XXIX

1.8K 240 49
                                    

"Tentu saja, ini aku...

...Nana, Na Jaemin."

---

Iya, pria yang merupakan adik kelasnya itu kini berjalan menghampirinya dengan senyuman yang sedari tadi terpancar indah dari wajah tampannya.

"Ja-Jaemin?"

"Ahahaha, semua orang juga kaget kok saat aku kembali. Terutama Jeno. Aku benar-benar dirindukan oleh semua orang ternyata."

Plak!

"Tentu saja kau dirindukan. Bagaimana tidak? Kau vakum mendadak dengan alasan sebuah sakit yang membuat semua orang khawatir! Dasar bocah!" Ucap Arin dengan nada sewotnya.

Sementara Jaemin, adik kelas Arin itu hanya mengelus bahunya yang baru saja dipukul oleh gadis itu.

"A-ah sakit, nunna. Kalau aku sakit lagi bagaimana?"

"DL lah!"

"Apaan itu?"

"Derita lo!"

---

Suasana dingin menghiasi salah satu meja dari sekian meja makan di kantin.
Tiga murid saling memandang ragu satu sama lain. Seakan kurang dan sepi di antara mereka.

"Apakah karena status bisa membuat kalian pecah seperti ini? Ayolah, Mark. Kau bukan anak kecil lagi."

Mark menatap sahabat perempuannya itu. Ingin ia mengatakan yang sejujurnya, tapi, semuanya seakan kaku untuk diucapkan.

"Waktu yang mungkin bisa membuat kita kembali. Walaupun aku sendiri tidak yakin."

Mina dan Kangmin pun saling bertukar pandangan dan menghela nafas sesudahnya, menandakan kalau kedua sahabat Mark itu sudah benar-benar bingung dengan perang dingin yang terjadi di antara Mark dan Arin saat ini.

---

Arin pun mulai menikmati makanan yang baru saja Jaemin berikan.

Lezat, hanya saja mood nya untuk makan sama sekali tidak ada dan harus membuatnya tidak bisa menikmati bagaimana lezatnya makanan ini.

"Makan yang banyak, nunna. Kau terlihat kurus. Seburuk itukah pengaruh putus hubungan?"

"Kau tidak mengerti apa-apa."

Sungguh, Jaemin tidak mengerti dengan orang-orang di sekitarnya.

Apa kebenaran yang mereka semua sembunyikan darinya?
Serahasia itukah sehingga ia hanya boleh tahu jika waktunya tepat?

Pria bersurai hitam itupun menatap sosok Arin dalam.
Miris melihatnya, pipi yang setahunya tembam kini terlihat kurus, mata segarnya juga terlihat sangat sembab.

"Kau benar-benar tidak sehat, nunna."

Arin menghentikan aktifitas makannya dan tersenyum miris.

Iya, ia sudah tidak sehat, bahkan ia juga meragukan kewarasannya yang seakan melayang entah kemana.

"Ma-maafkan aku, nunna. Ta--"

"Tidak masalah, terima kasih sudah mengamati bagaimana buruknya aku saat ini."

"Nunna, jangan biarkan semua ini berlangsung lama. Kau tidak ingin kan, semua orang juga sakit melihatmu seperti ini? Sekarang nunna kembali ke kelas, tempat makan ku bawa saja kau bisa mengembalikannya lain waktu. Yang kau butuhkan saat ini, hanya lah istirahat dan menjernihkan pikiran. Hanya itu, nunna."

Kini, kedua sudut bibir merah muda itu terangkat sempurna. Senyum yang tidak sepenuhnya senyum terlihat jelas di wajah cantiknya.

Tentu, semua kejadian ini tidak bisa memaksanya untuk kembali tersenyum seperti biasa. Ia butuh waktu.

"Terima kasih, Jaemin. Aku duluan, akan aku titipkan pada Jeno nanti."

"Tidak masalah, kau bisa mengembalikannya kapan saja."

"Sekali lagi, terima kasih."

"Kembali, nunna."

Jaemin pun menatap kepergian kakak kelasnya itu dengan sebuah rasa yang campur aduk.

Sedih, khawatir

Dua buah rasa yang paling mendominasi di dalam hati Jaemin saat ini.

"Terlihat mengkhawatirkan, bukan?"

Jaemin pun menoleh kearah sumber suara.
Tidak, perkiraannya hanya ada satu orang yang datang. Tapi, yang ia lihat sekarang terdapat dua orang yang menghampirinya.

"Sangat mengkhawatirkan. Tidak adakah dari kalian yang ingin menceritakan yang sebenarnya? Ini membuatku sungguh pusing, kawan."

Renjun dan Jeno pun hanya tersenyum. Mereka tahu, rekan yang sudah dirindukan oleh beribu-ribu orang itu akan menanyakan hal yang tidak akan mereka katakan.

"Cobalah cari tahu, kawan."

"Haish! Menyebalkan! Yak! Jeno! Renjun! Kalian itu, sahabat macam apa?!" Omelnya pada pria bermarga Lee dan pria China tersebut.

Tidak perlu ditanya lagi, bahkan tanpa aba-aba Jaemin langsung dihadiahi pukulan yang mendarat dengan sempurna di bahu yang tadi dipukul oleh Arin.

Tepatnya, bukan Renjun lah pelakunya, melainkan sahabat kecilnya selama ini,

Lee Jeno

"Yaak!! Sakit!!"

---

Siang menjelang sore hari, baik Arin, Mina, maupun Mark terpaksa harus membuat dispensasi, yang diakibatkan sebuah acara yang membutuhkan gladiresik, untuk nanti malam.

Sepanjang perjalanan, tidak banyak obrolan yang terjadi.

Jujur saja, Arin benci situasi seperti ini, dan Mina, gadis itu mengkhawatirkan dua sahabatnya ini.

Mark?
Tidak perlu ditanya, ia lebih merasa campur aduk dari pada dua gadis yang berada di sebelah kanannya.

Tak jarang bagi Mark untuk setidaknya melirik sosok Arin yang tetap dengan tatapan dingin nan kosongnya.

'Jangan seperti ini, kumohon. Kau menyakitiku, Rin.'

---

Gladiresik pun dimulai. Dengan para artis pendukung duduk di bangku yang telah disediakan untuk penonton.

Sudah beberapa artis yang mengisi acara melakukan GR dan kini giliran grup yang dinaungi oleh Hyojung beserta adik-adiknya.

Baru saja ketujuh gadis itu berdiri, salah satu di antaranya terlihat pucat disertai keringat yang mulai bercucuran pada pelipisnya.

"Rin? Kau tidak apa?"

"Eh? Iya, eonnie. Aku tidak apa."

"Kau yakin?"

Arin pun mengangguk untuk meyakinkan kakak tertuanya sekaligus leader dari grupnya.

Jujur saja, jika ditanya apakah ia kuat atau tidak, maka ia akan menjawab tidak.

Kepalanya sudah terasa sangat sakit, pandangannya juga sedikit kabur. Tapi, jangan panggil dia Arin jika ia langsung menyerah begitu saja.

Lagu pun mulai berputar, semua member juga sudah menggerakan tubuhnya sesuai koreografi yang sudah mereka latih.

Sungguh, pandangannya mulai kacau, kepalanya juga sudah terlalu pening dan...

Semuanya gelap

"Arin?!"

T
B
C

Maaf, bru update lagi eheheehe :v

Maaf klo ceritanya juga mulai ga jelas :(

Kyknya aku jadwalin aja yaa biar teratur updatenya wkwkwwk

Soo, scandal bakal update setiap hari rabu..

Dan..

Jangan lupa vomentnya yaa :)

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang