"Jadi kamu ketemu Ayah?" suara Wendy menggema di ruang makan itu.
Keduanya tengah duduk berhadap-hadapan. Bukan makanan di hadapan mereka, tapi setumpuk berkas perceraian.
"Iya," Sehun membasahi bibirnya, "tapi Ayah kamu baik. Gak sedikitpun dia nyalahin aku atas semua ini. Bahkan Ayah bilang semoga kita bisa bahagia dengan cerita yang lain."
Malam itu, Sehun merasa manusia paling jahat di dunia. Lagi-lagi menghancurkan hati lelaki yang menitipkan anak perempuannya pada dirinya. Lagi-lagi mengingkari tiap janji yang dulu diiyakannya tanpa berpikir dua kali.
Sehun melanjutkan, "Ayah orang baik. Setidaknya menurut aku. Memang gak seharusnya orang sebaik Ayah punya menantu sejahat aku."
Wendy terdiam di seberang sana. Kata-kata yang diucapkan Sehun, semuanya menusuk lubuk hatinya yang paling dalam. Perasaan bersalah Sehun, semuanya terasa begitu menyakitkan.
"Hun," dengan keberaniannya Wendy menatap Sehun, "kamu juga orang baik. Aku yakin Ayah gak pernah menyesal punya menantu seperti kamu."
Sehun tersenyum miris di depan sana.
"Hun, dengerin aku," Wendy menggenggam tangannya, "kamu orang baik, jangan kamu lupakan itu. Kalaupun suatu saat aku gak ada di samping kamu, tapi ingat, kalau kamu orang baik dan pantas mendapatkan yang terbaik. Aku mungkin pernah menjadi yang terbaik versi kamu, mungkin sekarang yang terbaik versi Tuhan akan datang."
"Kamu tau," Wendy dengan senyum tegarnya, mengajak Sehun kembali ke masa lalu, "pertama kali aku cerita ke Ayah tentang kamu, dia orang yang luar biasa excited buat ketemu kamu. Katanya, cuma denger nama kamu aja, Ayah udah yakin kalau kamu orang baik dan gak mungkin main-main dengan anak perempuan satu-satunya ini."
"Pas aku ajak kamu ke rumah, Ayah langsung berbinar-binar ngeliat kamu. Gak henti-hentinya dia banggain kamu ke Bang Suho, ke Kak Irene, karena katanya setelah punya menantu perempuan terbaik, dia akan punya menantu laki-laki terbaik. Padahal kan, ya emang menantunya nanti pasti laki-laki dan perempuan," Wendy tertawa mendengar lelucon payahnya, di keadaan seperti ini.
"Gak perlu ada hal-hal yang kita sesali sekarang. Aku. Kamu. Punya cerita masing-masing. Punya hak sendiri-sendiri untuk bahagia. Bagaimanapun caranya. Bukan untuk terus hidup dalam keterpurukan."
Sehun mengangkat kepalanya, menggengam tangan perempuan dia hadapannya dengan erat, "Aku tau, kamu juga orang luar biasa baik yang pernah aku temui. Aku juga tau, kamu nangis hebat ditelpon, berkali-kali minta maaf sama Papa dan Mama. Kamu tau apa yang Mama bilang? Mama bilang aku harus ngelepasin kamu kalau kamu memang gak bahagia. Mama juga bilang, kalau dia merasa menyesal, takut kalau salah satu alasan kamu meminta cerai adalah dirinya yang selalu demanding. Padahal disini yang salah adalah anak laki-lakinya, gak becus menjaga rumah tangga ini, gak pernah bisa membahagiakan istrinya sebagaimana mestinya, gak..."
Wendy memotong ucapannya, "Kita berdua sama-sama salah. Aku salah gak ngasi kamu kesempatan, kamu salah pergi gitu aja setelah semuanya," Sehun berusaha mengangkat suara, Wendy mendahuluinya, "gak perlu menyesali apapun, gak perlu merasa kita jahat sama siapapun, karena emang kita berdua jahat disini, jahat ke diri kita, jahat ke masing-masing dari kita, dan jahat ke keluarga kita. Mungkin, takdir kita cuma sampai disini. Cerita yang tulis Tuhan buat kamu dan aku, buat kita, cuma sampai disini."
"Wen..." Suara Sehun memelan, seakan-akan berpikir akan kata-kata selanjutnya yang akan diucapkannya.
"Kenapa, hun?"
"Kalau aku ajak kamu bertahan demi kedua orang tua kita, kamu mau gak?"

KAMU SEDANG MEMBACA
if you | sehun x wendy
Historia Corta"if you're struggling like I am, can't we make things a little easier?" ©2019 cchanism