeriksaan pun, tiada hentinya Wendy berujar ikhlas ikhlas ikhlas untuk semuanya.
Lagi... Wendy menelan bulat-bulat pil pahit itu. Negatif. Gagal. Wendy tak pernah merasa setidak berguna ini dalam hidupnya.
===
Wendy stress berat. Bahkan sampai memaksanya untuk diopname selama beberapa hari. Kabar tidak menyenangkan ini juga di dengar orang tua mereka. Orang tua Sehun sampai menempuh belasan jam perjalanan Jerman-Jakarta, demi melihat Wendy.
Ketika bertemu mertuanya itu, Wendy benar-benar merasa gagal. Papa dan Mama Sehun, mertuanya, adalah dua orang yang menginginkan kehadiran bayi ini, bahkan lebih besar dari keinginan keduanya untuk memilikinya. Sehun anak tunggal dan itulah alasan terbesarnya lelaki itu harus punya keturunan. Dulu, saat Wendy ditanyai Mama kapan akan memberikan cucu, ia merasa sakit hati dan tersinggung. Tapi, beberapa waktu terakhir, Wendy sadar, kalau Mama juga begitu karena keadaan, karena juga sayang kepada dirinya dan Sehun.
"Wendy," Papa masuk sambil bawa parcel buah besar, terus meluk menantunya bentar, "how do you feel?"
"I feel better than before, Pa,"
"Syukurlah, Wen," Mama mengelus lengan menantunya itu, "kalian berdua aja? Ayah Ibu gak ikutan?"
"Ayah sama Ibu udah seharian jagain Wendy kemarin, Ma," kali ini Sehun yang jawab, "terus tadi pagi pamit ke Malaysia, urusan kerjaan Ayah."
Papa cuma ngangguk ngangguk sambil ketawa menanggapi kesibukan besannya yang sebelas dua belas dengannya. Kesibukan yang juga membuatnya terpisah dengan putra sematawayangnya ini.
Mama masih fokus ngeliatin Wendy, sambil ngelus ngelus tangannya, tatapannya lembut, senyum manisnya terpatri di wajahnya, "Wen, don't burden yourself. Mama bakalan tetep tunggu sampai kalian ngasih Mama cucu. Gak perlu merasa bersalah karena ini semua diluar kemampuan kita sebagai manusia. Mama yakin semuanya akan datang di waktu yang tepat. Kamu gak terburu-buru. Take your time. We can wait."
Kalau aja Wendy gak nahan diri pas itu, dia pasti udah nangis kejer karena kebaikan mertuanya itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/105515204-288-k675634.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
if you | sehun x wendy
Short Story"if you're struggling like I am, can't we make things a little easier?" ©2019 cchanism