“ THEO!” Grant berteriak ketika memasuki kamar tempat istrinya dirawat. Theo dan istrinya tertawa melihat kami, Theo dan Grant langsung berpelukan dan bersalaman. Aku hanya memeluk Theo sebentar lalu beranjak ketempat istrinya yang sedang menggendong bayi.
“ oh hai kayla.. kau sudah besar..” kata Theo sambil mengelus kepala kayla. Kayla hanya tersenyum lalu berlari kecil menghampiriku dan istri Theo. Grant dan Theo datang mendekat. Aku melirik kearah Grant, dia memberiku tatapan hangat.
“ ah, bayi yang cantik..” kataku. istri Theo tersenyum melihatku lalu mengelus pelan pipi bayi yang digendongnya
“ siapa namanya?” tanya kayla yang terlihat senang melihat bayi tersebut. Grant pindah berdiri disampingku dan merangkulku sambil melongok si bayi tersebut.
“ Jenna..” kata Theo senang.
“ hai Jenna, aku Kayla..” kata kayla pelan. Aku dan yang lain tertawa mendengarnya
“ dia cantik..” kataku pelan. Aku bisa merasakan aku ingin sekali menggendongnya. Istri Theo melirikku dan memberikan bayinya pelan kearahku.
“ kau mau menggendongnya?” tanyanya. Aku berpaling kearah Grant, dan Grant tersenyum
“ boleh?” tanyaku tidak bisa menyembunyikan kesenanganku. Istri Theo menegakan duduknya dan menyodorkan bayinya hati-hati kearahku. Aku menggendongnya pelan dan kayla berjinjit melihat. Grant berdiri disampingku, ikutan melihat bayinya. Aku menimang nimang bayinya pelan dan tertawa kecil. Rasanya menyenangkan melihat bayi kecil seperti ini, dan baru disaat moment inilah aku sadar kalau aku ingin punya anak lagi.
“ woah, dia menguap!” kata kayla sambil tertawa pelan
“ hai Jenna…” kata Grant pelan. Aku menoleh kearah Grant sedikit dan bisa kulihat dari raut wajahnya, raut wajah seorang ayah yang nampaknya ketara jelas ingin sekali mempunyai anak lagi.
“ boleh kugendong dia?” tanya Grant kearah Theo dan istrinya, mereka mengangguk. Aku mengoper bayi tersebut hati hati kearahnya dan Grant menimangnya sambil mendekapnya didada erat. Aku iba melihatnya. Aku jadi teringat ketika dia pertama kali menggendong kayla saat masih bayi.
“ hai jenna, aku Grant..” kata Grant pelan. Kayla memelukku
“ mom..” katanya pelan
“ ya sayang?”
“ aku mau satu..” katanya sambil melirikku. Spontan aku dan Grant saling berpandangan kaku, bisa kulihat Theo dan istrinya tertawa mendengarnya.
“ suruh ayahmu belikan satu, kayla..” goda Theo. Aku tertawa mendengarnya
“ dad, aku mau satu..” katanya merengek kearah Grant dan ikutan membelai Jenna pelan.
“ tanya ibumu, boleh atau tidak..” jawab Grant menggodaku. Theo dan istrinya tertawa semakin keras. Aku memutar bola mataku lalu melihat kayla yang merengek.
“ yeah… nanti ibu belikan..” kataku merasa aneh dengan ungkapan yang kupakai sambil menatap Grant yang tersenyum jahil kepadaku.
=======================================================================
[Beberapa malam sesudah kami menengok Theo dirumah sakit]
“ kau masih ingat pembicaraan dirumah sakit waktu itu?” tanya Grant saat kami baru pulang dari makan malam dan langsung masuk kekamar
“ yeah. Dan aku merasa aneh memakai istilah ‘beli’ seperti itu..” ujarku. Grant memelukku.
“ jadi?” tanyanya sambil menggodaku
Aku mengangkat bahu dan menempelkan bibirku di bibirnya. Grant memelukku lebih erat dan aku bisa merasakan tangannya menekan bahuku kearah dadanya. Dia menggendongku dan menidurkanku dikasur. Kami berdua tertawa.
