Chapter 5

1K 114 15
                                    

"Aku akan mencari tahu sendiri dan membuktikannya pada kalian!" Acer mengepalkan tinju pada meja di hadapannya. Ruangan khusus rapat yang berada di ruang bawah tanah itu sekarang sudah kosong, menyisakan dirinya yang masih duduk di salah satu bangku kayu dengan ditemani sedikit cahaya minim dari lampu pijar yang redup.

Ruangan ini memang sengaja dibuat tersembunyi dan gelap agar tidak sembarang orang yang tahu atau akan menemukannya. Karena hampir segala rahasia lidio dan
kota Tutendo disimpan disini.

"Tapi, apa yang harus kulakukan? Aku sendiri bahkan juga tidak yakin dengan apa yang kulihat" Ia menghela napas pelan. Suara yang dikeluarkannya jelas geraman.

Flashback on

"Kami sudah mencari kemanapun, tapi kami masih belum juga menemukannya!" Jawab Paul dengan nada yang hampir-sangat putus asa.

Griffin menarik napas dalam, lalu beralih berusaha menenangkan seorang perempuan yang memeluk anak kecil yang sama-sama memasang wajah khawatir dan ketakutan didepannya.

"Jangan khawatir, kami akan menemukannya segera. Percayakan semuanya pada kami, suami anda tidak akan apa-apa"

"Tapi, aku mendengar banyak orang menghilang lalu tewas tiba-tiba secara misterius akhir-akhir ini. Bagaimana jika ayahku juga?" rengek anak perempuan itu sambil terisak pelan.

Raut wajah yang dengan jelas menggambarkan kekhawatiran juga ketakutan mencekam Tutendo malam itu. Wajah- wajah putus asa, pikiran yang kalut, dan air mata benar-benar menyelimuti Tutendo akhir- akhir ini. Bagai kabut hitam yang entah dari mana datangnya lalu tiba-tiba menutup segala kebahagiaan dan ketenangan di kota ini, seolah olah kehilangan nyawanya seketika.

Kabut hitam macam apa yang tega membuat kelam kota hijau indah yang tak berdosa ini?

"Doakan saja itu tidak akan terjadi" Griffin membelai pelan puncak rambut anak itu dengan sedikit senyum yang benar benar ia paksakan.

Demi apapun, siapa yang tidak bakalan tega melihat anak kecil berumur lima tahunan yang masih belum banyak mengerti tentang banyak hal berada dalam ketakutan dan keputus-asaan yang mencekam dan tanpa harapan? bahkan untuk seorang Griffin--pemimpin besar di kota tua ini. Tidak juga untuk Paul--laki laki tergagah seantero kota. Juga Hugos--sesepuh paling terpandang dikalangan manapun.

Namun Griffin tak bisa menyangkalnya, Paul tak bisa menyangkalnya, Hugos juga tak bisa, tak ada yang bisa menyangkalnya. Sama sekali.
Akui saja, mereka pun tak tahu harus berbuat apa. Memang belakangan banyak kasus yang sama seperti kasus sekarang, dan tak ada satupun yang berakhir sesuai harapan.

Mereka mulai bingung dan stress. Kasus ini belum pernah terjadi bahkan sejak nenek moyang mulai menetap. Hal ini benar benar menguras pikiran dan tenaga. Mereka putus asa dan merasa tak berguna, apalagi lidio merupakan satu satunya harapan.

"Tidak! ada satu tempat yang belum dicari!" Acer tiba-tiba mendekat.

"Dimana?" tanya Hugos,

"Hutan terujung" sambungnya.

Paul ikut mendekat, menggeleng kencang, "Tidak, kita tidak bisa kesana! itu sama saja bunuh diri!"

"Kita tidak bisa. Bisa-bisa kita kehilangan banyak anggota lagi" sambung Griffin miris.

Memang benar, memasuki hutan itu sama saja bunuh diri. Korban-korban dari kasus ini selalu saja sama--menghilang sampai malam lalu ditemukan tak bernyawa di hutan terujung saat siang harinya.
Pernah sekali beberapa anggota lidio mencari sampai ke hutan itu saat malam hari, namun anggota itu malah ikut-ikutan hilang dan akhirnya ditemukan tak bernyawa siang harinya bersamaan dengan korban hilang yang mereka cari.

