Andini datang ke rumah reza tepat pukul 7 pagi untuk sarapan bersama Matahari, Bahtiar, dan Reza. Ini bukan sarapan pertamanya di rumah Reza. Dia sudah sering datang, bahkan dianggap keluarga, apalagi oleh Matahari. Wanita itu sudah menganggap Andini seperti putrinya. Dia yang mendesak Andini dan Reza untuk segera menikah.
Pengantin baru sedang bulan madu ke Raja Ampat. Mereka suka snorkling jadi tempat itu paling tempat untuk bulan madu. Seperti seorang anak alam - julukan bagi Matahari dan empat saudarinya-, Matahari menangis saat kepergian mereka. Untuk membendung kesedihannya, dia dan Andini intens membicarakan persiapan pesta pertunangan yang diadakan sebulan lagi.
Matahari, Andini dan Reza duduk di ruang tamu membahas semua persiapan yang telah mereka lakukan. Reza sebenarnya tidak ikut andil, dia menyerahkan semuanya pada para wanita. Dia ikut karena kebetulan sedang ada.
"Cincinnya bagaimana? Kalian sudah beli?"
Reza melihat Andini, "Lho, kamu belum beli?"
Matahari memukul Reza dengan pamflet "Membeli cincin itu harus berdua, Reza. Masa Andini sendirian. Kalian belinya hari ini saja. Besok kan kamu sudah kembali ke Madiun"
"Iya Bu" patuh Reza tidak ingin berdebat.
Andini memberi kerlingan terimakasih pada Matahari. Reza sudah memintanya untuk membeli cincin yang dia inginkan tapi Andini ingin masuk toko perhiasan bersama Reza. Andini takut meminta jadi dia meminta tolong pada Matahari dan dia puas dengan hasilnya.
Dengan mobil Andini, mereka pergi ke Mall tempat toko perhiasan incaran. Reza tidak punya mobil sendiri karena merasa tidak membutuhkannya. Di Madiun dia memakai motor kalau di Surabaya dia memakai mobil keluarga atau mobil Andini. Dari dulu Reza memang bukan lelaki yang suka kemewahan.
Andini mengaitkan tangannya dengan tangan Reza begitu mereka turun dari mobil. Dia ingin memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk berdekatan dengan Reza. Reza jarang pulang meski sebenarnya setiap minggu dia ada satu hari libur. Andini tidak bisa protes karena Reza menabung liburannya agar sekali dia libur, bisa beberapa hari.
Andini berdiri lebih tinggi dari dirinya yang biasa karena memakai high heels 10cm. Dia juga memakai make up yang membuatnya lebih cantik, baju yang dia pakai stylish. Pokoknya dia selalu memakai yang terbaik agar Reza tidak melirik wanita lain.
"Selamat datang" sapa pegawai toko perhiasan begitu mereka masuk.
Andini tersenyum lebar, bangga saat memasuki toko perhiasan itu bersama Reza. Meskipun mereka seperti pasangan lain yang akan membeli cincin tanda pengikat. Semangatnya tersalurkan ke tangan Reza melalui genggaman tangannya. Andini membawa Reza ke etalase tempat cincin favoritnya di pajang.
"Mbak, tolong yang itu" kata Andini menunjuk cincin emas dengan ukiran melingkar-lingkar dan tiga permata kecil-kecil menghiasinya.
Andini mencoba cincin itu di jari manisnya dan menunjukkannya ke Reza, "Bagus tidak? Aku suka yang ini"
"Bagus, cocok untukmu"
Andini tersenyum lebar, "Aku mau yang motifnya seperti ini tapi bahannya platinum."
"Baik mbak. Kalau Mas ingin yang seperti apa?" tanya pelayan itu ramah.
Reza berbisik pada Andini, "Yang sederhana saja, Andy. Tidak perlu ukiran atau mata."
"Bagaimana kalau ukiran di dalamnya?"
"Itu boleh."
Andini memesan cincin Reza tanpa hiasan tapi di dalamnya ada ukiran 'milik Andini selamanya'. Andini merahasiakan ukiran itu pada Reza. Jari mereka di ukur dan bisa diambil dua minggu lagi. Mereka membayar cincin di muka dengan uang tabungan bersama.