XXXIV (1/2)

1.7K 210 24
                                    

'Maafkan aku, lebih dari yang kau tahu, aku sungguh, sangat amat mencintaimu. Tapi, hatimu lebih penting dari segala rasa yang aku miliki.'

---

Dengan sisa tenaganya, Arin berjalan gontai pada setiap langkahnya menuju dorm.

Kemana Jeno?

Gadis itu menolak untuk diantar pulang oleh mantan kekasihnya itu.

Dan Jeno juga tidak bisa memaksa seorang Choi Yewon, jika gadis itu sedang dalam keadaan seperti sekarang ini.

Dia butuh waktu sendiri

Tidak ada rasa sakit hati saat Jeno memutuskan hubungannya. Bahkan, sejujurnya ia tidak merasa terbebani akan hal itu.

Tapi, kenangan buruknya terasa seperti kembali terulang.

"Tolong jauhi dia. Aku minta maaf, Rin. Tapi, tidak kah kau ingat tentang perjanjian?"

Ucapan Koeun berputar kembali di otaknya.

Ucapan yang membuat seluruh rasa percayanya gugur dan rasa kecewa yang amat besar hadir.

Kekecewaan terdalamnya pada pria itu, membawanya pada sebuah keadaan terpuruk akibat perasaannya yang terlanjur pada pria itu.

Kembali pada keadaannya saat ini.
Berjalan di antara ramainya orang, membuatnya memutuskan untuk bersinggah sebentar di sebuah cafe terdekat.

Memilih tempat di bagian agak dalam cafe.
Tidak menghitung detik, pelayan cafe sudah menghampirinya.

"Latte satu."

"Ada lagi?"

"Tidak, terima kasih."

---

Sebuah pintu terbuka dengan lebarnya dan memperlihatkan sosok seorang pria berparas tampan dengan segala ketenangan di dalamnya.

"Terlihat tenang sekali. Apa yang telah kau perbuat?"
Perkataan itu menyambutnya saat baru saja melangkahkan kakinya ke dalam dorm.

Pertanyaan yang dijawab oleh sebuah senyuman simpel dan tulus.

"Tidak ada. Hanya saja, aku sudah mengembalikan semua hak yang seharusnya milik kakak ku."

Renjun yang baru saja menghabiskan roti isinya pun melangkah mendekat kearah Jeno yang kini sedang bersandar santai di sopa ruang tengah.

"Aku tahu kau akan melakukannya."

"Sedikit menyakitkan saat melihatnya kembali menangis, aku kira itu karena aku. Tapi, setelah aku tanya, nunna hanya menjawab, memori buruk saat itu tiba-tiba terasa kembali. Dan detik kemudian, ia memasang senyum yang hanya pernah kulihat saat nunna bersama Mark hyung. Dan di situ, aku merasa cukup lega."

Mendengar semua penjelasan sahabatnya itu, Renjun pun menepuk pundak kanannya dan tersenyum.

"Kembali seperti semula?"

"Tentu saja."

"Sudah ada yang menantimu. Baru saja ia mengirimkan makanan untukmu."

Jeno pun mengernyitkan dahinya heran pada Renjun.

"Maksudmu?"

Pria asal China itupun mengambilkan sebuah kotak bekal di atas meja makan dan memberikannya pada Jeno.

"Bacalah isi suratnya."

Mengikuti perkataan sang sahabat, pria berhidung mancung itupun mulai membaca setiap kata yang ada pada secarik kertas yang terdapat di atas kotak bekal tersebut.

'Oppa, sudah lama tidak bertemu, bukan? Kkkkk
Aku sudah bertumbuh besar sekarang dan bukan anak kecil lagi.
Melihatmu di layar tv membuatku merindukanmu dan ingin cepat menyusulmu untuk debut.

Ah, maafkan aku, hanya ini yang bisa aku buat. Semoga kau suka yaa ^^

Jika, kau punya waktu luang, mari kita bertemu. Kkkkk

From : betrayer Kim'

Bodohnya seorang Jeno, pria itu masih belum kepikiran siapa yang mengirimnya makanan itu.

"Masih belum tahu?"

Dengan polosnya Jeno menggeleng, yang langsung membuat Renjun menghela nafas kesal pada sahabat tampannya yang satu ini.

"Ingat baik-baik. Clue-nya, saat MMC siapa yang kau sebut pengkhianat?"

"Hah? Peng-pengkhianat?"

Seketika mata Jeno melebar, tanda ia tak percaya pada ucapan Renjun barusan.

"Kau ini bodoh atau lemot, tuan Lee?"

"Renjun! Ini Lami?! Kim Sunkyung?! Kim Lami?!

"Iya bodoh!"

"Hahahhahaha!!"

Di sini Renjun sedikit bingung.

Kenapa Jeno ketawa? Padahal daritadi dia bingung seperti orang bodoh.

'Kau orang baik, dan kau pantas mendapatkan yang lebih baik darinya. Aku sahabatmu, akan selalu mendukung segala keputusanmu.'

---

Bosan menunggu, Arin pun mengedarkan pandangannya kesekeliling cafe.

Tidak ada yang menarik

Hanya saja, matanya menangkap sepasang pasangan yang ia tahu jelas siapa dua orang itu.

Mark

Koeun

Ia benci harus melihat dua orang itu.
Bayang-bayang buruk yang seakan berputar kembali.

Rasa menyesal harus mengakhiri segalanya dengan Jeno.

Berpikir bahwa setiap ucapan Jeno beberapa menit yang lalu adalah dusta.

Mark sama sekali tidak kehilangannya.

Ia benar-benar membenci pria itu.

"Nona, ini pesanan anda."

"Terima kasih dan ambil saja kembaliannya."

"Terima kasih, nona. Semoga harimu menyenangkan."

Gadis itu tersenyum tipis dan seikhlasnya.
Doa pelayan itu sangat bertumpang tindih dengan keadaan hatinya sekarang.

Arin pun berjalan menuju pintu keluar cafe, tapi sepertinya dewi fortuna tidak berpihak sama sekali kepadanya.

Seorang pelayan tidak sengaja menumpahkan minumannya kearah Arin.

"Aakkhh!"

"Nona, maafkan saya."

"Tidak masalah."

Dengan langkah cepat Arin melalui pelayan tadi. Tanpa lu ia menatap sinis kearah Mark dan Koeun yang ternyata melihat kehadirannya.

"Mark.."

"Aku harus pergi!"

---

Gadis bersurai cokelat gelap itupun menerobos setiap pejalan kaki yang ada di hadapannya.

Tidak peduli dengan panggilan yang emang dia tahu siapa pelakunya.

"Arin!! Yewon!!"

Kena

Mark berhasil meraih tangan kanan gadis itu.

Ia tidak ingin melepaskan kesempatannya lagi.
Cukup pertama dan terakhir ia melepaskannya, tapi tidak dengan kali ini.

"Ada apa?"

"Jangan salah pah-"

"Bukan kah kita tidak saling mengenal? Tetap lah diam, karena aku tidak mengenalimu dan tidak ingin mengenalmu. Maaf, aku harus pergi."

T
B
C

Maaf jadi ga jelas gini T^T

Maaf slow update jugaa :"((

Jangan lupa vomentnya yaa :))

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang