Andini memakai gaun anggun berwarna ungu muda, rambutnya di gerai dengan bentuk menggelombang, dia memakai japitan lavender di sisi kanan, memperlihatkan telinganya yang memakai anting. High heels-nya berwarna senada dan dia tidak memakai perhiasan lain selain cincin pertunangannya.
"Andini, sudah siap, sayang?" tanya Matahari dari luar pintu kamar Reza yang menjadi kamar Andini selama menginap di sana.
"Sudah Bu" jawab Andini sambil menyemprotkan parfume lavender kesukaannya.
Andini membuka pintu, Matahari menyambutnya dengan senyum, "Kamu cantik sekali. Kalau Reza melihatmu, dia pasti jatuh cinta lagi."
Andini tersipu malu, "Terimakasih. Kalau Ibu tetap cantik."
"Terimakasih saya. Ayuk berangkat. Nanti Bunga sedih kalau kita tidak segera sampai di sana."
Andini mengangguk dan menggandeng Matahari menuruni tangga. Mereka di sambut oleh Bahtiar yang juga tampan dengan tuksedo berwarna hitam. Matahari menggandeng Bahtiar di sisi lain dan siap berangkat ke acara penyambutan Dimas.
Pesta penyambutan Dimas Caraka sampai saat ini berlangsung dengan lancar. Semua tamu undangan datang memenuhi undangan yang dikirimkan, membuat Bunga sebagai tuan rumah puas. Tidak ada kekacauan dan keluhan dari tamu. Dimas menjadi sorotan utama berdiri bersama ayahnya, di kenalkan dengan semua orang yang nanti akan bekerja bersamanya. Bunga menyentuh dadanya yang terasa hangat. Pemandangan itu akan lebih pas jika ada anak lelaki tertuanya.
Bunga mendesah, Bima berada entah di mana. Bunga hanya berharap anak lelakinya itu tidak menganggu salah satu tamu wanita. Anak lelakinya itu memang memiliki tampang dan aura playboy sejak dia masih kecil. Di tambah kekeras kepalaannya yang membuat wanita penasaran dan terpikat.
Bunga tersenyum kecil, mengingat percakapannya dengan Yudistira saat Bima kecil membuat dirinya di kerubungi para wanita, "Kita membuat monster kecil perayu" kata Yudistira dengan ekspresi sebal tapi matanya memancarkan kasih sayang tanpa syarat.
Bunga melihat seseorang yang dia sukai di sisi lain ruangan. "hallo sayang" sapa Bunga ke Andini yang malam ini cantik dengan gaun warna ungu muda yang membuatnya bersinar.
"hallo Ibu. Ibu tidak ikut dengan Om dan Dimas?"
Bunga mencibir, "Ibu tidak mau, membosankan. Lebih baik bersama kamu saja. Oh iya, nanti kamu berdansa dengan Dimas saja ya."
"aduh, saya tidak bisa berdansa Bu. Saya tunggu di sini saja sambil makan"
Bunga melihat Andini tidak setuju, "ayolah sayang, masa kamu diam saja di sini."
"tidak apa-apa Ibu, sungguh. Lagipula Dimas kan membawa pasangan malam ini. Kasihan pasangannya."
"ibu akan memikirkan sesuatu sampai waktunya dansa dan kamu harus berdansa. Wanita secantik kamu tidak seharusnya sendirian"
Andini meringis, "terimakasih Bu"
Yudistira menghampiri Bunga saat waktu dansa di umumkan. Andini merasa tidak enak saat Bunga dan Matahari berkeras dia berdansa padahal dia tidak punya pasangan. Andini kabur ke kamar mandi sebelum Matahari memanggil salah satu kerabatnya. Andini berjalan pelan setelah Matahari dan Bunga di bawa ke lantai dansa. Dia tersenyum melihat ke ramaian yang menyenangkan di tengah hall rumah Yudistira. Dini bukan satu -satunya yang tidak berdansa tapi dia bisa di panggil wallflower.
Andini memekik kecil saat tiba-tiba dia di tarik ke belakang pilar. Dia blank sampai akhirnya dia mencium parfume yang dia kenal. Wangi alam. Andini mendongak dan melihat wajah tampan Bima.