“ langsung seperti ini?” tanyaku
“ hei, kayla yang meminta.. sebagai ayah yang baik aku harus segera menuruti permintaannya secepat mungkin..” aku tertawa mendengarnya. Dia menciumku lagi. Aku meraih ujung kaos Grant dan menariknya agar terbuka. Dia membantuku melepaskan bajunya.
“ kau cepat berganti baju..” kataku
“ backstage mengajariku segalanya..” dia tersenyum.
Saat dia ingin menyentuh ujung bajuku dan menariknya, pintu kamar kamipun digedor gedor. Kami berhenti.
“ mom!!” kayla berteriak.
“ ya tuhan, cepat pakai bajumu Grant!” aku bangun dari tempat tidur dan merapihkan bajuku, kulihat Grant sedang memakai bajunya, aku membuka pintu dan Kayla berlari kearahku.
“ mom coba pegang keningku… aku merasa mual dan pusing..” katanya lemas. Aku menyentuh keningnya dan satu tangan lagi menyentuh keningku.
“ ya tuhan..” aku berseru, “Grant!” aku melirik kearah Grant, dia datang menghampiri kami lalu menggendong kayla. Grant menempelkan jidatnya kearah jidat kayla.
“ dad, aku ingin muntah..” katanya sambil merajuk kearah Grant
“ dia panas..” Grant dan aku langsung keluar dari kamar dan menuju kebawah. Aku mampir kekamar kayla untuk mengambil jaketnya dan memakaikannya padanya. Grant menaruh kayla, dan dia mengambil kunci mobil. Setelah memakaikan jaketnya, aku menggendong kayla. Dia mengalungkan tangannya dileherku dan meletakkan kepalanya didadaku. Kami bergegas menuju rumah sakit.
==========================================================================
Kayla rupanya sakit radang tenggorokan. Ia agak sumeng dan dokter memberikan obat panas. Dia harus beristirahat dirumah selama seminggu. Grant dan aku bergantian menjaganya dikamarnya. Mengompresnya dan menghiburnya.
“ dia sudah tidur..” kata Grant sambil berjalan kearahku yang sedang duduk diruang keluarga sambil menonton acara televisi favoritku. Grant duduk disebelahku.
“ terimakasih sudah menjaganya malam ini..” kataku tulus. Aku melirik jam tanganku dan ini sudah tengah malam rupanya. Aku membaringkan kepalaku didada Grant masih sambil menonton televisi.
“ mungkin kita lupakan dulu niat kita untuk punya anak lagi..” gumamku
“ yeah..” Grant sepertinya setuju. Aku mengelus dadanya.
“ tapi tidak ada salahnya terus mencoba..” godaku. Dia tertawa
“ aku akan coba terus..” ujarnya, aku menepuk dadanya
“ menurutmu kapan waktu yang tepat- kau tahu, saat untuk memulai?”
“ memulai bagaimana?”
“ well, memulai untuk mempunyai anak lagi..”
“ membuatnya maksudmu?”
“ bukan!” Grant menghardikku sambil tertawa
“ lihat, sekarang kita merawat kayla sakit saja kerepotan seperti ini… bayangkan kalau kita punya anak lagi, dan masih bayi pula.. sakit juga, hypotheticly… akan jadi apa kita..” aku diam sebentar mencerna perkataannya.
“ hmmm..” aku hanya bergumam mendengarnya
“ menurutmu kita menunggu sampai dunia menyatakan ya untuk kita?” tanyaku
“ yepp. Let the universe decide!” ujarnya sambil tersenyum
“ oke.. so, kita jangan pikirkan?” kataku lagi dan Grant mengangguk
“ yepp.” Jawabnya
Mulai saat ini, aku dan Grant baru setuju akan punya anak lagi sampai kami berdua benar-benar yakin kalau kami siap dan biarkan dunia yang memutuskan []