Andini membuka mata dan melihat langit-langit kamarnya. Matanya sakit, tenggorokannya sakit. Dia ingat dengan jelas apa yang terjadi. Andini menarik badannya untuk duduk meski kepalanya pusing setengah mati. Dia membawa tubuhnya keluar kamar dan menemukan Bima duduk di depan TV.
Andini mencari-cari dengan panik sosok Reza. Dia membuka pintu kamar mandi dan tidak menemukannya. Andini terjatuh di depan pintu rumah. Dia meninggalkanku karena aku bereaksi berlebihan. Dia meninggalkanku karena aku memukulinya. Dia meninggalkanku setelah janji tidak akan pergi.
Tangan besar melingkari bahu Andini, menariknya ke dalam pelukan besar dan hangat.
"Reza pergi sebentar untuk berganti pakaian. Dia akan kembali"
Andini menggeleng, "Dia akan pergi lagi. Lagi dan lagi. Aku tidak berharga lagi."
Bima mendesah lega saat mendengar suara Andini. Dia takut sekali Andini tidak akan bersuara lagi karena syok dan sedih. Dia yang menangis sangat keras tapi tanpa suara menakuti Bima.
"Kamu berharga Din. Untuknya. Untukku."
"Bagaimana bisa... Aku histeris. Aku mengerikan."
"Karena aku mencintaimu. Aku mencintai sikap histerismu. Aku mencintai sikap mengerikanmu. Aku mencintai seluruh dirimu."
"Reza mencintaiku dan dia meninggalkanku. Cinta pun tidak menjadi jaminan aku berharga."
"Aku akan selalu pulang padamu setiap sore. Kamu tidak perlu bertanya-tanya apakah aku bisa pulang dengan keadaan hidup setiap aku keluar rumah. Kamu akan menjadi prioritas utamaku. Hanya kamu yang perlu aku jaga dan aku tidak butuh menjadi pahlawan bagi orang lain. Aku hanya ingin menjadi pahlawan untukmu"
Andini menutup telinganya, "Jangan katakan itu."
Perkataan Bima menusuk Andini. Memukul tembok keyakinan yang dia bangun untuk Reza. Tembok itu dia bangun mati-matian diantara kesedihan, ketakutan dan keputus asaan. Tembok itu membuatnya menjalani hidup dengan damai, keyakinan bahwa Reza tetap akan kembali padanya. Bahwa Reza begitu serius karena pekerjaan itu adalah mimpinya. Andini tidak akan merebut mimpi seseorang.
Andini sadar mimpi itu telah menjadi prioritas bagi Reza. Reza akan pergi di kesempatan pertama yang dia miliki jika mendapatkan panggilan dari orang-orang yang membutuhkannya. Dia tidak akan mengeluh ataupun takut meski itu membawanya pada luka-luka lain. Bahkan tidak pada nyawanya.
Andini masih bisa tahan jika dirinya yang di sakiti tapi tidak orang yang dia cintai. Dia sudah terlalu lama hidup dengan melihat orang yang dia cintai meninggalkannya. Ibunya meninggalkannya. Ayahnya tidak lagi mencintainya. Kakek dan Neneknya meninggal bersama, seperti mengatakan bahwa dia tidak penting sehingga mereka tidak mengajaknya bersama. Dia tidak bisa menerima jika satu orang yang dia cintai meninggalkannya lagi.
Andini menoleh, melihat wajah Bima. Lelaki ini tidak akan dengan sengaja membahayakan dirinya. Dia terlalu mencintai keluarganya untuk membuat mereka sedih. Dia menjaga keluarganya, kehilangan mimpi pun bukan masalah demi keluarga yang dia cintai. Dia mencintaiku. Dia akan sehat, hidup sangat lama.
"Aku membutuhkanmu..."
Bima menarik nafas kebahagiaan dan mencium pipi Andini, "Beri aku kesempatan Din. Berilah kesempatan pada perasaanmu untukku berkembang."
Perasaanku? Perasaan membutuhkannya saat aku sedih? Perasaan nyaman setiap kali ada bersamanya? Perasaan kagum dan menghormatinya? Perasaan mencemaskannya? Perasaan perhatian padanya? Perasaan menyukai setiap kekonyolannya? Perasaan mengerti dirinya? Perasaan sayangku padanya. Dia penting untukku. Dia kebahagiaan baruku.Keluarga baruku.