13 - silence

691 113 1
                                    

Tengah malam. Mama sama Papa udah pulang, beneran langsung pulang ke Jerman, karena keduanya super sibuk. Setidaknya mereka udah berusaha buat jenguk Wendy dan ngasih perempuan itu semangat.

"Wen," sunyinya malam rusak karena suara Sehun, "kamu gak kepikiran buat cuti panjang?"

"Kenapa lagi?" Wendy mengernyit heran, "dokter kan bolehin aku kerja."

"Aku cuma pengen kamu fokus sama hamil aja dulu sekarang..." 

"Hun, we've talked about this like thousands times," Wendy udah gak selemes hari pertama di-opname, masih bisa jalan deket, buat duduk di sofa sebelah Sehun sambil nyeret tiang infusnya, "kerjaan aku, bukan sesuatu yang bakalan ngehalangin."

"Tapi kamu liat buktinya, Wen," Sehun mengerang frustasi, "Mama bahkan sampe mohon kayak gitu. Sekali ini aja, bisa gak sih lebih kasi usaha kamu lagi?"

"Pertama cuti panjang, nanti kalau aku hamil, kamu bakalan nyuruh aku berenti kan?"

Sehun diam.

"Jawab!" 

"Wen gak-"

"Fokus, fokus, usaha, usaha. Itu aja terus yang kamu omongin. Kamu pikir aku gak fokus dan gak berusaha sama sekali buat ini?!" Wendy mengusap wajahnya kasar, "aku gak nikah sama kamu cuma buat hamil ini, asal kamu tau."

Wendy berdiri, air matanya udah dipelupuk, siap jatuh kapan aja, "Sekarang tolong kamu keluar. Kemana aja, aku gak peduli, asal gak di hadapan aku."

Sehun gak ada pilihan lain selain keluar. Dia juga kacau dan Wendy lebih kacau lagi. Keduanya butuh udara sendiri. 

Sehun udah keluar, nyisain Wendy dan tangisannya yang memenuhi ruang rawat itu.

"Ternyata kamu gak sadar, Hun, kalau aku seharusnya lebih berharga di mata kamu daripada semua itu." 

===

Jakarta, 2017

"Wen, perceraian emang satu-satunya jalan yang kita punya, ya?"

Wendy tercekat. Sehun ada di hadapannya dengan senyum sedihnya, berusaha menunjukkan kebahagiaan yang dibuat-buat, yang nyatanya sudah lama tidak pernah dirasakannya.

"Kalau kita cerai," Sehun duduk di hadapannya, "kamu bisa janji bakal bahagia?"

Perempuan itu merasa seperti dihantam. Dengan keras, tanpa ampun. 

"Kalau kita cerai," Sehun memandangnya dengan lekat, "kamu harus janji bisa hidup baik dan bahagia."

Lagi-lagi dihantam tanpa ampun. 

"Kalau ki-"

"Kalau kita cerai, setidaknya kita punya kesempatan lain buat berusaha ngerasain apa itu bahagia, Hun," suara Wendy bergetar hebat, "karena bahagia yang aku tahu, gak lagi aku rasain pas sama kamu." 

Sehun tersenyum kecut. Memang gak ada puing-puing yang bisa dipertahankan dari hubungan ini, terlalu jahat, terlalu membunuh, dan terlalu membebani keduanya. Mungkin emang udah saatnya dia ngambil keputusan. Demi kebaikan semuanya. Demi Wendy.

"Bahagia kamu bilang," Sehun berdiri, ngambil kertas yang ada di hadapan Wendy, "aku balikin ke kamu besok. Setelah aku baca dan tanda tangani."

Malam itu, Wendy menangis sejadi-jadinya. Sendiri. Merutuki kebodohannya melepaskan satu-satunya kesempatan yang mungkin dimilikinya.

if you | sehun x wendyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang