8 - planning

711 97 1
                                    

Jakarta, 2017

Waktu telah melewati tengah malam, namun Wendy masih belum berkeinginan untuk tidur. Ia masih memikirkan betapa gilanya perempuan itu, berani-beraninya duduk di sofa yang sama dengan Sehun, yang malah berakibat laki-laki itu memeluknya. 

Entah, kenapa, bagaimana, atau mengapa perempuan itu berani melakukannya. Padahal, ia tau Sehun belum tentu dapat menahan diri. Belum lagi, saat itu, ada hal luar biasa penting yang harus dibicarakan dengan suaminya itu. Mengenai masa depan Wendy dan masa depan mereka. Sepertinya, mereka tidak lagi memiliki masa depan, huh?

Kemudian, Wendy itu menatap nanar secarik kertas di hadapannya. Kemudian, meletakkan ujung bolpoinnya di bagian tertentu dalam kertas itu, namun lagi-lagi ia mengurungkan niatnya. Tanpa pikir panjang, ia meremas kertas itu dan membuangnya di tempat sampah.

Tidak. Ia belum siap dengan kenyataan ini. Perempuan itu masih membutuhkannya, butuh cintanya. Tapi, apalah arti itu semua ketika keretakan besar telah terjadi di antara mereka?

Air matanya luruh begitu saja. Terus mengalir hingga perempuan itu tertidur sambil menangis.

===

Jakarta, 2015

Pernikahan mereka telah berjalan beberapa bulan. Semuanya berjalan seperti pernikahan pada umumnya. Walau keduanya sibuk berkutat dengan pekerjaan, mereka selalu meluangkan waktu satu sama lain. Seperti hari ini, hari minggu, hari mereka berdua.

Sehun beranjak dari sofanya begitu mencium aroma udon kesukaannya. Dira bukan hanya pintar, tapi perempuan itu juga jago memasak. Mau tak mau, Sehun semakin menyukai istrinya itu. 

"Yang," panggil laki-laki itu duduk di meja makan "kamu tuh paling cantik kalau lagi masak."

"Gombal lo ah!" Begitulah Wendy, ketika tengah salting, perempuan itu mulai menggunakan lo-gue. Sehun malah tertawa geli mendengarnya.

Saat udonnya datang, Sehun langsung menyantap dengan penuh nafsu. Iya, nafsu makan. 

"Pelan-pelan, Hun," Wendy memukul lengan laki-laki itu pelan, "masih panas itu."

Sehun hanya cengengesan membalas Wendy. Sambil menghabiskan udonnya, sesuatu terlintas di otaknya. Begitu ia selesai, lantas ia langsung melontarkan sesuatu itu.

"Wen, kayaknya kita perlu honeymoon deh,"

"Segitu perlunya, hm?" Bukan Wendy nggak mau, tapi perempuan itu merasa dimanapun, kalau memang sudah rezeki, maka akan datang. Lagipula, akan sangat sulit, apalagi menyesuaikan jadwal keduanya.

"Aku bakal ambil cuti," keputusan besar memang harus diambil, maka dari itu Sehun membiarkan dirinya mengalah, "lagian dulu kita enggak sempat honeymoon. Itung-itung refreshing aja, kasian kamu kerja mulu." 

Akhirnya, Wendy menyerah setelah ia tahu bahwa demi honeymoon ini, suaminya harus berani mengambil keputusan sebesar itu. Mengingat bahwa baru beberapa bulan berlalu ketika Sehun diangkat menjadi CEO di perusahaan ayahnya.






if you | sehun x wendyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang