Delapan: Harum Manis

98 5 1
                                    

Suatu Malam di bulan Maret, 2020

Suara mesin yang terdengar cukup bising dan teriakan dari para pengunjung yang sedang menaiki wahana ekstrem berhasil mengusik telinga Aben. Belum lagi dengan ramainya pengunjung di tempat ini sekarang, Aben harus antri panjang hanya untuk membeli tiket untuk menaiki wahana yang diinginkan Olin. Rasanya Aben ingin enyah saja dari tempat ini sekarang juga. Kalau tahu akan semelelahkan ini, Aben tidak akan mengiyakan permintaan Olin. Tapi mau bagaimana lagi, sudah kepalang ia iyakan. Suka tidak suka Aben harus menjalani konsekuensi dari pilihan yang ia ambil.

"Harus kora-kora?" Aben menoleh ke samping di mana Olin berdiri.

Gadis itu mengangguk mantap. "Harus!"

"Mengapa tidak naik komedi putar saja? Lihat! Antriannya tidak sepanjang di sini."

Olin menggeleng-gelengkan kepalanya sambil meremas ujung hoodie yang dikenakan Aben. Ia menatap Aben dengan wajah memelas, air mata sudah berkumpul di pelupuk matanya. "Tidak, aku ingin yang ini."

"Kau naik sendiri saja, ya? Aku tunggu di bawah."

"Aku tidak berani kalau sendirian."

"Harus denganku?"

"Iya! Kan tidak ada yang lain. Hanya kita berdua di sini."

Aben menghembuskan napasnya perlahan. Lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Ya sudah kalau begitu."

"Kau ikut kan?"

"Iya, Gi. Aku ikut," jawab Aben sambil tersenyum tipis. Senyum yang sudah lama tidak Aben tampakkan pada Olin. Tangannya terulur untuk mengusap surai panjang milik Olin. Entah kenapa, Aben merasa Olin agak berbeda hari ini. Gadis itu lebih sensitif. Meski sebenarnya ia masih belum paham dengan apa yang sebenarnya terjadi, tapi Aben akan berusaha bersikap baik malam ini. Ia hanya ... tidak ingin melihat Olin menangis lagi seperti tadi.

Ya, satu jam yang lalu, Olin melakukan spam chat dan telepon ke nomor Aben. Bukan Aben berniat mengabaikan atau apa, hanya saja waktunya tidak tepat. Pasalnya, tadi lelaki itu mengaktifkan mode jangan ganggu sebelum ia login game Mobile Legend untuk push rank. Bagi Aben, akan sangat menyebalkan jika harus mengalami lag dan berujung AFK karena telepon dari seseorang. Apalagi jika hal itu menyebabkam kekalahan dan kehilangan bintang! Heuh, para menikmat game online satu ini pasti paham mengapa Aben bisa sesensitif itu.

Beruntungnya, Olin hanya menghubunginya via whatsapp selama ia bermain. Gadis itu baru melakukan panggilan telepon biasa tepat setelah permainan berakhir, tapi Aben tak langsung mengangkatnya. Ketika Aben logout, barulah ia menemukan 15 panggilan tak terjawab dan puluhan pesan masuk dari Olin. Baru saja pikirannya ingin mempertanyakan mengapa Olin menghubunginya sampai sebegitunya, Aben sudah melihat lagi panggilan masuk di layar ponselnya.

Pasti ada yang tidak beres, batin Aben.

Aben langsung mengangkat panggilan itu pada dering pertama. Ia menekan tombol loudspeaker dan meletakkan ponselnya di atas nakas. Lantas lelaki itu membuka laci satu per satu untuk mencari headsetnya yang entah di mana rimbanya. Selama Aben sibuk dengan dunianya, selama itu pula Olin tak bersuara. Lebih tepatnya, saat ini gadis itu tengah membekap mulutnya untuk meredam suara tangisnya.

"Gi?" panggil Aben setelah ia menemukan headsetnya dan memasangnya di telinga.

Tidak ada sahutan.

Carrolline, I Love You! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang