Adam lagi ngopi-ngopii manzaaaa gituuuu samaa ceweekkk. nggak sadar yee, anaknya mau di buang mbak lintang. hahhahaha
***
Sebenarnya, wanitalah makhluk yang gemar berdusta di dunia. Ia akan mengatakan baik-baik saja, padahal hatinya sedang berduka dan berdarah. Ia selalu menggeleng dan mengatakan tak apa, walau yang sesungguhnya ia tengah memendam kecemburuan di tengah kubangan hati yang remuk redam tiap melihat prianya terlalu akrab dengan wanita lainnya.
Wanita, sebuah gelar yang disandang bukan untuk dibanggakan. Melainkan sebagai sebuah pengingat, bahwa bebannya tak hanya menangisi putus cinta belaka. Tetapi lebih mengarah kesegala persoalan hidup. Selain fakta bahwa mengandung dan melahirkan merupakan tugas mulia untuk kaumnya. Namun semuanya tentu tak mudah. Harus ada perjuangan yang menuntutnya untuk menggadai nyawa, demi titipan Tuhan yang paling berharga.
Seorang anak.
Ya, seorang anak.
Lalu para pria, sudah cukupkah kau mengucap cinta untuk masing-masing wanitamu?
Adam tersenyum saat melihat Hawa melambai padanya. Ia sudah terlebih dahulu menunggu wanita muda itu. Dengan janji temu yang sebenarnya dibuat Hawa untuknya. Pertemuan kesekian mereka dalam dua minggu terakhir ini.
Ya, pada akhirnya, Adam menerima saran ibunya untuk bertemu Hawa sewaktu itu.
"Maaf ya, Mas, jadi nunggu lama." Wanita itu duduk di hadapan Adam. Mengenakan kemeja lengan panjang bermotif kotak-kotak kecil, Hawa merupakan wanita casual yang tidak terlalu suka dengan hal-hal rumit semacam gaun dan sepatu hak tinggi.
Wanita ini begitu natural. Rambutnya tidak terlalu panjang, hanya sebatas bahu saja. Namun Hawa kerap menguncirnya menjadi ekor kuda. Katanya, biar lebih luwes dan tidak gerah. Adam mengangguk saja pada saat wanita itu mengatakan apa yang tak pernah Adam tanyakan sebenarnya.
"Iya, nggak apa-apa kok." Adam menjawab singkat.
Sebenarnya bukan karena ia setuju dengan perjodohan yang dicanangkan sang bunda sebagai bagian dari agenda yang harus mulai Adam pikirkan untuk masa depan. Jelas, Adam tak suka kata perjodohan di situ.
Kebetulan saja, ketika pertemuan mereka yang pertama, Hawa berhasil menarik perhatian Adam yang selama ini tak pernah tertarik oleh pertemuan-pertemuan macam itu. Hanya saja, Hawa berbeda dari gadis-gadis yang pernah diperkenalkan ibunya kepada dirinya.
"Jadi kenapa nih kok ngajak ketemuan? Maaf ya, kalau makan siang saya bener-bener nggak bisa, Wa. Makanya jam segini kita ngopinya." Siang nanti Adam akan bertemu dengan Bagas untuk membahas masalah klien mereka.
Sebenarnya tak boleh seperti itu, maksudnya bertemu demi membahas urusan klien yang membuat mereka menjadi rival dipersidangan kali ini. Hanya saja, Bagas berpendapat ada yang terasa janggal dari permintaan Nessa—klien Adam, untuk mengajukan gugutan pembatalan pernikahan terhadap suaminya sendiri, yang dalam kesempatan kali ini merupakan klien Bagas—Dylan namanya.
Hawa mengangguk kecil sembari tersenyum, ia sangat mengerti dengan kesibukan Adam. "Ini lho, Mas." Disodorkannya sebuah undangan keatas meja dan mendorongnya kepada Adam. "Ada undangan pernikahannya Mbak Reni, kalau nggak salah Mamanya Mbak Reni teman arisan Mamanya Mas Adam juga." Jelas Hawa saat Adam mulai membuka undangannya. "Itu satu buat Tante Ratih, satu lagi buat Mas."
"Lho saya dapat juga?" Adam tertawa kecil. "Reni itu yang punya toko kue di daerah Kemayoran bukan? Apa itu namanya ya? Lupa."
"Iya, Mas. Mbak Reni yang itu." Timpal Hawa membenarkan. "Tante Hara lagi di Singapura, Om Hendra, operasi Prostat di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Taste (COMPLETE)
ChickLitLintang pikir, itu adalah cinta. Namun kehadiran Adam membuatnya sadar bahwa tidak semua rasa yang kita anggap sempurna adalah romansa. Tetapi Dennis menolak mundur dari perasaannya. Ia perjuangan rasa yang berdentam di dada sekalipun tabu mengirin...