"Aku tidak mengatakan kita akan mencari kesana. Aku akan mencari sendiri!" kata Acer mantap tak memperdulikan ekspresi tercengang dari semua orang.

"Tapi Ace..."

Belum sempat Hugos menyelesaikan kalimatnya Acer buru-buru memotong. "Ini keinginanku sendiri, jadi kalian tak bisa melarang! Aku merasa ini memang sudah tanggung jawab sebagai anggota lidio yang berkewajiban melindungi segala hal dikota ini! Aku akan pergi dan tak ada yang bisa melarang! bahkan jika aku mati tak apa! aku akan tetap menjaga seluruh kota meski hanya berupa arwah gentayangan, bahkan itu lebih baik!"

Itulah dia. Selalu ambisius, bergebu gebu, dan keras kepala. Tak ada yang bisa melawannya jika sudah begini. Apalagi jika sudah menyangkut kota tersayangnya.

"Baiklah jika itu memang maumu, tapi kau harus pergi sendiri" Griffin menyetujui, menyadari takkan ada gunanya melawan ambisi Acer.

Bulan semakin meninggi, hawa dingin yang selalu menyelimuti Tutendo menjadi semakin dingin. kebetulan kah? atau memang efek dari susana yang sangat mencekam sekarang?

Hampir setengah jam Acer berjalan di hutan ini sendirian, dengan dua pistol di tiap sakunya untuk berjaga jaga. Tiba-tiba, ada bunyi aneh dan sedikit rusuh dari balik rumput- rumput jalar yang menutupi jalan didepannya.

Ia mendekat dan menyilak sedikit rumput jalar itu. Menampakkan sesuatu yang abstrak.

Benar benar abstrak bahkan.

Hingga hampir tak bisa diterima oleh akal sehat.

Makhluk apa itu? Acer mengucak mata berkali-kali.Makhluk itu tidak seperti manusia, tidak juga seperti hewan. Badannya seperti manusia tapi lebih pendek dan ceking. Acer tak bisa memastikan bentuk tubuh makhluk itu secara benar karena makhluk itu menghadap belakang dan bagian belakangnya ditutupi oleh sayap yang besar.

Sayap?

Ya! sayap. Makhluk itu punya sayap, sepasang sayap berwarna gelap.

Seorang laki-laki tergeletak tak berdaya di depan makhuk itu. atau mungkin tak bernyawa.

"Apakah dia merupakan salah satu makluk kuno yang sudah punah?"  batin Acer pangling

"Ah ini merupakan penemuan besar!"

"Sial! Gara-gara perempuan itu aku jadi sangat lapar! Aku harus memilikinya, kalau tidak aku bisa gila!" Makhluk itu tiba-tiba bersuara dengan bahasa manusia, mematahkan hipotesis makhluk kuno Acer.

Acer merasa sedikit sesak oleh rumput jalar yang ada di dekatnya dan berusaha sedikit merenggangkan tubuh dengan melangkah sedikit kebelakang. Tapi sial, ia malah terinjak ranting yang akhirnya menimbulkan suara yang cukup jelas.

Sangat Jelas sebenarnya untuk makhluk itu, karena makhluk itu tiba-tiba dengan sigap melihat ke arahnya.

Kini ia dapat melihat wujud makhluk itu dengan jelas. Mata sipit yang tajam dan menonjol, hidung runcing, rahang berbentuk V dan garis wajah yang keras dan kaku. Ditambah sepasang taring dan tanduk yang sama sama tajamnya.

Acer mangambil langkah mundur, salah bertindak sedikit saja bisa-bisa ia berakhir sama dengan korban yang didepannya.

Makhluk itu membuka sayapnya yang besar lebar-lebar dan dengan sekali kepakan saja ia sudah berada di depan Acer. Makhluk aneh itu mengeluarkan taringnya yang tajam, mendekatkan ke kulit Acer. Tapi belum sempat ia melakukannya....


KKkkkkkkk!!!!!!

.....makhkuk itu memekik bagai kelelawar yang terancam bahaya.

Namun Acer sempat mengeluarkan pistol dan menembakkannya tepat mengenai bahu kiri makhluk itu. Membuat makhluk itu mengeluarkan suatu cairan. bukan darah, melainkan carian hijau kental yang mengalir deras.

Makhluk aneh itu mengepakkan sayapnya kembali, lalu terbang melewati puncak puncak pohon yang menutupi hutan terujung.

DARK WINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang